cerita sebelum kiamat

Bramanditya
Chapter #7

42 Jam Sebelum Kiamat : Awal Sebuah Cerita

42 Jam Sebelum Kiamat.

Semua duduk di gazebo dengan tubuh yang telah bersih dari pasir dan asinya air laut. Nasi jagung yang dibungkus dengan daun jati yang berisikan sayur oseng, ikan asin dan sambal adalah menu mewah mereka siang itu. Bagas yang pertama kali menghabiskan makanannya lalu menyandarkan punggungnya ke tiang gazebo dan menyalakan rokoknya. Selanjutnya Aryo yang lebih memilih merebahkan tubuhnya setelah selesai makan. Nur dan Ana mulai membersihkan sisa makan siang dan membiarkan Raihan menikmati nasi jagung bungkus ke duanya.

Nur meletakan nasi jagung bungkus terakhir di samping Raihan.

"Dihabisin sekalian ya Han, daripada nanti bau kalau sudah sore."

"Kalau kamu memaksa Nur." Ucap Raihan dengan dengan semangat dan mulut masih penuh nasi jagung.

Semua tertawa mendengar ucapan Raihan.

"Dasar dremba (rakus)." Gumam Bagas.

"Aku dan Ana mau melihat beberapa warung di sana, siapa tahu ada sisa bahan makanan yang ditinggalkan." Nur menujuk beberapa warung di dekat pintu masuk pantai.

Bagas segera bangkit berdiri dan melempar putung rokoknya, "Aku temani."

"Cari cacing Gas, aku bawa alat pancing bapak, nanti sore kita mancing di tebing, siapa tahu dapat ikan buat dibakar nanti malam." Aryo bangkit dan terduduk.

"Oke." Jawab Bagas singkat lalu menyusul Nur dan Ana.

"Nanti aku menyusul." Teriak Raihan.

Aryo kembali merebahkan dirinya dan mulai hampir terlelap karena terbawa suasana yang syahdu.

"Apa kamu menyesal tidak memilih pergi ke tempat perlindungan dari pemerintah?"

Pertanyaan Raihan membuat Aryo gagal untuk terlelap lalu memalingkan wajahnya pada Raihan yang masih sibuk menikmati nasi jagung.

"Kamu sendiri?" Tanya Aryo balik.

Raihan mengabaikan pertanyaan Aryo.

"Hanya ibu angkatku dan kalian yang aku miliki." Ucap Aryo sambil melihat kearah langit-langit gazebo.

"Ibu angkatku menolak ikut aku kesini dan lebih memilih tinggal bersama keluarga besarnya yang aku sendiri tidak begitu dekat. Dan kalianlah yang pertama kali aku hubungi dengan ideku untuk kembali kesini." lanjutnya.

Raihan membereskan makan siangnya lalu berdiri dan mencuci tangannya. Setelah selesai minum dia berdiri dan diam sejenak menatap Aryo.

"Terimakasih untuk idemu Yok, walau berat buat aku meninggalkan istri dan anakku tapi aku tidak menyesalinya, aku percaya ini yang terbaik untuk semuanya." Raihan meninggalkan Aryo sendiri di gazebo yang masih dengan tatapan menerawang.

***

365 Hari Sebelum Kiamat.

"Kemana kita?" Ucap Diana sambil terengah-engah berjalan di belakang Aryo menyusuri jalan setapak perbukitan di tengah malam.

"Sebentar lagi kita akan sampai." Sesekali Aryo membantu Diana menaiki jalan yang mulai menanjak sejak tigapuluh menit yang lalu sambil menyorot senter kearah jalan setapak didepannya.

Mereka mulai keluar dari sisi hutan dan berjalan ke tempat yang terdapat tebing luas yang menjorok ke laut dengan jalan yang ditumbuhi rumput liar.

Aryo menarik tangan Diana yang hendak berjalan menuju kearah tepian tebing.

"Bukan disana tujuan kita."

Diana tersenyum dan pasarah saat kekasihnya itu mulai memeluknya lalu menciumnya mesra dibawah sinar bulan.

"Bagaimana aku bisa tergila-gila padamu?" Aryo mulai mengajak Diana berdansa.

"Mungkin karena hanya aku yang tercantik di sini."

Aryo tertawa mendengar ucapan Diana.

"Aku mencintaimu sayang dan aku sudah tidak sabar untuk kita keluar dari neraka ini."

Mereka berhenti berdansa dan saling bertatapan mesra.

Lihat selengkapnya