35 Jam Sebelum Kiamat.
"Apakah kamu menyesal telah merubah jati dirimu disaat-saat terakhir menjelang kiamat?" Aryo merebahkan tubuhnya disamping Ana, memandang kerlip bintang-bintang yang begitu banyak dan terang di langit malam. Mereka tidak peduli dengan pasir yang menjadi alas mereka.
"Aku menyesal telah dibutakan oleh cinta Yok." Jawab Ana, masih menatap kearah langit malam, "Tapi bisa apa orang-orang seperti aku. Kesepian dan selalu ditinggalkan, seolah-olah mencari pasangaan sehidup semati adalah seperti berharap pada sebuah bintang jatuh." Lanjutnya.
Mereka terdiam sesaat, hanya terdengar suara gelak tawa Nur, Raihan dan Bagas yang berada di dekat api unggun, tidak jauh dari tempat mereka berada.
Ana tersenyum, "Tapi sebenarnya aku sendiri juga tidak yakin, apakah rasa dihatiku itu adalah cinta atau hanya ketakutanku semata akan kesendirian dan kesepian, jaraknya sangat tipis."
"Tapi kamu rela merubah semuanya demi diakan?" Aryo menatap Ana yang juga menoleh padanya.
"Pernahkan kamu merasa kesepian seumur hidupmu?"
***
180 Hari Sebelum Kiamat.
Ana keluar dari lift bersama Vino dan masuk kedalam kamar president suit di sebuah hotel berbintang di Jakarta. Christian telah menunggu mereka didalam kamar, berdiri didepan pintu dengan setelan jas lengkap dan rapi, yang telah siap dengan pesta pernikahannya yang akan dilangsungkan beberapa saat lagi.
Ana dan Christian berdiri saling berhadapan, sementara Vino meninggalkan mereka berdua didalam kamar.
"Kalau saja ini bukan malam pesta pernikahanmu, aku pasti sudah menamparmu dengan keras." Ucap Ana tenang sambil menatap tajam kearah mantan kekasihnya itu.
Christian mendekat kearah Ana lalu memeluknya.
Pertahanan Ana yang sudah ditata sejak keberangkatannya dari rumah akhirnya hancur juga. Dia menangis dipelukan sosok yang telah cukup lama menemani dirinya.
"Kenapa? Kenapa kamu begitu tega padaku? Meninggalkan aku seorang diri di Thailand dan sekarang meninggalkan aku demi sebuah pernikahan yang bukan aku disisimu."
Christian masih memeluk erat Ana, "Kamu tahu aku selalu menepati janjiku padamu, tapi kali ini maafkan aku karena harus mengubur mimpi - mimpi kita."
"Lalu kenapa butuh waktu begitu lama bagimu untuk menemuiku? Itupun aku harus mencari tahu sendiri keberadaanmu malam ini, dan harus mengancammu agar kamu mau menemuiku." Ana melepas pelukan Christian dan menatap lelaki tampan didepannya yang sedang berjalan menuju jendela kamar.
"Lupakan aku dan lanjutkan hidupmu." Ucap Christian dengan tatapan menerawang kearah gemerlap ibukota.
Ana menghampiri Christian "Kamu tidak bisa memperlakukanku seperti ini, kamu yang dulu datang padaku dengan sejuta rasa sayangmu padaku tapi sekarang kamu membuangku seolah-olah aku orang asing bagimu."
"Ini tidak sesederhana seperti yang kamu pikirkan."
Mendengar ucapan Christian, Ana menarik bahu Christian agar mereka saling berhadapan.
"Lalu katakan padaku apa yang tidak sesederhana itu."
Christian hanya terdiam lalu menatap keheranan pada Ana yang berjalan mundur beberapa langkah darinya.
"Apa yang kamu lakukan?" Christian tampak terkejut saat Ana tiba-tiba melepas satu persatu pakaiannya hingga menyisakan bra dan celana dalamnya.
Ana menunjuk payudara dan vaginanya sambil terisak dan menatap tajam Christian, "Demi janjimu menikahiku, aku rela menuruti keinginamu merubah semuanya."
Tiba-tiba Ana bersimpuh di kaki Christian masih sambil berurai air mata.
"Aku mohon jangan tinggalkan aku, jangan tinggalkan aku seorang diri. Aku menyayangimu sayang."
"Pergilah." Teriak Christian lalu berusaha melepaskan kakinya dari dekapan Ana dan berjalan menuju ranjang tempat tidur, "Pergilah demi kebaikanmu sendiri dan lupakan semua tentang kita."
Ana berdiri lalu tiba-tiba berlari dan memeluk Christian sambil menangis, "Jangan tinggalkan aku. Aku mau jadi apapun yang kamu inginkan asal tetap bisa bersamamu dan tetap disisimu."
Christian tidak dapat menahan emosinya lalu melempar tubuh Ana keatas ranjang. Dia berjalan mengambil pakaian Ana lalu melemparnya pada Ana.
"Pergilah dan jangan pernah muncul dihadapkanku lagi." Ucap Christian sambil melempar segepok uang di ranjang lalu meninggalkan kamarnya.
Vino yang sedari tadi berdiri didepan pintu terkejut saat Christian tiba-tiba keluar dengan wajah penuh emosi dan berjalan menuju lift dan mengabaikan dirinya. Vino lalu masuk kedalam kamar dan mengampiri Ana yang masih menangis di ranjang.