cerita sebelum kiamat

Bramanditya
Chapter #13

33 Jam Sebelum Kiamat : Kebenaran Yang Menyakitkan Pt. 5

33 Jam Sebelum Kiamat.

Aryo terbangun dari tidurnya, dilihatnya semua temannya telah tertidur pulas disampingnya, tampak kelelahan diwajah mereka. Cuaca malam itu tidak terlalu dingin, sehingga mereka lebih memilih untuk tidur diluar tenda dan hanya beralaskan tikar.

Aryo bangkit lalu berjalan pelan menuju kearah tebing. Cahaya bulan malam itu cukup terang, sehingga membantunya menghindari batu karang yang tajam sepanjang perjalanan.

Sesampainya diatas tebing, Aryo duduk di perahu kayu lalu mengeluarkan handphonenya, memeriksa apakah Diana menghubunginya atau mengirim pesan padanya. Bunyi peringatan daya baterai lemah terdengar dari handphonenya, membuat Aryo memasukkan kembali handphone ke sakunya.

Dia terkejut saat Nur tiba-tiba muncul dan duduk dihadapannya sambil menyerahkan handphone miliknya.

"Pakailah dan simpan handphonemu, agar nanti Diana bisa tetap menghubungimu" Nur berusaha keras untuk tersenyum saat menyebut nama Diana.

Aryo menerima handphone milik Nur, "Terimakasih Nur."

Nur merapatkan jaketnya karena angin diatas tebing berhembus lebih kencang, "Menurutmu sampai kapan listrik dan sinyal akan bertahan."

"Semoga mereka menepati janjinya untuk tetap bersama orang-orang yang tidak terpilih seperti kita sampai akhir nanti." Tiba-tiba Aryo menyerahkan handphone kepada Nur.

"Tidak ada berita apapun?" Tanya Nur yang nampak terkejut dan menerima handphonenya.

Aryo menghela nafas, "Rasanya aneh Nur melihat para korban dan kerusakan yang terjadi, padahal kita sendiri juga akan mengalaminya lusa."

Mereka terdiam dalam suasana yang sedikit canggung, saling mengalihkan pandangan.

Nur menatap Aryo yang sedang menerawang kearah lautan.

"Kamu mencintainya?"

Sebuah pertanyaan dari Nur yang membuat Aryo terkejut dan memaksanya berpaling pada Nur.

Aryo terdiam sesaat lalu menjawab pertanyaan Nur dengan sebuah pertanyaan, "Aku atau Bagas?"

***

180 Hari Sebelum Kiamat.

Sebuah mobil menepi di jalan yang tampak sepi, sebuah jalan dengan aspal yang masih mulus dan jalur yang membelah bukit.

Aryo keluar dari dalam mobil dengan wajah yang tampak kesal, lalu seseorang dari kursi pengemudi ikut keluar dan menghampirinya.

"Mungkin besok kita bisa mencoba lagi pak?"

Aryo menendang batu kerikil dengan kesal, "Kita sudah mencoba seminggu ini dan hasilnya nihil. Ingatanku tidak banyak membantu."

"Kalau boleh tahu pak, apa yang sebenarnya bapak cari?" Dengan hati-hati, pengemudi itu bertanya pada Aryo yang terdiam menatap bukit-bukit didepannnya.

"Lebih baik kita kembali ke hotel." Aryo mengabaikan pertanyaan dari pengemudi itu dan masuk kedalam mobil.

***

Hari sudah menjelang malam saat Aryo tiba di hotel tempat dia menginap selama dua minggu ini. Ketika dia sedang berjalan di lobi, seseorang memanggil namanya.

"Pak Aryo?"

Aryo menoleh dan mendapati seorang pemuda berusia lima belas tahun berdiri dihadapannya dengan membawa tas ransel yang cukup besar di punggungnya, dan dengan tatapan aneh memandang dirinya.

"Iya saya Aryo, dan kamu?"

Pemuda itu mendekat kearahnya dan mengulurkan tangan padanya, "Saya Khalil pak, panggil saja Kha."

Lihat selengkapnya