24 Jam Sebelum Kiamat
"Mungkin seharusnya kita menikah," Kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Bagas yang membuat Nur terdiam sesaat, terkejut menatap Bagas.
"Kita tidak seputus asa itu," Ucap Nur disela-sela tawanya.
Bagas menoleh kearah Nur lalu ikut tertawa.
Suasana menjadi hening saat perlahan matahari mulai muncul dari peraduannya dan mereka menikmati pemandangan yang mungkin tidak akan mereka lihat lagi.
"Harusnya dia yang duduk disini, disampingmu menikmati keindahan ini untuk terakhir kalinya. Bukan aku," Nur menyandarkan kepalanya di bahu Bagas.
"Aku tidak pantas untuknya Nur, tidak akan pernah pantas."
***
90 Hari Sebelum Kiamat
Mobil Bagas melaju dengan kencang, menembus jalanan ibukota yang tidak begitu sesak malam itu karena jam malam yang diberlakukan pemerintah. Dia berhenti di sebuah gudang kosong yang terletak dipinggiran kota Jakarta, dan perlahan masuk kedalamnya.
"Rini," Teriak Bagas yang terkejut mendapati Rini terikat di kursi dengan mulut tertutup lakban.
Seseorang yang Bagas kenal berdiri dibelakang Rini sambil menodongkan pistol kearah kepala Rini dan memberikan isyarat kepada Bagas untuk tidak mendekat pada mereka.
"Surya apa yang kamu lakukan?" Teriak Bagas dengan penuh amarah, "Kamu sudah gila," Lanjutnya.
Tiba-tiba dua orang lelaki mendekat kearah Bagas dan dengan kasar memegang kedua tangannya sambil menodongkan senjata pada Bagas.
"Hari, Adi kalian...," Bagas tampak terkejut.
Surya tersenyum dengan sinis, "Wanita jalang inilah yang membuat kita gila dengan menghancurkan hidup kita. Dan sekarang saatnya membalas dendam atas perbuatannya pada kita."
"Kalian semua gila, Rini pantas membalas dendam pada kita karena menghancurkan hidupnya dan kita pantas menerimanya."
Surya tampak marah dengan ucapan Bagas dan memberikan isyarat pada Hari dan Adi untuk memberi pelajaran pada Bagas.
Dengan pasrah, Bagas menerima pukulan di wajah dan perutnya dari Hari sedang Adi menodongkan sejata kearahnya.
Rini berteriak walau dengan keadaan mulut tertutup lakban dan menangis melihat Bagas yang berada dihadapannya beberapa kali mendapat pukulan dan tendangan dari Hari.
"Jangan munafik kamu Gas, jangan sok suci sekarang, dulu kamu juga menikmati hasilnya," Teriak Surya.
Dengan perlahan, Surya menempelkan ujung senjatanya di kepala Rini lalu perlahan turun menuju lehernya dan megeluarkan kalung dari balik baju Rini dengan senjatanya.
Bagas menahan rasa sakit dibeberapa bagian tubuhnya yang mendapat pukulan dari Hari setelah mantan rekan kerjanya itu berhenti menyiksanya.
Sebuah cincin menarik perhatian Bagas, cincin yang dulu dia berikan kepada Rini dan dia kira telah dibuang oleh mantan tunangannya itu, ternyata mengantung di kalung yang melingkar di leher Rini.
"Kamu tahu Gas, betapa susahnya menjauhkan tuan putri ini dari para pengawalnya. Berbulan bulan kami mengawasinya, hingga kami sadar satu hal," Surya menyeringai, "Ada satu hari disetiap bulannya dia akan menghilang sepenuhnya dari para pengawalnya, dan kamu tahu dia berada dimana?" Lanjut Surya yang tiba-tiba tertawa diantara keheningan orang-orang disekitarnya.
"Di depan rumah kontrakan kecilmu, disanalah sang tuan Putri bisa menatap rumahmu selama berjam-jam dari dalam mobilnya."
Bagas terdiam terpaku menatap Rini dengan mata sayunya setelah mendengar ucapan Surya, seolah-olah dia tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar. Rinipun membalas tatapan bagas dengan deraian air mata seolah-olah ada perasaan lepas karena kebenaran itu akhirnya terungkap.
"Lepaskan Rini dan apapun yang kalian minta sebagai gantinya, akan aku penuhi," Ucap Bagas dengan masih menatap Rini yang juga masih menatapnya.
Surya tertawa mendengar ucapan Bagas, "Kita semua tahu Gas, bumi akan kiamat sebentar lagi dan tidak ada lagi yang berharga di dunia ini , tidak ada, sekalipun itu nyawa."
Hari dan Adi mengamini ucapan Surya dengan ikut tertawa.
"Yang berharga bagi kami sekarang adalah melihat sang tuan Putri menderita dan tersiksa melihat orang yang dicintainya mati perlahan dihadapannya."
Tidak ada reaksi dari Bagas dan Rini mendengar kata-kata Surya, mereka masih saling menatap satu sama lain.
"Lakukan apa yang ingin kalian padaku, tapi lepaskan Rini setelahnya," Bagas menatap kearah Surya yang disambut senyuman.
"Aku berbaik hati memberikanmu pasangan diakhirat nanti Gas."
Sebuah ucapan dari Surya yang menyulut amarah dan emosi Bagas hingga memuncak dan membuatnya tiba-tiba menyerang Hari dengan mendorong tubuhnya hingga membuat mereka terjatuh kebelakang.
Bagas berusaha merebut senjata dari Hari sedangkan Adi tampak kesulitan untuk membantu temannya karena perkelahian yang sengit antara Bagas dan Hari.
Suara letusan senjata menghentikan perkelahian, dan membuat Bagas langsung menoleh kearah Rini untuk memastikan dia baik-baik saja.
Surya menembakkan senjatanya ke atas untuk mengendalikan keadaan lalu kembali mengarahkan senjatanya ke kepala Rini.
Hari bangkit berdiri lalu beberapa kali menendang ke arah perut Bagas yang hanya bisa pasrah dan mencoba merangkak mendekat kearah Rini yang menangis menatapnya.
"Mungkin kita perlu memberikan pelajaran padamu Gas agar kamu tahu siapa yang berkuasa disini," Wajah Surya tampak marah menatap kearah Bagas.
Bagas menggeleng dengan merangkak mendekat kearah Rini, "Jangan Surya, aku mohon lepaskan Rini."
Surya tidak mengindahkan permintaan dari sahabat yang dulu pernah berjuang bersamanya saat berada di akademi kepolisian. Dengan perlahan dia memindahkan ujung senjatanya mendekat kearah wajah Rini dan hendak menarik pelatuknya namun sebuah tembakan tepat mengenai kening Surya yang membuatnya perlahan terjatuh ke lantai dan mati.
Bagas terkejut dan menoleh ke belakang, dilihatnya Hari dan Adi yang sedang menodongkan senjata kearah Rini juga terkena tembakan di tubuh mereka dan membuat mereka terluka dan roboh ke lantai.
Namun Hari sempat melepaskan tembakan kearah Rini sebelum dia roboh ke lantai dan disambut oleh tubuh Bagas untuk melindungi Rini.
***
Rini tidak berhenti mengusap lembut lengan Bagas yang terbalut perban karena luka sebuah peluru yang sedikit menggoresnya. Sebuah peluru yang seharusnya akan membunuhnya jika Bagas tidak melindunginya.
Hari menjelang pagi, Bagas dan Rini duduk di sebuah kursi besi yang berada di jalan paving sebuah pantai di pinggir Jakarta. Dan tidak jauh dari mereka, berdiri dua pengawal Rini sedang mengawasi mereka berdua.
Tiba-tiba Rini menitikkan air mata sambil memeluk lengan Bagas, "Bawa aku pergi dari sini, kita lari bersama dan pergi ke suatu tempat yang hanya ada aku dan kamu."
Bagas menoleh kearah Rini, mengakat dagu wajahnya hingga tidak ada jarak diantara wajah mereka.
"Tapi aku telah melakukan kesalahan padamu, aku telah melukai hati dan hidupmu yang mungkin tidak termaafkan."
"Aku tidak pantas bersanding bersamamu," Bagas perlahan mengusap air mata Rini.
Rini hanya terdiam dan membiarkan Bagas mengusap air mata dan membelai pipinya.
"Kamu membenciku karena apa yang telah aku lakukan padamu?"