24 Jam Sebelum Kiamat
Raihan duduk disamping Ana yang mulai terbangun dari tidurnya. Dia menatap hamparan cakrawala yang mulai terang di ujungnya.
"Dimana Nur?" Ana membersihkan dirinya dari pasir yang menempel di jaket dan rambutnya lalu melihat sekeliling mencari keberadaan Nur.
"Dia diatas tebing dengan Bagas. Aku disuruhnya menemaninu disini," Jawab Raihan.
"Terimakasih Han," Ana duduk disamping Raihan dan ikut menatap arah tatapan Raihan.
"Dulu sepulang sekolah kita biasanya langsung kesini, menghabiskan waktu seharian seolah-olah itulah puncak kebahagiaan kita," Lanjut Ana.
"Terutama kalau kita habis berkelahi dengan anak-anak yang mengolok-olokmu," Raihan tersenyum menatap Ana yang juga tersenyum menatapnya.
"Lalu kita ketiduran sampai sore dan saat bangun bapak sudah disamping kita yang mungkin lama duduk terdiam dan menjaga kita yang sedang terlelap."
"Dan bapak tidak pernah bertanya apalagi marah, dengan sabar mengajak kita pulang dengan sepeda tuanya," Ana ikut menimpali.
"Apakah seperti itu surga kita nanti?" Tanya Ana tiba-tiba.
Raihan hanya terdiam menatap kearah lautan tanpa menjawab pertanyaan dari Ana.
"Harusnya kamu bertanya apakah aku menyesal mengganti jati diriku kalau tahu surga akan seperti itu?" Protes Ana yang membuat raihan terkejut dan tersenyum.
"Aku tidak akan menanyakan hal itu karena aku tidak pernah percaya surga itu ada?"
Ana menatap terkejut mendengar jawaban Raihan, "Ihan kamu...?"
"Jalan hidup akan mengubah jati diri kita," Raihan menatap Ana.
"Lalu kenapa kamu berada disini kalau kamu tidak percaya Tuhan itu ada," Ana menatap balik Raihan.
***
60 Hari Sebelum Kiamat
"Kamu yakin," Ucap Raihan sambil menatap Sisca dari layar handphonenya dengan serius.
Sisca tersenyum meyakinkan suaminya, "Iya mas, aku sampai mengancam Papa."
"Aku hanya ingin kita berada di satu tempat perlindungan yang sama, tidak terpisah dari Papa dan Mama," Lanjut Sisca.
"Kamu tahukan kalau aku tidak mengkonfirmasi undangan ke tempat perlindungan ini selama seminggu ke depan, maka tidak akan ada lagi kesempatan yang kedua kali," Kali ini giliran Raihan meyakinkan istrinya.
Sisca tersenyum dan mengangguk, "Iya mas, aku tahu kok. Tapi aku juga yakin Papa sudah mendapatkan undangan itu jauh sebelum berita kiamat ini menyebar ke publik."
"Papa hampir menghabiskan seluruh uangnya untuk membeli undangan ini untuk kita."
Raihan terdiam mendengar ucapan Sisca, hanya menatapnya dengan penuh keraguan.
"Baiklah, pastikan minggu ini barcode sudah kita dapatkan atau kalau tidak aku akan mengkonfirmasi undangan ini. Dan ini semua demi kamu dan Anthony," Ada nada sedikit mengancam dari suara Raihan namun Sisca tetap tersenyum tanpa merasa terganggu.
"Aku kabari lagi nanti mas, sudah dulu ya, jagoanmu sudah bangun. I love you sayang."
"I love you too," Balas Raihan lalu menutup telponnya dan menghela nafas panjang sambil menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya.
Perhatiannya lalu teralihkan oleh sebuah berita di televisi,
"Nasa telah kehilangan kontak dengan pesawat luar angkasa HOPE I dan sampai saat ini pihak Nasa belum memberikan keterangan apapun mengenai kejadian tersebut ataupun rumor tentang HOPE I yang meledak terkena serpihan dari Asteriod William. HOPE I sendiri adalah salah satu dari pesawat luar angkasa yang memilki misi untuk menghancurkan Asteroid William yang diperkirakan akan memasuki atmosfir bumi dalam waktu tiga bulan kedepan..."
"Kiamat itu akan terjadi dan tidak ada yang bisa menghentikannya," Ucap sosok misterius yang tiba-tiba sudah berada di pintu masuk ruang kerja Raihan dengan kursi rodanya.
"Hanya itu yang selalu kamu katakan sejak kedatanganmu tiga bulan lalu," Dengan sedikit emsoi Raihan berteriak pada sosok misterius itu.