cerita sebelum kiamat

Bramanditya
Chapter #18

24 Jam Sebelum Kiamat : Perpisahan Pt. 3

24 Jam Sebelum Kiamat


"Ada apa Han," Tanya Ana yang berdiri tidak jauh dari Raihan.

"Ihan," Teriak Ana mendekat ke arah Raihan yang masih seperti orang kebingungan dan tidak menghiraukan panggilannya.

"Ihan,"

Raihan terkejut dengan sentuhan tangan Ana dipundaknya dan menoleh padanya.

"Ana?"

"Ada apa Han, kamu seperti orang kebingungan. Kamu baik-baik saja?".

Karena tidak dihiraukan oleh Raihan, Ana menarik lembut tangan Raihan, "Sebaiknya kita kembali ke pantai."

Seperti seorang anak kecil, Raihan menurut dengan perintah Ana dan mereka berjalan kembali kearah pantai.

***

Ana menyerahkan botol minuman pada Raihan dan memaksanya untuk meneguk air didalamnya.

"Ada apa Han? Apa yang yang terjadi didalam hutan?" Ana menatap Raihan yang hanya terdiam dengan tatapan menerawang dan memastikan dia sudah cukup tenang untuk menjawab pertanyaan darinya.

"Aku pikir aku melihat anakku tadi."

Sedikit terkejut, Ana menatap Raihan dengan rasa iba dan memegang tangannya, "Han."

Raihan menghela nafas lalu tersenyum pada Ana dan memegang balik tangan Ana, "Mungkin aku rindu dengan Anthony, anakku."

"Itu wajar Han, rasa rindu yang kuat pada anakmu mungkin membuatmu merasa seolah olah-olah kamu melihatnya atau mendengar suaranya."

Raihan menoleh pada Ana.

"Maaf kamu harus mengalami semua ini, mungkin pengorbananmu lebih memilih untuk bersama kami bukan dengan Anthony membuatmu merasa bersalah."

"Itu pilihanku dan aku tidak menyesalinya," Raihan menggenggam erat tangan Ana untuk mengurangi rasa bersalahnya.

"Hanya saja, berpisah dengan orang yang kita sayangi membuat hati kita benar-benar hancur, apalagi kita melepas kesempatan untuk selamat dari kiamat ini." Lanjut Raihan.

Ana menghela nafas dan menatap kearah lautan, " Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan."

Raihan terkejut menatap Ana, " Maksudmu kehilangan orang yang kamu sayangi atau melepas kesempatan untuk selamat dari kiamat esok?"

"Keduanya." Jawab Ana singkat masih menerawang kearah lautan yang sedikit demi sedikit mulai terang oleh cahaya matahari.


***

90 Hari Sebelum Kiamat

Ana mematikan lampu salonnya lalu keluar dan mengunci pintu. Dia berjalan menuju arah kontrakannya dan merasa sedikit heran dengan suasana jalan yang tampak sepi, padahal biasanya gang menuju kontrakannya adalah jalan yang ramai dan tidak pernah sepi. Dari kejauhan tampak beberapa orang sedang berdiri melihat kearah televisi yang terpasang di pos ronda, Ana berjalan mendekat kearah mereka karena rasa penasarannya lalu ikut berdiri dan terdiam menyaksikan berita di televisi.

"Nasa telah kehilangan kontak dengan pesawat luar angkasa HOPE I dan sampai saat ini pihak Nasa belum memberikan keterangan apapun mengenai kejadian tersebut ataupun rumor tentang HOPE I yang meledak terkena serpihan dari Asteriod William. HOPE I sendiri adalah salah satu dari pesawat luar angkasa yang memilki misi untuk menghancurkan Asteroid William yang diperkirakan akan memasuki atmosfir bumi dalam waktu tiga bulan kedepan..."

Tidak ada yang berbicara ataupun berkomentar, beberapa orang lalu meninggalkan pos ronda dan Anapun memilih melanjutkan perjalanannya. Dia tampak terkejut melihat Ahmad sedang duduk didepan pintu kontrakkannya yang bersebelahan dengan kontrakan Ana.

"Sudah lama menunggunya mas?, jadi nggak enak, coba kalau telpon dulu pasti aku tutup lebih awal," Goda Ana menghampiri Ahmad yang juga berdiri menghampirinya dengan membawa koper.

"Hampir aku ke salon karena aku kira sedang banyak pelanggan disana."

Ana tersenyum, "Gosip yang beredar sebentar lagi kiamat mas, orang nggak akan cari salon untuk menyambutnya, mereka sibuk mencari tempat-tempat ibadah untuk bertobat, atau cari sembako untuk persediaan menyambut kiamat atau mencari tempat perlindungan yang katanya sudah lama di persiapkan oleh pemerintah."

Ahmad tertawa mendengar ucapan Ana, "Kamu tidak pernah gagal membuatku tertawa."

"Mas mau pergi keluar kota lagi?" Ana menatap kearah koper disamping Ahmad, "Kali ini pasti lebih lama karena ukuran kopernya tidak seperti biasanya."

"Aku tidak tahu kamu begitu perhatian dengan ukuran koperku," Goda Ahmad dengan seyuman manisnya yang membuat Ana tersipu.

"Ya sudah hati-hati mas, kabar-kabar dan pokoknya cepat balik kalau urusan sudah selesai, soalnya tanganku bisa jadi berotot kembali kalau kelamaan gantiin nyopir ke pasar."

Kali ini Ahmad tidak tersenyum atau tertawa mendengar candaan Ana, dia hanya diam menatap Ana.

"Aku tidak akan kembali," Dengan berat hati, kata-kata itu keluar dari mulut Ahmad.

Ana terkejut, "Maksudnya mas Ahmad pindah tempat ke pondok pesantren yang lain?"

Lihat selengkapnya