24 Jam Sebelum Kiamat.
Yang Aryo rasakan pertama kali saat tersadar adalah rasa sakit luar biasa di bagian belakang kepalanya yang masih dalam posisi tertunduk. Pandangannya masih kabur dan matanya berusaha untuk bisa beradaptasi lagi dengan cahaya disekitarnya yang remang-remang. Dia duduk dengan posisi tangan dan kaki terikat dikursi, namun mulutnya tidak tersumpal atau tertutup lakban. Berkali kali Aryo berusaha melepaskan tangannya yang terikat di kursi namun selalu gagal. Dia menoleh kesamping karena merasa samar-samar ada yang memanggil namanya, namun pandangannya yang masih kabur membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang memanggilnya. Perlahan pendengaran dan penglihatan Aryo mulai kembali normal, dan dilihatnya ibu dan bapak angkatnya berada disampingnya dengan keadaan yang sama dengannya.
"Yok kamu baik-baik saja kan?" Tanya bu Retno dengan cemas.
Aryo mengangguk untuk menenangkan mereka berdua, "Aryo baik-baik saja bu?"
"Bapak dan ibu baik-baik saja kan?" Tanya balik Aryo.
"Kami baik-baik saja nak," Jawab pak Warno.
"Siapa yang melakukan ini pak..?"
Suara langkah kaki dari dalam dapur membuat mereka tiba-tiba menoleh kearah sumber suara.
"Bram," Teriak Aryo terkejut menatap Bram keluar dari dapur sambil membawa sebuah senjata api.
***
90 Hari Sebelum Kiamat.
Pintu lift terbuka dan Aryo segera keluar lalu mencari kamar 407 dan setelah menemukannya, dia hanya berdiri saja didepan pintu kamar 407, seolah olah ragu untuk mengetuk pintunya.
Aryo menghela nafas panjang, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi apa yang ada dibalik kamar 407, lalu dia mengetuk pintunya.
"Aryo, ayo masuk," Seorang pria seumuran dengannya muncul dari balik pintu dan mengundang Aryo untuk masuk kedalam apartemen.
Pria itu menutup pintu kembali lalu menatap Aryo dan membiarkan Aryo diam berdiri didekat pintu masuk dan memandang sekeliling apartemen yang tampak bersih dan rapi.
"Dia pernah tinggal disini?" Tanya Aryo sambil perlahan berjalan memeriksa setiap sudut apartemen.
Pria tinggi dan gagah berperawakan seperti seseorang dari militer itu mengikuti Aryo dari belakang dengan sabar.
"Dia seharusnya masih disini, masa sewanya masih seminggu."
Aryo terkejut dan menoleh, "Benarkah?"
Hendra mengangguk, "Tapi sudah hampir dua minggu ini dia tidak kembali kesini."
"Dan sepertinya dia tidak akan kembali lagi kesini." Lanjut Hendra
Entah apa yang sedang Aryo cari, bukti keberadaan Diana pernah tinggal disini atau suatu pesan yang mungkin Diana tinggalkan untuk dirinya.
Hampir setengah jam berlalu dengan Aryo memeriksa tiap sudut dan ruangan apartemen, namun dia tidak menemukan sesuatu petunjuk dari Diana disana.
Dengan tubuh lemas dan kecewa, Aryo duduk di sofa, menyusul Hendra yang sudah lebih dulu duduk menunggnya.
Sebuah amplop coklat besar Hendra serahkan pada Aryo.
"Ini tangkapan cctv di gedung ini."
Aryo mengeluarkan beberapa lembar foto Diana yang tertangkap cctv. Walaupun wajah Diana tidak terlalu jelas, namun lembar demi lembar foto Diana Aryo pandangi begitu lama, seolah-olah hal itu mampu mengobati kerinduannya yang mendalam pada Diana.
"Dan ini foto yang diambil beberapa hari lalu di komplek TNI AU," Hendra kembali menyerahkan amplop coklat besar pada Aryo yang langsung diraih dan dibuka oleh Aryo.
"Maksudmu dia ikut program tempat perlindungan dari pemerintah?"
"Iya, tapi sepertinya dia berubah pikiran."
Aryo menatap Hendra dengan terkejut saat mendengar jawaban dari Hendra, lalu mulai memeriksa foto Diana kembali satu persatu.
"Di foto terakhir, Diana meninggalkan titik pertemuan dan tidak pernah kembali lagi kesana," Hendra menyalakan rokok lalu menikmatinya sambil menatap Aryo yang tampak serius dengan foto-foto Diana.
"Kalau saja kamu lebih cepat meminta bantuanku, mungkin kita bisa menemukan Diana lebih cepat."
"Karena kita sudah berjanji untuk bertemu dan bersama setelah kita keluar dari tempat kerja kita di entah berantai," Aryo membela diri, "Hanya saja aku tidak pernah mengira kalau Diana akan berubah pikiran seperti ini dan menghilang secara misterius."
"Atau dia memang sengaja menghindarimu."
"Apa yang membuatnya berubah pikiran? Apa karena ini?" Hendra meletakkan remote tv setelah menyalakan televisi beberapa saat lalu.
Aryo menatap serius berita di televisi.
"Nasa telah kehilangan kontak dengan pesawat luar angkasa HOPE I dan sampai saat ini pihak Nasa belum memberikan keterangan apapun mengenai kejadian tersebut ataupun rumor tentang HOPE I yang meledak terkena serpihan dari Asteriod William. HOPE I sendiri adalah salah satu dari pesawat luar angkasa yang memilki misi untuk menghancurkan Asteroid William yang diperkirakan akan memasuki atmosfir bumi dalam waktu tiga bulan kedepan..."
"Entahlah, kalau ini semua karena kiamat yang akan terjadi, lalu kenapa dia tidak menemuiku dan kita bisa pergi bersama ke tempat perlindungan dari pemerintah."
Hendra terdiam mendengar ucapan Aryo lalu mematikan rokoknya.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang? Masih mau mencari dan menunggu Diana atau pergi ke tempat perlindungan dengan aku dan istriku secepatnya."
Aryo menatap Hendra dan Hendra paham arti tatapan sahabatnya semasa mereka di kampus.
"Aku tidak bisa membantumu lagi mencari keberadaan Diana, kamu tahu sendiri kan nanti malam aku dan Mala akan ke titik pertemuan."
"Berangkatlah bersama kami, kita beruntung berada di satu tempat perlindungan yang sama. Lupakan Diana, kalau dia benar-benar mencintaimu pasti dia sudah menemui seperti janji kalian."
Kali ini giliran Aryo yang terdiam memikirkan ucapan Hendra sambil menatap foto Diana.
"Terlepas apa yang ada di pikiran Diana sekarang, kalau di mencintai dan menginginkan bersamamu, seharusnya sejak awal dia menemui atau menghubungi lewat handphone mu," Lanjut Hendra.