20 Jam Sebelum Kiamat
Raihan berhenti menaiki tebing lalu menoleh keatas untuk melihat Bagas dan Ana yang sedang berada di gazebo diatas bukit. Dia memilih jalan memutar untuk menghindari pandangan mereka. Pintu gubuk tidak terkunci, Raihan segera masuk dan menutup pintu kembali lalu menghampiri dirinya dari masa depan yang terbangun mendengar dirinya menghampirinya.
"Ada apa sekarang...?" Ucap Raihan dari masa depan dengan jengkel.
"Dia..." Raihan ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Kha adalah anakku?"
Raihan dari masa depan tersenyum dengan sinis mendengar pertanyaan dari dirinya yang sekarang.
"Apa yang telah kamu lakukan padanya? Mengancamnya?"
Raihan tampak bingung, "Apa maksudmu?"
"Satu pesan yang selalu aku katakan padanya sebelum perjalanannya ke masa sekarang adalah untuk berhati-hati padamu."
"Mungkin kita adalah orang yang sama, tapi aku bukan lagi orang yang licik sepertimu, waktu dan keadaan telah merubahku."
"Dia bukan anakmu, Kha bukan anak kita. Aku menyuruhnya berbohong padamu kalau dia merasa terancam olehmu."
"Kenapa kamu tidak menyelamatkan Anthony," Amarah Raihan memuncak dan sambil menitikkan air mata dia berteriak pada dirinya dari masa depan, "Kenapa kamu tidak kembali dan menyelamatkan anak kita."
"Apakah kita akan memulai lagi perdebatan dan pertengkaran ini untuk kedua kalinya dan membuat seseorang mati lagi," Balas Raihan dari masa depan yang berusaha untuk mengeluarkan amarahnya dari tubuhnya yang mulai melemah.
"Rani..." Ucap Raihan lirih lalu menjatuhkan kakinya di tanah sambil terisak.
***
7 Hari Sebelum Kiamat
Raihan keluar dari mobil dan melihat beberapa tentara bersenjata yang sedang mengamankan bandara dari beberapa orang yang hendak memaksa masuk kedalamnya. Sisca keluar dari dalam mobil sambil menggendong Anthony disusul pak Tjandara dan istrinya dan Seno, bodyguard mereka.
"Sebaiknya kita segera bergegas, kita sudah terlambat," Ucap tegas pak Tjandara yang disambut anggukan dari Raihan dan Seno.
"Kelihatannya situasi akan berbahaya disini pak, akan ada pergerakan massa," Ucap Seno sambil mengeluarkan koper-koper dari dalam mobil dibantu Raihan.
"Seno, kamu antar ibu dan Sisca masuk dulu, biar aku dan Raihan membawa sisa kopernya," Perintah pak Tjandra.
"Baik pak," Jawab Seno sambil membawa dua koper ditangannya.
Raihan tersenyum pada Sisca yang seolah-olah meminta ijin padanya, lalu Sisca dan ibu Tjandra berjalan meninggalkan Raihan dan pak Tjandra.
Tiba-tiba koper yang diangkat pak Tjandra terbuka dan beberapa barang keluar dari dalamnya, "Kamu masukkan kembali barang-barang ini, Aku mau memastikan tidak ada barang yang tertinggal di mobil."
Raihan menuruti perintah pak Tjandra tanpa banyak bicara, dia sudah hafal watak mertuanya itu dan tidak mau berdebat dengannya.
"Sudah semua, sebaiknya kita segera masuk," Pak Tjandra menutup pintu dan menguncinya. Dia berjalan mendahului Raihan yang mengikutinya dari belakang dengan membawa dua koper ditangannya dan sebuah tas ransel di punggungnya.
Mereka berhenti saat Seno tiba-tiba berlari kearah mereka.
"Ada apa?" Tanya Pak Tjandra.
"Tas obat den Anthony tertinggal pak di mobil," Jawab Seno.
"Tapi tadi aku periksa sudah tidak ada barang apapun," Pak Tjandra menoleh pada pada Raihan, "Coba kamu periksa lagi, siapa tahu terjatuh di kolong kursi mobil, biar Seno yang membawa koper dan tasmu."
Raihan mengangguk dan menyerahkan koper dan tasnya pada Seno dan mengambil kunci mobil dari tangan pak Tjandra.
"Cepatlah, pesawat sudah mau berangkat," Pesan pak Tjandra untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan Raihan.
Raihan terpaku sejenak menatap kepergian mertuanya itu, merasakan ada perubahan yang tidak biasa pada mertuanya sejak tadi pagi. Terlalu baik padanya.
Dia berjalan menuju mobilnya, lalu mencari tas obat milik anaknya Anthony. Raihan menemukan tas itu dibawah kolong kursi mobil depan, dia membuka dan memeriksanya, lalu menutupnya kembali setelah tahu isi didalamnya masih lengkap.
Saat menutup pintu, dia dikejutkan dengan seorang lelaki seumurannya yang menggondong seorang anak kecil menghampiri dirinya.
"Tolong bawa anak saya, tolong bawa anak saya," Pinta bapak itu berulang-ulang sambil menarik-naik tangan Raihan.
"Tolong bawa anak saya," Pinta bapak itu sekali lagi sambil menangis yang diikuti tangisan anak yang sudah berdiri disampingnya.
"Pergilah, aku tidak ada waktu untukmu," Raihan menepis tangan bapak itu.
Saat Raihan hendak melangkah pergi, bapak itu kembali menarik tangan Raihan, "Tolong pak, bawa anak saya ikut bapak."
"Aku bilang pergilah," Bentak Raihan sambil mendorong bapak itu sampai jatuh tersungkur lalu meninggalkannya.
Raihan segera bergegas menuju pintu masuk lapis pertama bandara yang dijaga sangat ketat oleh beberapa tentara. Dia berhenti sejenak mencari keberadaan Sisca dan keluarganya, namun tidak menemukannya di pintu masuk. Raihan berjalan menuju tempat pemeriksaan sebelum bisa masuk kedalam bandara.
"Selamat pagi pak, silahkan handphone dan tasnya diletakkan di meja lalu berdiri di sebalah sini, kita akan memeriksa barcode nya," Ucap salah satu petugas sambil menunjuk ketempat pemeriksaan barcode.