20 Jam Sebelum Kiamat
Ana duduk di pantai tempat dia tidur semalam, sambil menatap dengan bingung dua buah KTP di tangannya, KTP yang sama persis atas nama dirinya. Dia menghela nafas, karena tidak menemukan jawaban atasmisteri di tangannya.
Pandangannya teralihkan oleh Raihan yang sedang memasuki sebuah gubuk di tebing dengan mencurigakan. Ana segera bangkit dan hendak menyelidiki Raihan namun seseorang mencegahnya,
"Jangan kesana, jangan pernah memasuki gubuk itu,"
Suara Kha mengejutkan Ana, "Siapa kamu?" Ana menoleh pada Kha dan mundur beberapa langkah.
Kha tersenyum, "Aku pemilik salah satu KTP di tanganmu, aku menjatuhkannya di hutan kemarin."
Ana melihat KTP di tangannya, "Kamu bohong, bagaimana mungkin kamu bisa memiliki KTP ku."
Kha tereseyum lagi, "Kamu yang memberikannya padaku."
"Belajarlah lagi untuk menipu, aku tidak mengenalmu." Ana tampak marah dan meninggalkan Kha.
"Mungkin aku tidak mengenalmu disini, tapi aku sangat mengenalmu di masa depan, Bulan."
Ana menghentikan langkahnya karena terkejut mendengar ucapan Kha lalu berpaling padanya.
"Bulan yang telah kehilangan Bintang dan bersumpah akan membalas dendam pada orang yang telah merenggut seseorang yang dia sayangi."
"Bagaimana kamu tahu...?" Ana tidak bisa berkata dan KTP di tangannya terjatuh karena terkejut dengan ucapan Kha.
"Siapa kamu?" Tanya Ana penasaran sekaligus ketakutan.
"Aku Kha, anak angkatmu dari masa depan."
***
7 Hari Sebelum Kiamat.
Barang terakhir telah Ana masukkan kedalam kopernya, dia lalu menutupnya dan meletakkannya di lantai. Diambilnya sebuah amplop di ranjangnya lalu dia berjalan menuju ruang tamu kontrakannya dan duduk di sofa. Ana membuka amplop itu dan mengeluarkan sebuah peta tempat perlindungan yang diberikan Ahmad untuknya. Sebuah panggilan masuk ke handphonenya.
"Halo Vin, sudah sampai ke tempat perlindungannya?" Ana meletakkan peta diatas meja lalu menyalakan televisi didepannya.
Vino tidak menjawab, hanya suara hening di seberang telpon Ana.
"Halo Vin, Vino?" Panggil Ana.
"Christian tidak datang, dia tidak pernah datang untuk menjemputku," Ucap Vino lirih.
"Apa? Kenapa Christian tidak datang menjemputmu? Kamu sudah menelponnya?" Emosi Ana mulai naik.
"Vino..." Teriak Ana kesal karena Vino tidak merespon pertanyaannya.
Vino menghela nafas, "Entahlah, aku tidak tahu kenapa dia tidak datang, aku sulit menghubunginya."
"Mungkinkah dia terlambat atau dia merubah hari penjemputannya?, Kalau saja dia tidak memblok nomorku, pasti sudah aku telpon dia sekarang," Ana bankit berdiri dan nampak kesal, "Atau mungkin dia tahu kalau kamu menceritakan tentang tempat perlindungan miliknya padaku?"
"Entahlah, aku tidak begitu peduli lagi dia datang menjemputku atau tidak," Ucap Vino tidak bersemangat.
"Vin..., tapi kamu adalah sahabat terdekatnya yang sudah seperti saudara lelaki yang tidak pernah dia miliki," Ana sedikit khawatir dengan perubahan nada bicara Vino.
Vino tiba-tiba tertawa kecil, "Kamu... kamu adalah saudara lelaki yang sebenarnya bagiku, Bulan."
Ana terkejut dengan panggilan namanya yang sudah lama dia buang, namun dia lalu ikut tertawa kecil, "Kamu juga, Bintang."
Mereka tertawa bersama.
"Maafkan aku dulu meninggalkanmu sendiri..."
"Vin... Aku tidak mau membahasnya, kita sudah menguburnya," Ana kesal dengan kalimat Vino.
"Tapi perasaan bersalah itu aku bawa sampai sekarang, harusnya aku tidak meninggalkanmu sendiri dengan bapak angkat kita..."
"Jangan sebut dia bapak angkat, dia tidak pantas menyandangnya, sebut dia bajingan pedofil," Ucap Ana kesal.
"Kenapa kita bahas ini lagi Vin? Aku tidak mau mengingat seseorang yang menamai kita Bulan dan Bintang hanya untuk fantasi seksualnya yang menjijikkan," Lanjut Ana.
"Kamu masih bermimpi buruk tentangnya?" Tanya Vino yang membuat Ana kesal.