18 Jam Sebelum Kiamat.
"Bram," teriak Nur dengan terkejut melihat kedatangan Bram sambil memegang tangan ibu Retno dan menodongkan pistol padanya.
"Halo sayang, terkejut melihatku masih hidup?" ucap Bram dengan nada mencemooh pada Nur.
Aryo dan pak Warno berjalan kearah Nur setelah Bram menyuruh mereka dengan kode senjatanya.
"Ibu."
Bagas menahan Nur yang terisak dan hendak menghampiri ibu Retno.
"Lepaskan ibu Bram, kamu memang bajingan."
Bram tertawa puas mendengar ucapan Nur.
"Lepaskan ibu dan ambil apa yang kamu inginkan lalu pergi dari sini," ucap Aryo sambil menahan emosinya.
Bagas dan Nur menatap kearah Aryo seolah-olah paham dengan ucapan Aryo.
"Kamu tahu apa yang aku inginkan Nur," Bram tersenyum licik.
Nur menatap kearah Bagas.
"Perlahan Gas, jangan coba-coba sok jadi pahlawan atau kamu mau melihat wanita ini mati," ancam Bram saat Bagas perlahan meraih saku belakang celananya dan mengeluarkan secarik kertas.
"Inikan yang kamu inginkan, ambilah dan segera enyah dari hadapan kami," ucap Bagas sambil menahan emosinya. Dia lalu menyerahkan kertas itu pada Nur.
Ana yang berada diposisi belakang terkejut melihat Kha yang datang mengendap-endap disamping pondok dan memberikan kode pada Ana agar tenang. Kha berada dekat dengan Aryo yang berdiri disamping Nur.
Sementara Raihan berada didalam pondok bersama dirinya dari masa depan dan hanya bisa menyaksikan keadaan diluar dari celah-celah tembok bambu.
"Dimana Kha?" tanya Raihan dari masa depan.
Raihan hanya menggeleng dan tidak melihat kalau Kha berada di depan pintu masuk pondok.
"Kha..." ucap Raihan dari masa depan dengan nada khawatir.
Perlahan Nur berjalan mendekat kearah Bram setelah Bram menyuruhnya untuk menyerahkan peta ditangannya.
Bram menerima peta itu dari tangan Nur dan tersenyum puas. Nur berjalan kembali ketempatnya dan berdiri disamping Aryo, lalu Aryo menggenggam erat tangan Nur untuk menenangkannya.
Bram menatap Nur dengan penuh cemburu lalu dia arahkan senjata apinya pada Nur dan menembaknya.
Semua terkejut termasuk Aryo yang reflek melindungi Nur dengan memasang badannya.
Bram mendorong tubuh ibu Retno hingga terjatuh dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Bagas yang hendak menghampiri Bram terkejut saat kakinya ditahan oleh tangan seseorang.
Semua tidak menperdulikan kepergian Bram, dan segera mendekat kearah ibu Retno, Aryo dan Nur dan seseorang yang terluka didekat mereka.
"Kha..." teriak Ana.
***
4 hari Sebelum Kiamat
Bram tergeletak dilantai apartemennya dan berteriak ketika Bagas menginjak perutnya yang terluka.
Darah keluar dari mulut Bram yang terbatuk-batuk. Dia tiba-tiba tertawa dan pasrah, "Ayo selesaikan saja Nur, itu yang kamu inginkan selama ini bukan."
Bagas merebut amplop yang berisi peta perlindungan yang berada ditangan Bram lalu pergi meninggalkannya.
Nur mendekat kearah Bram lalu duduk jongkok sambil menodongkan pistol kearah dada Bram. Dia tidak memperdulikan luka-luka yang dia alami saat bertarung satu lawan satu dengan Bram seperti permintaannya. Nur cukup puasa bisa mengalahkan mantan suaminya itu setelah hampir tiga bulan melatih dirinya.
"Memohonlah padaku, mungkin aku akan membiarkanmu hidup untuk melihat kiamat esok."
Tiba-tiba Bram meludahi wajah Nur dengan darah dimulutnya lalu tertawa keras.
Nur membiarkan darah Bram menempel diwajahnya lalu menarik pelatuk senjatanya.
Bram berhenti tertawa saat Nur menarik pelatuk pistolnya dan memasang wajah terkejutnya. Tidak terdengar suara letusan dari pistol Nur karena memang dia sengaja mengosongkan pistolnya. Nur tersenyum sinis lalu berdiri.
"Itu yang ingin aku lihat, wajah ketakutanmu. Dan aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah."
Nur melangkah pergi meninggalkan Bram, yang tanpa dia sadari perlahan Bram bangkit berdiri sambil berpegangan meja dapur, lalu meraih pisau didekatnya dan saat dia hendak melempar pisau itu kearah Nur, terdengar suara lelusan senjata api yang membuat Nur terkejut dan menoleh kebelakang.
Bram ambruk ke lantai dan terlihat dibelakangnya Bagas dengan senjata apinya yang baru saja melumpuhkan Bram.
"Periksalah Gas, dan pastikan dia mati, aku sudah muak melihatnya dan tidak berminat lagi melihatnya mati perlahan. Mungkin terlalu berbahaya bagi kita."
Bagas mengangguk, lalu mendekat kearah Bram. Dibaliknya tubuh Bram lalu memeriksanya. Saat hendak memeriksa nadinya, Bagas terkejut karena melihat bayangan wajah kakaknya Rini yang telah meninggal menggantikan wajah Bram. Bagas terjatuh dan mundur dengan menyeret dirinya. Di terdiam dengan jatung berdebar-debar sambil menatap wajah Bram yang sudah normal.
"Dia sudah mati?" Nur mendekat kearah Bagas yang masih tampak syok.
"Gas..." panggil Nur sambil jongkok menatap Bagas, "Dia sudah mati?"
Bagas terkejut menatap Nur dihadapannya, "Dia... dia sudah mati," Bagas bangkit berdiri menghindari tatapan Nur.
"Kita bawa dia pulang."
Nur terkejut dengan ucapan Bagas, "Kenapa kita tidak meninggalkan dia disini?" Nur bangkit berdiri menatap tubuh Bram.