18 Jam Sebelum Kiamat.
Ana, Raihan, Nur dan Bagas terkejut saat mereka saling berpapasan di jalan setapak diatas tebing yang menghubungkan dua sisi pantai.
"Ana..."
Panggilan Bagas tidak dihiraukan oleh Ana yang masih marah pada Bagas. Dia segera pergi meninggalkan mereka menuju arah tepian tebing tempat mereka biasa berkumpul.
"Ana," panggil Bagas lagi sambil mengejar Ana lalu Nur dan Raihanpun ikut dibelakang Bagas.
"Ana tunggu," Bagas menarik tangan Ana ketika mereka sampai ditepian tebing.
"Jangan sekarang Gas, aku masih marah dan muak padamu," ucap Ana kesal.
"Ana..." Nur mencoba menenangkan Ana.
"Dengarkan aku dulu Ana... Aku tahu aku salah, aku memang bajingan."
"Kamu lebih dari bajingan Gas, apa yang kamu lakukan itu benar-benar diluar batas kemanusiaan..."
"Ana..." teriak Nur yang membuat Ana terkejut.
"Kenapa kamu membelanya Nur, kamu tahukan yang telah dia lakukan?" Ana menatap kecewa pada Nur yang mengangguk padanya.
"Lebih baik kamu tidak usah ikut campur Nur, biar ini menjadi masalahku dengan Bagas, aku rasa hidupmu sendiri sudah cukup menyedihkan."
"Ana..." teriak Bagas mendengar olokan Ana pada Nur.
Tiba-tiba Ana, Raihan, Nur dan Bagas terkejut mendengar seseorang muncul sambil menertawakan pertengkaran mereka.
"Bram," teriak Nur dengan terkejut melihat kedatangan Bram sambil memegang tangan ibu Retno dan menodongkan pistol padanya.
"Halo sayang, terkejut melihatku masih hidup?" ucap Bram dengan nada mencemooh pada Nur.
Aryo dan pak Warno berjalan kearah Nur setelah Bram menyuruh mereka dengan kode senjatanya.
"Ibu."
Bagas menahan Nur yang terisak dan hendak menghampiri ibu Retno.
"Lepaskan ibu Bram, kamu memang bajingan."
Bram tertawa puas mendengar ucapan Nur.
"Lepaskan ibu dan ambil apa yang kamu inginkan lalu pergi dari sini," ucap Aryo sambil menahan emosinya.
Bagas dan Nur menatap kearah Aryo seolah-olah paham dengan ucapan Aryo.
"Kamu tahu apa yang aku inginkan Nur," Bram tersenyum licik.
Nur menatap kearah Bagas.
"Perlahan Gas, jangan coba-coba sok jadi pahlawan atau kamu mau melihat wanita ini mati," ancam Bram saat Bagas perlahan meraih saku belakang celananya dan mengeluarkan secarik kertas.
"Inikan yang kamu inginkan, ambilah dan segera enyah dari hadapan kami," ucap Bagas sambil menahan emosinya. Dia lalu menyerahkan kertas itu pada Nur.
Ana dan Raihan yang berada dibelakang tampak cemas melihat keadaan dihadapan mereka.
Perlahan Nur berjalan mendekat kearah Bram setelah Bram menyuruhnya untuk menyerahkan peta ditangannya.