cerita sebelum kiamat

Bramanditya
Chapter #29

15 Jam Sebelum Kiamat : Perpisahan pt.5

"Sudah lama kita tidak melalui jalan pintas ini, kelihatannya semakin menanjak," Raihan berhenti dan mengatur nafasnya yang mulai berat setelah melalui jalan menanjak, "Mungkin seharusnya kita lewat jalan raya."

Bagas yang berada didepan menghentikan langkahnya dan tersenyum lalu menatap kearah Raihan, "Jalur ini masih sama seperti terakhir kita melewatinya bertahun-tahun lalu, kamunya saja yang tidak bertenaga."

Semuanya tersenyum dan ikut beristirahat.

"Ada yang ingin bercerita tentang Kha dan pamannya?" Nur memecah keheningan.

"Atau tempat perlindungan dan peta yang tiba-tiba semua memilikinya," balas Raihan.

"Tiba-tiba kita seperti orang asing bagi satu sama lain, begitu banyak rahasia bukan?" Bagas kembali berjalan lalu dikuti mereka.

"Aku tidak banyak tahu tentang Kha, apalagi pamannya. Baru pagi ini aku tidak sengaja bertemu Kha di hutan," ucap Ana sambil berjalan di samping Nur.

"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Raihan penasaran.

"Maksudmu?"

"Apa dia mengatakan siapa dia dan kenapa dia ada disini?"

Ana berhenti dan menatap Raihan dibelakangnya, "Dia tidak mengatakan apapun kecuali namanya lalu pergi begitu saja. Bukankah kamu yang seharusnya lebih tahu karena kamu bersama pamannya?" tanya Ana balik lalu melanjutkan langkahnya.

"Aku bertemu Kha dan pamannya waktu perjalanan kesini," Raihan menatap teman-temannya didepan, seperti menunggu reaksi mereka kecuali Aryo yang berjalan dibelakangnya.

"Lalu kenapa kamu membawanya ke pantai bukan ke rumah?" tanya Ana

"Mereka yang meminta untuk ke pantai dan memintaku untuk merahasiakan keberadaan mereka." Raihan berhenti melangkah dan mengatur nafasnya kembali, "Dan jangan tanya kenapa karena akupun tidak tahu."

"Mungkin Kha mencariku."

Semua terkejut mendengar ucapan Aryo dan membuat mereka berhenti berjalan dan menatapnya.

"Aku bertemu Kha beberapa bulan lalu di kota, dia adalah anak dari rekan kerjaku di tempat perlindungan."

Semua masih menatap kearah Aryo.

"Dia mencari ibunya yang masih berada ditempat perlindungan, seperti aku mencari Diana. Dia pikir aku tahu lokasinya namun aku tidak pernah bisa menemukan lokasi tempat perlindungan itu," lanjut Aryo.

"Hanya sebatas itu, lalu kami bertukar nomor telpon dan berpisah dan bertemu lagi tadi setelah beberapa lama. Aku tidak tahu tentang pamannya atau bagaimana dia bisa menemukan aku disini," Aryo berjalan melewati teman-temannya.

"Jadi tempat perlindungan ini benar-benar ada Yok?"

Aryo berpaling pada Nur dan mengangguk, "Dua tahun lalu aku mulai mengerjakan proyek super rahasia ini dari seseoramg yang akupun tidak tahu siapa?"

Ana menunduk mendengar ucapan Aryo, menyembunyikan raut wajahnya.

"Disanalah aku bertemu dengan Diana, kami bekerja bersama tanpa kami ketahui untuk apa seseorang membangun tempat perlindungan yang besar dengan fasilitas yang cukup lengkap dan canggih," lanjut Aryo sambil menatap kearah Nur yang menatapnya balik.

"Sampai enam bulan lalu saat aku keluar lebih dahulu dari lokasi tempat perlindungan, aku baru tahu tentang kiamat ini."

"Dan Diana?"

Semua terkejut dengan pertanyaan Nur.

"Dia tidak pernah datang." ucap Aryo lalu kembali berjalan yang diikuti yang lain.

"Dari mana kalian mendapatkan peta itu," tanya Aryo.

Nur dan Bagas saling menatap.

"Rekan kerjaku memberikan peta itu, dia kira itu palsu seperti yang banyak beredar di masyarakat," Bagas berbohong pada teman-temannya.

"Dan kenapa kalian bisa yakin peta itu asli lalu memberikan yang palsu pada Bram?"

Bagas menghentikan langkahnya diikuti Nur, Raihan dan Ana, "Apa yang ingin kau tuduhan kepada kami?" ucap Bagas dengan nada tinggi.

Kini semua menatap kearah Aryo yang berhenti dan berpaling ke belakang. Dia mengangkat bahunya, "Tidak ada, hanya tidak habis pikir dengan peta yang mudah didapat padahal aku tahu proyek itu sangat rahasia."

Aryo melanjutkan perjalanan diikuti yang lain.

"Mungkin kami hanya menebaknya saja karena peta itu berbeda dengan beberapa peta yang beredar. Dan karena tidak yakin dengan kebenaran peta itu, membuat aku, Bagas dan Ana lebih memilih untuk merahasiakannnya daripada memberikan harapan yang belum pasti. Seperti yang kamu lakukan." Nur mencoba menenangkan keadaan.

"Sudahlah, itu semua tidak penting lagi. Sekarang kita harus fokus menuju ke tempat perlindungan segera karena beberapa jam lagi kiamat akan dimulai," Ana mempercepat langkahnya dan melewati teman-temannya lalu berhenti dijalan masuk menuju rumah panti.

"Kira-kira limabelas jam lagi, itu perkiraan dari pemerintah," Raihan berhenti paling terakhir disamping Aryo sambil melihat jam tangannya.

Mereka melangkah memasuki halaman rumah.

"Aku cari handphone dan kunci mobilku dulu," Aryo berjalan masuk kedalam rumah.

"Yok...." Raihan berteriak sambil mencari mobilnya yang tidak ada dihalaman, "Dimana mobilku."

Raihan tampak panik sambil menatap kearah Aryo.

"Bram membawanya."

Raihan terkejut, "Bram... Bram membawa... tidak tidak tidak sial...," umpat Raihan

Semua terlihat bingung dengan sikap Raihan.

"Ada apa?, kamu meninggalkan sesuatu yang penting di mobilmu?" tanya Ana dengan penuh curiga.

"Aku... aku...."

"Ihan..." teriak Aryo pada Raiham yang panik.

Tiba-tiba Raihan berlari kearah semak-semak dan muntah disana. Nur segera menghampirinya dan membantu menenagkan Raihan.

Aryo keluar dari dalam rumah setelah sepuluh menit berlalu dan berjalan menuju mobilnya lalu masuk dan menghindupkannya.

"Apa yang tertinggal di mobilmu Han?" tanya Bagas setelah masuk kedalam mobil duduk didepan disamping Aryo.

"Hanya barang-barang milik istri dan anakku," jawab Raihan yang duduk dibelakang bersama Ana dan Nur.

"Dimana petanya?" tanya Aryo sambil mengisi daya batery handphonenya ke mobil. Dia menerima peta dari Bagas dan memeriksanya.

"Kamu tahu rutenya Yok?" tanya Ana.

"Aku pernah sampai dititik ini, titik paling dekat dengan kita, sisanya kita akan mencarinya karena gunung seribu ini sangat luas, kelihatanya arah menuju perbatasan," Aryo menunjukan petanya pada semua lalu menyerahkan pada Bagas.

Aryo menghidupkan handphonenya lalu meletakkannya kembali dan mulai membawa mobilnya keluar halaman. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan nada pesan masuk dihandphonnya. Dia menghentikan mobilnya dan melihatnya, sebuah pesan dari Bayu.

Aryo, ini Bayu, maaf baru sempat memberikanmu kabar ini karena disini situasi sedang mencekam. Diana datang kesini setelah beberapa jam kepergianmu. Dia akan menyusulmu ke pantai...p

"Yok, semua baik-baik saja?" tanya Bagas pada Aryo yang diam menatap layar handphonenya.

"Yok..." panggil Nur lembut.

Aryo terkejut lalu menatap sahabatnya bergantian.

"Aku tidak akan pergi ke tempat perlindungan."

Semuanya terkejut dan hanya menatap Aryo yang tergesa-gesa meraih handphonenya dan kabel pengisi daya lalu keluar dari mobil.

Semua panik dan ikut keluar dari mobil.

"Yok, apa maksudmu?" teriak Bagas.

"Ada apa yok?" Raihan menghampiri Aryo.

"Katakan ada apa?" Ana ikut menghampiri Aryo yang menatap sahabat-sahabatnya dengan tatapan sendu lalu dipandangnya Nur.

"Dia akan datang Yok? Diana," ucap Nur tenang.

Semua menatap kearah Nur dengan terkejut lalu menatap kembali ke Aryo.

"Benar Yok?" tanya Ana

Aryo mengangguk dengan masih menatap Nur.

"Kita bisa menunggunya, telponlah dia atau kirim pesan padanya kalau kita menunggunya disini," Bagas menghampiri Aryo.

"Aku tidak pernah bisa menghubunginya, entah kenapa," Aryo menghela nafas panjang, "Seorang teman mengirim pesan padaku kalau Diana akan datang ke pantai."

"Lalu bagaimana Yok, hanya kamu yang tahu lokasi tempat perlindungan ini," ucap Raihan panik.

Kini semua telah mengelilingi Aryo.

"Hanya seperempat perjalanan yang aku tahu Han, selebihnya kita harus mengikuti petunjuk peta ini."

"Mungkin kita bisa menunggu Diana sebentar,"

"Tidak ada waktu Han," bantah Aryo, "kita tidak tahu kapan dia akan datang."

"Atau kamu tidak yakin dia akan datang,"

Semua terkejut dengan ucapan Ana.

Aryo hanya terdiam.

"Yok...?" tatap Raihan seolah meminta penjelasan pada Aryo.

"Dia akan datang, Diana akan datang kesini. Dan kamu harus berada disini saat dia datang untukmu," Nur tersenyum memegang pundak Aryo.

"Dan berjanjilah kalian akan segera menyusul kami ke tempat perlindungan," lanjut Nur.

Aryo menatap Nur, "Nur..."

"Gas berikan petanya pada Aryo biar dia memotret dengan handphonenya," perintah Nur.

Semua masih terkejut dengan ucapan Nur, begitupun Bagas yang langsung mengikuti perintah Nur.

Lihat selengkapnya