Aryo dan Raihan dengan hati-hati mengeluarkan Bagas dari dalam mobil.
"Kakiku ... kakiku yok," teriak Bagas.
"Semuanya akan baik-baik saja Gas."
Aryo dan Raihan memapah Bagas menjauh dari mobil dan membaringkannya dengan hati-hati di tanah lapang.
Aryo menghampiri Nur yang berada disisi Ana yang tidak sadarkan diri. Dia lalu memeriksa keadaan Ana dan mengangkatnya setelah yakin tidak ada luka serius padanya. Dibaringkannya tubuh Ana di samping Bagas.
"Dia baik-baik saja Yok?"
Aryo mengangguk pada Bagas, "Aku rasa dia hanya shock."
"Bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik-baik saja selain kakiku mungkin ada yang patah," jawab Bagas.
Ana sadar setelah Nur membantunya, "Apa yang terjadi?"
"Kamu pingsan karena ledakan serpihan meteor," Nur membantunya duduk, "Ada yang terluka?"
"Aku rasa tidak ada."
"Bagaimana Han?" tanya Aryo.
Raihan meletakkan barang-barang yang dia ambil dari dalam mobil disamping Aryo lalu duduk disampingnya.
"Kelihatannya kita harus berjalan setelah ini, mesinnya hancur."
"Kita istirahat disini sebentar sambil memikirkan langkah selanjutnya," Aryo bangkit berdiri.
Semua terkejut saat mobil meledak didepan mereka.
"Paling tidak kita tidak perlu membuat api unggun ... aaah ... aah," Bagas merintih kesakitan saat Nur mengobati lukanya.
"Mau kemana Yok?" tanya Raihan saat melihat Aryo mengambil senter dari dalam tas.
"Mau melihat keatas, siapa tahu ada petunjuk atau sesuatu," Aryo menunjuk bukit dibelakang mereka.
"Aku akan menemanimu," Raihan bangkit.
Aryo tersenyum, "Yakin dengan bukit itu?"
Raihan ragu menatap bukit dihadapannya. Ana bangkit dan meraih senter dari tangan Raihan, "Biar aku saja."
"Ana ..." Nur protes.
"Aku baik-baik saja Nur."
***
Aryo sesekali membantu Ana saat kesulitan menaiki tanjakan bukit. Kontur bukit dengan tanah padas yang tertutup tanah keras membuat mereka tidak kesulitan menuju puncak bukit.
"Kamu benar-benar lupa dengan tempatnya Yok?"
"Bukan lupa, tapi memang sedari awal aku tidak pernah melihat jalan saat menuju tempat perlindungan, mereka menutup mata kami."
Ana terkejut, "Ekstrem juga mereka."
"Mereka sangat hati-hati, mungkin saja mereka menutup jalur masuk menuju tempat perlindungan agar tidak mudah ditemukan, makanya saat tahu kalian memiliki peta itu aku sangat terkejut karena begitu mudah orang mengetahui tentang tempat perlindungan ini."
"Sebenarnya aku mendapatkan peta ini dari pacarku ... mantan," Ana mempertegas.
"Dia pernah bekerja di tempat perlindungan?"
"Bukan," Ana sedikit ragu, "Dia yang membangun tempat perlindungannya."
Aryo terkejut lalu berhenti dan menoleh padanya, "Kamu serius?"
Ana mengangguk, "Orang yang sama yang membiayai ini semua," Ana menunjuk tubuhnya dari atas sampai ke bawah, "Termasuk menentukan ukuran ini," Ana menunjuk payudaranya.
"Serius?" Aryo terkejut lalu tertawa bersama Ana dan melanjutkan perjalanan mereka.
"Siapa dia?" tanya Aryo.
"Orang tuanya sebenarnya yang berada dibalik kesuksesan yang dia miliki sekarang. Mereka termasuk pengusaha terkaya se-asia dengan koneksi di lingkaran istana."
"Hebat juga pacarmu," goda Aryo.
"Mantan ... dia sudah menikah dengan wanita tulen bukan imitasi."
"Hei ... Hei ... jangan seperti itu, mungkin dia juga mencintaimu, buktinya dia memberikan peta padamu."
Ana terdiam mendengar ucapan Aryo.
"Mungkin saat ini mereka semua sedang berada di dalam tempat perlindungan dengan semua harta mereka yang juga ikut didalamnya."
"Mungkin, tapi untuk semua harta mereka aku meragukannya."
"Maksudmu?" Ana tampak bingung.
"Ada banyak perubahan setelah setengah perjalanan pembangunan, yang seharusnya banyak ruang untuk penyimpanan seperti emas, berlian, dan katanya senjata api tapi mereka ubah dengan lebih banyak untuk bahan makanan, pertanian dalam ruangan dan memperbanyak sumber air," Aryo yang sampai pertama kali ke puncak bukit, dia lalu menarik tangan Ana agar tiba di puncak.
"Serius! Pertanian dalam tempat perlindungan?"
"Iya, dari seseorang yang dekat denganku disana, dia bilang mereka memiliki semacam energi matahari tiruan."