Mereka segera mendekat menuju tempat perlindungan. Raihan dan Aryo memapah Bagas yang terluka kakinya. Suara gemuruh yang keras membuat mereka berhenti karen terkejut, lalu mereka merasakan tanah bergetar cukup hebat karena gempa yang cukup besar. Mereka diam ditempat meraka lalu tiarap ketanah.
Sebuah batu panas seukuran bola sepak jatuh dan membuat ledakan kecil disamping Ana yang membuatnya terkejut dan tas ditangannya terlepas.
"Ana kamu baik-baik saja," teriak Aryo.
"Apa itu Han?" tanya Bagas.
"Itu material yang terlempar ke angkasa akibat tumbukan meteor, sekarang material itu jatuh kembali ke Bumi seperti peluru." Raihan bangkit berdiri setelah gempa reda.
Raihan mengangkat Bagas dibantu Aryo, "Ayo, akan semakin banyak material yang akan jatuh."
Ana dan Nur ikut bangkit dan berjalan mengikuti dari belakang. Beberapa material batu panas dan berapi jatuh disekitar mereka.
Suara gemuruh tedengar kembali, walaupun terkejut mereka tetap berjalan menuju tempat perlindungan.
"Tsunami," ucap Raihan sambil mengatur nafasnya saat sampai didepan pintu tempat perlindungan.
"Sekarang bagaiaman Yok." Nur menatap Aryo.
"Hei ... Hei ...." Ana berteriak sambil mengangkat kedua tangannya kearah kamera pengawa diatas mereka.
"Hei ... buka pintunya." Raihan meniru Ana.
Nur menghampiri Bagas dan merangkulkan tangan Bagas ke lehernya.
Aryo melepas tangan Bagas dan berjalan mendekat ke pintu dan memegang sebuah layar yang menunjukkan angka-angka.
"Mereka tidak akan membukakan pintunya," ucap Bagas pada Raihan dan Ana yang kemudian berhenti berteriak kearah kamera pengawas, "Mereka tidak memberikanmu kode saat bekerja disini Yok?" tanya Bagas.
"Mereka belum memasang alat pengunci ini," jawab Aryo.
"Jadi semuanya sia-sia?" wajah Ana tampak kecewa.
Suara gemuruh itu semakin dekat dan material yang jatuh belum berhenti yang membuat semuanya panik.
"Jadi hanya sampai disini kita, tanpa mengetahui jawaban tentang keadaan dan siapa yang ada didalam," Raihan berjalan lemas keluar menjauh namun Ana menariknya tepat saat sebuah batu panas terjatuh dihadapan mereka.
"Ihan ...." teriak Nur melihat Raihan dan Ana terjatuh.
Aryo teringat sesuatu dan segera mengeluarkan jurnal milik Kha. Dibukanya halaman pertama jurnal.
Seharusnya mereka membukakan pintunya, seperti saat paman Raihan dan bibi Ana datang dulu, tapi tekanlah nomor 718873 kalau mereka tidak membuka pintu untuk kalian.
Semua terkejut saat Aryo menekan nomor pada layar dan pintu terbuka.
"Ayo ...." teriak Aryo pada teman-temannya.
Raihan menarik tangan Ana dengan tiba-tiba yang membuatnya terkejut.
"Ihan ... ada apa?"
"Mana tasku?" Raihan tampak syok Ana tidak membawa tasnya.
"Aku ... aku meninggalkanya."
"Apa ... kamu ...." Raihan tampak emosi.
"Tasmu hancur karena batu panas itu." Ana membela diri.
Raihan hendak keluar mengambil tasnya namun Bagas mencegahnya dan menarik tangannya.
"Han ... lupakanlah."
"Aku harus mengambilnya, itu masa depanku .... "
Semua terkejut saat air bah datang dari atas tempat perlindungan, Ana segera menekan tombol disamping pintu dan membuat pintu tertutup.
"Tidakkk ...." teriak Raihan.
***
"Sudah saatnya paman?" Kha menatap ke arah langit yang banyak titik-titik api bergerak turun begitu cepat kebawah.
"Sudah saatnya Kha, tugas kita sudah selesai." Raihan menatap kearah lautan yang sudah surut airnya beberapa saat lalu dan ombak setinggi hampir gedung pencangkar langit kian mendekat kearah meteka dengan suara gemuruhnya yang keras.
"Jangan takut Kha." bu Retno memegang erat tangan Kha dan Raihan.
"Kita semua sudah menyelesaikan tugas kita," ucap pak Warno sambil memegang tangan Kha dan merangkul bu Retno.
"Terimakasih paman." Kha terisak dan disambut anggukan dari Raihan.
Dan ombak Tsunamipun datang dan menghempaskan mereka.
***
"Ayah ...."
Bayu mendekap erat putrinya dan merangkul istrinya.