Hari Jumat di minggu itu, akhirnya permintaan para murid laki-laki dikabulkan oleh Pak Bani. Penantian mereka yang sangat membosankan selama berminggu-minggu, mempelajari teori-teori tanpa praktek pada mata pelajaran olahraga pun terbayarkan. Baru satu kata terucap dari mulut Pak Bani, dua kaki mereka berlari kencang menuju lapangan. Mereka lantas mengambil bola sepak dari gudang peralatan olahraga dan mulai menendangnya ke lapangan. Permainan sepak bola sempat berlangsung beberapa saat. Namun, Pak Bani menangkap bola itu layaknya penjaga gawang saat ada murid yang tak sengaja menendang ke arahnya.
Pak Bani meniup peluit yang dikalunginya dan berseru pada semua murid di kelasku yang sedang asik dengan aktivitas olahraga mereka masing-masing. “Ayo, semuanya! Berkumpul ke sini!” Semua murid pun berkumpul ke tengah lapangan. “Hari ini, kita akan bertanding bola kasti.” Awalnya, murid-murid tampak bingung. “Peraturan dan cara mainnya gampang. Kalian pasti langsung bisa. Dengar baik-baik, ya.” Pak Bani pun mulai menjelaskan dasar-dasar permainan tersebut.
Setelah mendengarkan penjelasan yang cukup simpang siur untuk kami semua mengerti dalam sedetik, Tara lantas menjawabnya dengan singkat. “Oh, kayak permainan bisbol, ya Pak?”
Desas-desus di antara murid laki-laki dan perempuan pun terjadi. Dari yang kulihat, mereka tampaknya mulai mengerti seperti apa permainan ini. Seperti katanya, bola kasti memang mirip seperti permainan bola bisbol. Ada yang memukul bola, ada yang melempar, ada yang lari dari pos pertama sampai terakhir, dan ada yang berusaha melempar bola pada mereka yang berlari di antara pos-pos yang mengitari lapangan. Namun, ada juga perbedaan antara permainan ini dan permainan bola bisbol.
Tara jadi pemukul bola pertama di timnya. Sedangkan, Bayu jadi pelempar bola pertama di timku. Tongkat yang jadi pemukulnya hanyalah sebalok kayu bekas yang diberikan Pak Bani, entah darimana ia menemukannya. Aku pernah melihat permainan bola Bisbol di televisi. Tongkat pemukulnya sangat berbeda dengan yang digunakan Tara sekarang. Sudah pasti, ia akan meleset di percobaan pertama dengan balok kayu itu.
Tongkat itu diayunkan setelah Bayu melesatkan bola kecil warna hijau dari tangannya dengan cepat. Bunyi seperti benda terpukul antara bola dan tongkatnya menandakan ia berhasil mengenai bola itu dengan tongkat balok bekas itu. Bola melambung dan jatuh ke balkon lantai dua gedung sekolah. Tidak ada dari timku yang berusaha mengambil bolanya. Mereka hanya bergeming sesaat, meskipun pada akhirnya ada beberapa yang tetap mengambilnya. Itu adalah keberuntungan yang Tara dapatkan, yang disebut Pak Bani sebagai pukulan homerun. Ia lantas menyuruhnya berlari dari pos pertama hingga pos terakhir secepat yang ia bisa. Namun, gadis yang ternyata sudah mengerti permainan ini dibandingkan dengan murid yang lain malah berlari santai hingga pos terakhir.
Dua kali Bayu menjadi pelempar bola dan dua kali bola itu seolah sengaja diarahkan ke tongkat. Beruntungnya, pukulan dari Gina, sebagai pemukul kedua setelah Tara, hanya melambungkan bola tinggi dan jatuh tidak jauh dari para penjaga yang berjaga di dekat pos kedua dan ketiga. Namun, ia tetap berhasil sampai di pos pertama, melewati para penjaga yang berusaha mengenainya dengan bola itu.
Ketika Nora dapat giliran jadi pemukul ketiga, Bayu mendadak memintaku menggantikannya sebagai pelempar bola. Apa-apaan ini? Aku sempat menggelengkan kepala, namun ia tetap bersikeras. Dengan gugup, aku terpaksa melangkah maju dan meraih bola dari tangan Bayu. Alasannya ternyata sepele, aku memiliki lengan yang panjang dan besar daripada lengannya. Ia yakin dengan begitu lemparan bolanya akan lebih kuat dan kencang daripada lemparannya. Tetapi, kenapa harus Nora yang jadi pemukul bolanya?