CERMIN DARI TIMUR

Greace Lee Mayer Ectas Latul
Chapter #1

PROLOG

Sepenggal tanya dari seorang laki-laki paruh baya di hadapan Mansyur Tuharea itu sama sekali tak membuatnya gerah. Mansyur Tuharea remaja ini hanya menanggapinya dengan senyum, samar. Walau agak aneh mendengar pertanyaan itu, kupingnya terasa gatal, Mansyur Tuharea tetap bersikap sopan.

“Apa kau tidak malu?”

Laki-laki paruh baya di hadapannya itu adalah salah seorang tokoh agama, seorang imam yang sangat terpandang di desanya, Desa Tengah-Tengah, Kabupaten Maluku Tengah. Laki-laki paruh baya nan bijaksana ini siapa lagi kalau bukan ayahnya, Haji Muhammad Jen Tuharea. Beliaulah yang selama ini mendidik dan menempa Mansyur Tuharea agar menjadi pribadi yang prima, berkarakter, dan mandiri.

Tak cukup hanya itu Haji Muhammad Jen Tuharea juga sering menasehati anaknya itu untuk senantiasa berbagi dengan sesamanya, memiliki kepedulian sosial, dan bermanfaat bagi orang banyak. Pendidikkan agama, moral, etika, dan cara bermasyarakat juga senantiasa mengalir sejuk di setiap tutur kata papanya itu.

Di siang yang terik, di saat peluh penduduk dusun membasahi tubuh-tubuh mereka sehabis pulang dari hutan, di saat itulah Haji Muhammad Jen Tuharea tengah menasehati anak kesayangannya itu. Pandangan matanya tajam menyelidik, ingin melihat seberapa besar tekad anaknya itu untuk belajar hidup mandiri, tidak cengeng, dan senantiasa memiliki mental yang tangguh. Terlebih lagi bila saatnya nanti Mansyur Tuharea remaja itu kian tumbuh dewasa dan hidup di tengah-tengah masyarakat luas nanti, Haji Muhammad Jen Tuharea senantiasa berpesan agar anak kesayanganya itu jangan hanya memikirkan dirinya sendiri, melainkan sekaligus juga harus dapat membawa manfaat bagi orang banyak.

“Apa ose seng malu?”

Perempuan paruh baya nan bijaksana dengan pandangan matanya yang teduh ini kembali memperhatikan anaknya itu penuh kesabaran.

Lagi-lagi itu pula Mansyur Tuharea remaja ini hanya tersenyum. Tentu saja ia bukannya bermaksud ingin mentertawakan pertanyaan-pertanyaan kedua orang tuanya itu. Hanya saja, ia sedikit merasa geli saja.

Beta seng malu, Mama.”

Lihat selengkapnya