Negeri Tengah-Tengah adalah tanah kelahiran Mansyur Tuharea. Dari sanalah Mansyur memulai rencana-rencananya. Salah satu rencana yang tengah diawalinya adalah menjadi kernet angkutan umum jurusan Tengah-Tengah – Ambon. Penuh semangat, tanpa mengenal malu maupun perasaan gengsi sedikit pun Mansyur Tuharea remaja ini mulai menekuni profesinya sebagai seorang kernet angkutan umum.
Tanpa mengenal lelah, laki-laki lincah nan gesit kelahiran 1963 ini terus sibuk berteriak-teriak mencari penumpang di bawah teriknya sinar matahari siang itu. Tidak jarang pula ia harus berlarian ke sana kemari untuk mencari penumpang. Kadang pula ia sangat ringan tangan membantu mengangkat barang-barang bawaan beberapa orang penumpang yang akan naik ke dalam angkutan milik keluarganya itu.
Tak selang berapa lama kemudian, satu persatu penumpang yang diinginkannya itu pun mulai memenuhi mobil angkutan milik keluarganya itu. Terang saja hal itu semakin membuat Mansyur senang, dan semakin bersemangat untuk menjalani profesinya sebagai seorang kernet angkutan umum.
Namun…
Sewaktu ia akan kembali mendekati mobil angkutan umumnya itu, tiba-tiba ia merasa ada seorang calon penumpang lain yang tengah memperhatikan dirinya dengan pandangan mata aneh.
Karena merasa tengah diperhatikan seseorang, Mansyur pun segera mengalihkan perhatiannya ke samping. Dan, ternyata perasaannya itu benar. Ternyata tak jauh dari hadapannya sekarang ia melihat Raymond, salah seorang temannya sewaktu masih sekolah di SMP Negeri Tulehu itu memang tengah memperhatikan dirinya, saksama. Keningnya pun tampak sedikit berkerut sembari kedua matanya yang tajam itu terus memperhatikan Mansyur Tuharea di depannya, penuh keheranan.
Seorang gadis manis yang tengah berdiri persis di samping Raymond, teman SMP-nya itu pun ikut-ikutan pula memandangi dirinya penuh keheranan. Bahkan, bisa jadi bukan hanya heran, melainkan malah sudah berkesan merendahkannya!
“Ose…?!” ujarnya, penuh kejut.
Keterkejutan Raymond ini ternyata membawa pula sikap gadis manis di sebelah bekas teman sekolahnya dulu itu semakin berkesan kurang simpatik pada Mansyur Tuharea. Buktinya, pandangan mata gadis manis itu malah mulai dialihkan ke tempat lain. Judes sekali kelihatannya memang.
Lagi-lagi, Mansyur hanya bisa tersenyum. Dan, lagi-lagi itu pula, ia tak tersinggung melihat sikap kurang simpatik dari bekas teman sekolahnya itu. Termasuk juga dengan gadis manis yang menemaninya itu.
“Kenapa ose memperhatikan beta seperti ini?” sambut Mansyur, tetap saja masih bernada ramah seperti biasa.
Sejenak Raymond dan teman gadisnya itu tak berkata-kata. Keduanya hanya saling berpandangan. Entah apa maksudnya.
“Ah! Kamong ini seperti melihat Hantu Seram saja. Beta ini Mansyur Tuharea. Masak ose lupa?” lanjut Mansyur Tuharea, sengaja menggoda.