Aku benci menjaga kedai di bulan Desember! Di hari-hari yang hampir sepenuhnya basah oleh air hujan. Sebenarnya bagus sih karena aku tidak harus keluar, tapi tetap saja ini membosankan. Tidak banyak pelanggan yang akan datang di hari dingin seperti ini. Kalau saja Kak Lana tidak cuti, aku tidak akan berada di sini sekarang.
Aku duduk di dekat pintu, melihat hujan yang terus turun dari balik pintu kaca dan memegang sapu. Aku baru saja selesai membersihkan seluruh tempat ini. Kak Rara, salah satu karyawan kedai ayam sederhana ini, berdiri di balik meja kasir. Kelihatannya ia lelah karena harus menjaga kedai sejak pagi sendirian, sedangkan aku baru datang pada siang hari. Sebenarnya hari ini kegiatan PORSENI di sekolah tidak ada, tetapi tadi aku harus mengurus barang-barang bersama teman-teman sekelasku.
Sekarang sudah hampir jam lima sore dan hujan takkunjung reda. Beberapa orang akhirnya datang ke kedai kami. Mereka tiga orang gadis muda berusia sekitar awal 20, mungkin seumur Kak Rara. Gadis-gadis itu memesan beberapa paket sayap ayam dan minuman bersoda. Aku mengantarkan pesanan mereka lalu bertukar posisi menjaga kasir, sedangkan Kak Rara pergi mengurus dapur.
Di tempat yang tidak begitu besar dan hanya ada kami berempat, hampir semua suara dapat terdengar jelas kecuali suara hujan di depan. Dengan tidak sengaja aku dapat mendengar percakapan gadis-gadis itu. Mereka sedang membahas kisah percintaan mereka yang kandas di tengah jalan, walau ada satu di antara mereka yang masih memiliki pasangan.
Salah satu gadis yang kini melajang itu berkata, “Tapi kayaknya emang bener ya cinta pertama itu gak akan pernah berhasil.”