Nina menenteng tas laptopnya dengan banyak buku di tangan dan tumblr 500ml di tangan lain berjalan melintasi lapangan abu-abu yang dinamai lapmer alias lapangan merah. Dulu lapangan itu memang katanya warnanya merah, tapi entah kenapa jadi dicat ulang dengan warna abu-abu. Ia melangkahkan kakinya melewati gerbang kecil menuju kantin arsitek. Ia harus segera ke gedung desain di belakang kampus yang jauhnya minta ampun karena ia harus mengumpulkan tugas.
Langkahnya tidak dihentikan sama sekali walau ia merasa ingin sedikit beristirahat berjalan lambat. Ia tahu, Kares sedang berusaha mengejarnya di belakang. Ketika Kares melemparkan pertanyaan itu ia tidak bisa menjawab hanya bisa terpaku sejenak dan menertawakan pemuda itu dengan canggung. Dadanya berdegup cepat dan ia merasa sesungguhnya inilah waktu yang tepat untuk memutuskan Kares agar ia bisa bersama Hugo. Tetapi tatapan Kares saat itu begitu menusuk dan sakit.
“Candy!” Kares mengejar Nina dan tidak melepaskan panggilan sayangnya walau pun sudah jelas gadis itu tidak menjawab pertanyaannya. “Kok kamu yang marah sih?”
Nina mengabaikan Kares dan terus berjalan. Ia harus marah. Ia harus merasa tersinggung dengan pertanyaan Kares. Agar Kares percaya bahwa perasaannya pada Kares selalu sama sejak dulu.
“Hei, tunggu, dong!” Kares menangkap tangan Nina dan menahannya. “Aku cuma nanya.”
“Kamu gak percaya ya sama aku?” Nina bertanya balik. Salah satu cara untuk tidak berbohong juga tidak jujur adalah bertanya balik. Jurus politikus.
“Chan,” Kares mengusap jemari Nina dengan lembut, “aku cuma nanya doang. Soalnya kamu… aneh akhir-akhir ini.”
“Aneh?” Nina menghela napas.
“Kamu terlalu peduli sama Hugo,” Kares berkata pelan sambil melepaskan tangan Nina seakan yakin gadis itu kali ini tidak akan kabur lagi.
“Dia sobat aku, Kares,” ujar Nina mulai melunak. “Masalahnya Bintan juga kan ngilang. Mereka berdua gabisa aku hubungin.”
“Chan, Bintan ilang! Lo sempet kontakan gak?”
“Hah? Ilang?”
“Iya ilang, Chan! Lo di mana? Gue nyariin di kosannya juga gak ada!”
“Go, sabar dulu…”
“Kita abis berantem, Chan! Dan dia pergi gitu aja! Lo di mana?”
Nina mengingat kembali kejadian itu, dua minggu yang lalu, ketika Bintan tiba-tiba tidak bisa dihubungi dan Hugo meneleponnya dengan panik. Dan beberapa hari kemudian Hugo yang menghilang. Jelas ia panik, sesuatu telah terjadi pada sahabatnya dan pacarnya. Dan ia semakin menyadari bahwa Hugo ternyata menyita lebih banyak perhatiannya dari yang dikiranya ketika pemuda itu juga menghilang selama hampir seminggu.
“Kares,” Nina mengulurkan tangannya yang disambut dengan Kares yang menggenggam tangannya dengan erat.
“Aku cinta mati sama kamu, Chan,” ujar Kares sambil mengelus pipi Nina dengan lembut, “karena itu aku tahu kalau kamu enggak pernah cinta sama aku.”
“Aku sayang kamu, Kares,” ujar Nina buru-buru. Ia tidak berbohong, ia menyayangi Kares. Tidak ingin menyakitinya. Karena Kares adalah yang terbaik yang pernah ada untuknya. Walau ia kadang sedikit terlalu sibuk dan Hugo lah yang mengisi jeda itu, tetapi kedewasaan Kares tetap membuat pemuda itu menjadi tempat bersandar paling nyaman untuk Nina setelah ia lelah seharian menghadapi hari.
“Aku juga sayang kamu, Chandlina. Dan aku gak mau nyiksa kamu lagi.”
“…”
“Kita putus aja, Chan. Aku tahu kamu jatuh cinta sama Hugo.”
“Res…” mata Nina mulai berkaca-kaca. “Enggak.”
“Aku engga buta, Chan.”
“Aku gak suka sama Hugo…”
“Kamu gak sadar suka sama Hugo?”
“Enggak, Kares… Aku gak suka sama Hugo,” Nina menunduk. Kares selalu begitu. Selalu mementingkan Nina, tapi di saat yang sama juga melupakan Nina. Ketika Kares mementingkan Nina laki-laki itu bisa menjadi Kares yang paling disukainya. Seperti sekarang. “Aku sayang kamu.”
“Aku juga. Tapi, Candy, love is free. Aku gak mau ngehalangin kamu. Semoga Bintan cepat sadar kalau Hugo juga jatuh cinta sama kamu.” Kares mengangkat wajah Nina dan mencubit pelan pipinya lalu ia berbalik pergi.
Nina berdiri memandang punggung Kares yang tegap dan lebar. Punggung yang dipeluknya ketika mereka berjalan-jalan menelusuri jalanan Bandung dengan motor. Nina memang tidak pernah mencintai Kares, tapi ia menyayanginya. Dan beberapa saat ia pernah mempertimbangkan untuk mencintainya, agar Hugo berhenti berlari-lari di benaknya. Karena kedekatannya dengan Hugo, tanpa disadarinya, telah membuat hari-harinya lebih menyenangkan.