Nina baru pulang dari kampus dan baru saja ia selesai mandi. Ketika ia duduk bersila di depan mejanya dan menyalakan laptop, tiba-tiba ada suara ketukan di pintu dan suara Bintan yang memanggil-manggil namanya. Ia bangkit lagi dan membuka pintu kamar kos yang langsung dibuka lebar-lebar oleh Bintan. Gadis itu berkacak pinggang berdiri di ambang pintu kamar Nina dengan tatapan aneh. Nina, yang memang merasa punya dosa, jantungnya langsung mencelus.
“Lo… kenapa, sih?” Nina membuka suara.
Bintan menyerbu masuk kamar tanpa dipersilakan dan Nina hanya terpana menatap sahabatnya itu langsung tertawa-tawa di tengah ruangan layaknya orang hilang akal. Ia ragu, haruskan menutup pintu? Kalau Bintan melakukan hal-hal gila seperti tiba-tiba menikamnya gara-gara ketahuan selingkuh dengan pacarnya…?
“Akhirnya, Chaaannn!!” pekik gadis itu sambil tertawa-tawa puas keras-keras. “Akhirnya gue putuuusss sama Hugo!”
Nina mengembuskan napas lega diam-diam, kini ia bisa menutup pintu kamarnya dengan aman. Dengan heran ia mendekati Bintan yang sedang melompat-lompat bahagia seakan ia memenangkan lotre 1 milyar dolar.
“Tan, duduk dulu, deh!” Nina menarik tangan Bintan dan mengajaknya duduk di atas karpet kamarnya. “Lo putus? Bukannya katanya kemarin baru baikan? Yang berantem sampe ngilang-ngilang gak jelas bikin gue panik takut kalian kaya Romeo-Juliet?”
“Ya ampuun iya ini akhirnya gue bisa putussss!” Bintan duduk di hadapan Nina dan segera membuka jaketnya, melemparkannya ke pintu kamar dan menghadap Nina dengan wajah memerah dan mata yang berbinar.
“Kok… lo seneng putus sama Hugo?” tanya Nina berhati-hati. “Bukannya lo udah ampir setahun pacaran sama dia?”
“Setahun yang penuh onak duriiii!” Bintan tertawa lagi. “Lo gak tau sih, Chan, kalau selama setahun ini gue sama Hugo emang sering banget putus nyambung. Pertengkaran-pertengkaran yang selama ini lo denger bukan cuma sekali dua kali tiga kali empat kali kejadian, Chan. Duh, gue haus. Lo punya minum?”
Nina menoleh dan meraih botol minum di dekat mejanya. Bintan menerima botol minum itu dan meneguknya dengan cepat sampai hampir habis.
“Jadi, lo bakal nyambung lagi abis ini?” tanya Nina sambil tertawa hambar.
“Enggak! Enggak! Amit-amit!” Bintan menghela napas panjang. “Dulu juga pernah gini, temen gue yang jadi korban itu si Sinta. Dia direcokin mulu sama Hugo setiap bertengkar sama gue. Ya kayak lo sekarang ini lah. Nelfonin, chat, nanyain gue. Tapi ya lo gak tau kan kalau Hugo itu aslinya Playboy. Sinta malah jadi naksir Hugo.”
“Trus Hugonya?” tanya Nina berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan emosinya yang sesungguhnya.
“Yaaa kali yaaaa, dia kan playboy. Sukanya ya tebar pesona, ngumpulin fans sana sini. Dia flirting ama Sinta, sempet ciuman juga sih, tapi trus yaudah kan dianya aja balik sama gue,” sahut Bintan sambil tertawa ngakak.
“Hugo playboy? Kok, kayak gak cocok ya?” Nina tertawa hambar lagi.