Kata-kata Hugo terngiang di kepalanya berkali-kali. Sebuah kegiatan yang ia yakini hanya ada di drama Amerika dan ia tidak percaya bahwa kegiatan itu nyata di dunia ini. Dan yang melakukannya adalah Hugo. Pria yang ia kira mencintainya seperti yang dikatakannya berulang-ulang.
Berubah menjadi lebih baik ndasmu, Hugo!
Nina mendekam diri di dalam kamarnya selama akhir pekan setelah kejadian malam itu. Ia tidak selera makan dan hampir setiap jam menangis sendiri mengingat Hugo. Meskipun ia tahu pria itu seharusnya sudah otomatis disingkirkan dari pikirannya, tetapi semua kenangan bersama Hugo tidak juga pergi. Mereka tidak pernah berpacaran secara resmi, tetapi setiap hari ketika Hugo tidak mendatangi kampusnya adalah setiap hari yang berarti. Karena ketika jauh pun Hugo tetap mencoba menghubunginya tanpa putus.
“Halo Chan,” sapa Hugo di seberang telfon ketika Nina sedang sibuk mengerjakan tugas yang sejak kemarin belum selesai dan bahkan dia sendiri belum tidur.
“Hei.” Nina menyapa singkat dengan earphonenya karena ia tidak bisa melewatkan satu detik pun waktu berharga tanpa mengerjakan tugasnya yang MahaPenting ini.
“Lo belum tidur pasti?” tanya Hugo yang memang semalam ia menemaninya begadang seperti biasa. Tapi pria itu harus tidur karena pagi ini dia harus masuk kuliah karena akan ada kuis.
“Belom.” Nina menjawab malas. Ia lelah tugasnya tidak selesai-selesai.
“Udah makan?” tanya Hugo lagi.
“Belom.”
“Hari ini makanan apa yang udah masuk perut lo?” tanya Hugo lagi dengan nada curiga.
“Um… citos dan kopi. Oh sori, kopi bukan makanan.” Nina tertawa maniak.
“Lo butuh protein atau lo jadi kanibal, Chan.” Hugo tertawa menanggapinya yang benar-benar terdengar seperti orang sudah hilang akal.
“Duh, temen-temen kosan gue gak ada. Paling nantilah, gue makan dosen gue aja pas gue ngumpulin nih tugas,” ujar Nina.
“Waduh. Ide bagus. Lo ke sini dong! Makan dosen gue juga!” Hugo tertawa.
“Gak mau. Gue cuma makan dosen yang vegetarian. Di sana karnivora semua,” balas Nina lagi.
“Duh, udah dong ampun. Gue jadi kayak orang aneh ketawa-ketawa sendiri.”
“Hih. Gak ada yang nyuruh. Lo mau gangguin gue doang?” tanya Nina.
“Iya. Sambil nakutin lo,” jawab Hugo setelah berhenti tertawa.
“Nakutin?”
“Sebentar lagi pintu kamar kosan lo bakal diketok. Tok. Tok. Tok.” Hugo mengubah suaranya menjadi suram.
“Gak lucu, Hugo!”