Chandlina

Al Szi
Chapter #17

Enam Belas

Sekali lagi Nina melirik ponselnya yang bergetar sejak pagi sampai siang. Bertubi-tubi missed call dan chat bermunculan tanpa henti membuat ponselnya menghabiskan baterai lebih cepat. Sudah tak terhitung berapa nomor asing yang dibloknya agar berhenti menganggunya. Tetapi aneh sekali nomor-nomor asing lain terus bermunculan.

“Hape lo laku banget ya, Nin? Kayaknya dari tadi geter terus gak berenti,” ujar Hani sambil melirik ponsel Nina yang disimpan di atas meja dan dijadikan pemberat buku.

Mereka sedang menghabiskan waktu di ruang kuliah kosong sambil menggambar-gambar bebas, meniru artwork dari buku yang dibawa oleh teman mereka ditemani camilan yang jumlahnya berlimpah-limpah hasil jarahan mereka dari kantin Arsitek.

“Duh, mau gue matiin takut penting, gak dimatiin ini teroris ganggu mulu,” keluh Nina sambil meraih ponselnya dan mengecek semua whatsapp dan missed call voicenya.

“Teroris?” Hani mengintip dari balik bahu Nina dan ikutan membaca puluhan chat yang masuk. “Dasar pengganggu rumah tangga orang, lo harus mati. Ih! Lo pacaran sama suami orang?”

“Ngarang!” Nina menggetok jidat Hani pelan. “Ini mantannya si cowok yang waktu itu ke sini.”

“Ooooh, si ganteng yang kaya oppa koreya itu? Uwuuu! Ganteng-ganteng mantannya gila,” Hani menekan kedua pipinya sendiri dengan gemas. “Wajar sih, ya. Gue juga kalau pacaran sama G.D Oppa gak mau putus.”

“Ya kalau dia T.O.P sih gak apa-apa. Ini kan artes bukan, pacaran doang, bilang-bilang gue rebut tunangannya, calon suaminya… Aduh, ini gue udah kesel banget.” Nina melemparkan ponselnya ketika chat itu kembali masuk bertubi-tubi menyarankan Nina untuk mati terjun dari lantai 3 mall.

“Ngadu dong sama cowok lo, mantannya gitu rese, gangguin lo terus,” ujar Hani sambil meneruskan gambarnya.

“Dia bukan cowok gue, gak pernah jadi cowok gue juga,” gumam Nina pelan.

“Lo nolak cowok seganteng dia?” Hani menatapnya kaget. “Ck! Ck! Ck!”

Nina mendengus kesal. Ganteng. Kalau saja wajah orang mencerminkan isi hatinya, sifat aslinya, ia tidak akan susah mencari pasangan. Wajah itu yang memikat banyak perempuan hanya untuk bersenang-senang dan kepuasan diri untuk membuktikan bahwa dia memiliki kekuatan untuk itu. Dan anehnya ia masih belum bisa melupakan Hugo. Pria itu masih sering berlari-lari di kepalanya tanpa lelah, menghadirkan banyak memori manis mereka berdua.

Dan kini ia harus terima akibat dari mencintai pacar sahabat sendiri; diteror. Sejak kejadian malam itu banyak perempuan yang meneleponnya dan membentak-bentak, memaki-makinya tanpa henti. Ia yakin betul pasti orang-orang itu suruhan Bintan yang memang selalu menjadi gadis populer di sekolah dan pastinya juga dia memiliki banyak teman di kampusnya.

Nina merasa rugi dua kali. Hugo bukan miliknya, tapi ia harus menerima cacian seakan-akan dia merebut Hugo untuk jadi miliknya. Ia sendirian yang harus menghadapi amukan macan betina macam Bintan.

Teror itu terus berdatangan, entah sudah berapa nomor yang Nina blok agar tidak mengganggunya. Sampai akhirnya ia tidak kuat lagi karena merasa terganggu, stres tugas, tidak tidur selama hampir empat hari, Nina jatuh sakit.

Hari ketika ia demam dan muntah-muntah, ia menelepon Hani untuk meminta izin tidak masuk kuliah. Karena Hani adalah teman baiknya, sore hari ketika ia sedang meringkuk di kasurnya, tiba-tiba gadis itu datang bersama Kares. Nina yang memang masih berhubungan dengan Kares sesekali untuk urusan unit karena mereka anggota unit yang sama, kaget melihat Kares muncul bersama Hani.

Lihat selengkapnya