Chandlina

Al Szi
Chapter #19

Delapan Belas

Ketika ia menatap daun pintu warna putih dengan hiasan stiker kelinci, kucing, tsum tsum dan Doraemon bertuliskan NINA, ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia datang lima menit yang lalu, ia tidak memiliki keberanian untuk mengetuk pintu itu. Ia takut menatap wajah Nina yang menatapnya dengan kecewa. Ia ingat apa yang dikatakan Nina terakhir kali. Hugo tidak pernah berubah.

Seandainya Nina tahu, setelah kalimat itu terlontar Hugo membuat daftar di kepalanya. Daftar nama perempuan-perempuan yang pernah disakitinya dan dikecewakannya. Ia telah mengumpulkan banyak bukti agar Nina tahu bahwa dengannya, ia telah benar-benar berubah. Karena ia tahu bahwa Nina adalah dia. She’s the one.

Ia memasukkan tangannya ke dalam sakunya, menggenggam ponselnya yang menyimpan semua bukti yang akan digunakannya demi meraih Nina kembali padanya. Demi hubungan yang telah kacau di awal namun ia ingin mengurai benang kusut itu bersama Nina. Dan demi Tuhan, ia cemas. Nina sakit. Ia tahu kebiasaan gadis itu kalau sudah menggebu untuk mengerjakan tugas. Tidak tidur, tidak sempat makan dan hanya makan seadanya, memaksakan diri mengikuti perkuliahan pagi hari walau pun ia membutuhkan tidur barang satu atau dua jam saja sebelum memulai hari. Ditambah teror dari Bintan? Teror macam apa?

Hugo harus memberanikan diri menghadapi jika kenyataannya Nina tidak mau menerimanya di kosannya. Ia harus berusaha. Karena kini hanya Nina satu-satunya yang dimilikinya. Hanya gadis itu yang membuatnya lebih terang menatap dunia.

Ketika ia mengangkat tangannya untuk mengetuk, mendadak pintu kamar itu terbuka. Hugo terpaku, kaget. Gadis yang baru membuka pintu itu pun terpaku kaget. Mereka hanya saling menatap selama beberapa saat dan ia teringat siapa gadis itu, salah satu teman Nina yang siang itu dia lihat di depan Galeri.

“Lo mau ketemu Nina?” tanya gadis itu sambil berbisik. “Dia sakit.”

“Makanya gue mau jenguk,” balas Hugo.

Lihat selengkapnya