Hugo mengendap-endap berjalan keluar kamar Nina ketika gadis itu telah terlelap jam delapan malam. Setelah mandi dan makan malam Nina segera berbaring kembali di kasurnya. Karena demamnya sudah turun dan ia merasa tidak perlu ke dokter atau pun minum obat, Hugo pun tidak memaksa lagi gadis itu untuk pergi. Hugo dan Nina menonton Running Man di Laptop Nina sampai gadis itu terlelap.
Hugo menuruni jalan menurun dari kosan Nina menuju mobilnya yang diparkir tidak jauh dari gerbang masuk kosan. Ia sedang berpikir keras bagaimana caranya ia bisa membuktikan bahwa Bintan berbohong. Kalau menunggu sampai dia melahirkan terlalu lama. Bisa-bisa dia ditodong duluan untuk menikahi Bintan sebelum ia bisa mengetes DNA anak dalam kandungan Bintan.
Felix adalah orang yang paling mungkin menjadi ayah dari anak yang dikandung Bintan, karena ia ingat beberapa pertengkaran mereka banyak melibatkan Felix. Bahkan sebelum ia menyatakan perasaannya pada Bintan ia ingat pesan-pesan yang ada di ponsel Bintan dari Felix. Obrolan yang terlalu intim.
“Kamu kayak gak tau dia aja, Go. Dia kan manggil cewek-cewek memang Beb, Beb gitu, bukan ke aku doang!” Bintan merebut kembali ponselnya dari Hugo dengan paksa sementara Hugo mengangkat tangannya tinggi-tinggi agar Bintan tidak bisa menjangkau ponselnya.
“Kamu ngapain kenal sama Felix?” tanya Hugo keras.
“Ih ya dia kan temen SMA aku! Berkali-kali aku bilang kan!” Bintan menarik tangan Hugo ke bawah. “Balikin hape aku!”
“Ini apa?” Hugo mendongak dan membaca lagi isi chat dari Felix. “Kamu pake baju yang seksi ga? Pake dong! Mana liat? Sebentar. Terus ada yang ilang, Tan. Tiba-tiba Felix bilang, jadi inget lagi kemarin malem. Itu apa?”
BUG!
Tiba-tiba perutnya ditonjok dengan sekuat tenaga membuat Hugo menunduk dan meringis kesakitan sementara Bintan mengambil kesempatan itu untuk mengambil kembali ponselnya. Bintan terlihat sedang mengotak-atik ponselnya dan dengan segera Hugo merebut kembali ponsel itu dari tangan Bintan.
“Lo hapus ya!” bentak Hugo sambil mencari chat dari Felix yang kini telah hilang.
“Lo gak usah sok suci! Mana sini hape lo!” Bintan berjalan menyeberangi ruangan dan meraih ponsel Hugo yang ada di atas meja belajarnya. “Nih! Apa nih? Hey Hugo, kemana aja say! SAY! Kok udah gak ke Pint Bank lagi? Kapan kamu ke dugem ke Pint Bank coba! Kamu ke sana gak sama aku godain cewek-cewek kan!”
“Aku gak pernah bales mereka lagi, gitu. Liat aja semuanya mereka yang ngirim doang!” Hugo mencoba merebut ponselnya tapi Bintan mengelak dengan cepat.
“BASI! Palingan dihapus!” Bintan melempar ponsel itu ke seberang ruangan, menghantam pintu kamar dan sukses jatuh ke lantai dan ponsel itu tercerai berai di lantai.
Hugo terpana melihat ponselnya hancur berkeping-keping. Sementara itu Bintan merebut kembali ponselnya dari tangan Hugo dan berjalan cepat menuju pintu. Pemuda itu menahan Bintan dan segera saja gadis itu menamparnya.
“Gue mau balik!” bentaknya.
“Kita belum selesai!” Hugo menarik kembali lengan Bintan.
“Lepasin! Lo juga tidur sama cewek lain!” Bintan memukul-mukul sekujur tubuh Hugo dengan gemas.
“Enggak!” Hugo mencengkeram tangan Bintan.