Chandlina

Al Szi
Chapter #23

Dua Puluh Dua

Nina menjalani perkuliahan dengan lebih tenang kali ini. Ia sesungguhnya sedih kalau nomor lamanya harus direlakan. Ia tidak pernah mengganti nomor ponselnya sejak SMA, ini sangat membantu teman-teman lamanya untuk menghubunginya. Tetapi demi kedamaian dunia ia harus rela menggangti nomornya untuk sementara, ia simpan baik-baik nomor lamanya dan berharap masalah Bintan-Hugo bisa diselesaikan dengan cepat.

Nice! Lo udah sembuh!” Hani menyambar bahu Nina dan menyeretnya menuju tangga jurusan ke lantai 2.

“Halo juga Hani,” sapa Nina sambil tertawa.

“Gimana oppa koreya lo? Jadian gak?” Hani memasuki ruangan kelas di sebelah ruang dosen dan menyimpan tasnya di meja di paling jauh dari pintu masuk dan paling belakang kelas, tempat duduk mode gosip.

What?!” Nina mendengus. “Lo yang bukain pintu buat dia ya?”

“Yaiya lah! Masa Kares? Mana rela dia mantan tercintanya dijagain calon pacar mantan tercintanya! AWW!” Hani mengaduh seketika saat Nina menjambak rambut Hani dengan gemas. “Jadinya jadian gak?”

“Maksa ya lo!” Nina tertawa sambil mengeluarkan ponsel dari tasnya.

“Ayolaaahh, cerita dooong sama gue! Gue haus akan cerita romantis!” Hani menarik-narik lengan Nina dan Nina pun tahu kalau Hani tidak akan bisa diam sebelum keinginannya terpenuhi.

Akhirnya dengan berat hari Nina menceritakan semua kejadian dari awal mulai ia berkenalan dengan Hugo sampai sekarang, dengan catatan Hani tidak boleh memotong atau berkomentar sebelum ia selesai bicara.

“Gue memang bukan cewek baik-baik, Han.” Nina tersenyum sedih ketika ceritanya berakhir dan Hani hanya terdiam sejak tadi dan sangat khusyuk mendengarkan Chandlina, Cinta yang Hilang season finale. “Gue yang gangguin hubungan mereka duluan.”

Hani menghela napas panjang dan duduk tegak.

“Menurut gue, yaaa... emang lo sama Hugo salah. Iya, tau gue, rasa suka gak bisa dicegah gak bisa ditolak. Tapi maksud gue gini ya, Nin. Salahnya kalian adalah gak jujur. Itu aja. Kalau Hugo jujur hubungan dia sama Bintan udah gak seindah dulu, mungkin mereka putus lebih cepat tanpa lo harus terlibat jadi orang ketiga. Lo gak jujur, harusnya waktu lo ngerasa suka sama Hugo, walau sedikit, lo harusnya ngomong sama Hugo lo ga bisa nerima semua kebaikan anehnya itu yang selalu nemenin lo begadang apalah. Setidaknya walau pun rasa suka emang gak bisa dicegah tapi kita bisa melakukan sesuatu agar situasi gak semakin keruh. Dan si Bintan juga salah, sih. Dia juga kan selingkuh, artinya dia juga gak jujur sama si oppa kalau sebenernya dia juga udah ngerasa hubungan mereka udah gak nyaman lagi. Jadi di sini, menurut gue, emang udah chaos aja. Semuanya salah.”

Kini giliran Nina yang menghela napas.

“Tenang aja, kekacauan ini bisa lo urai pelan-pelan, kok! Mungkin endingnya enggak harus lo jadian sama Hugo, mungkin endingnya malah lo balik ama Kares, atau bahkan enggak sama siapa-siapa. Yang penting sih, sekarang lo harus jujur aja sama diri lo sendiri, perasaan lo.”

“Gue bingung gimana cara ngebuktiin kalau Hugo bukan orang yang harus bertanggung jawab atas hamilnya Bintan, Han.”

“Sebentar, sebentar... jadi lo maafin Hugo?” tanya Hani sambil mengulurkan tangannya, menahan kata-kata Nina selanjutnya.

“Yaaaa... iya.”

“Lo percaya dia gak akan gitu lagi? Dia dituduh hamilin anak orang, lho! Itu bukan tuduhan main-main.”

“Yaaa, iya. Gue percaya dia bakal jadi lebih baik. Toh, dia udah berusaha mengurai kesalahannya pelan-pelan.” Nina mengangkat bahu.

“Oke, gue cuma make sure aja, biar lo gak lupa dan bener-bener yakin kalau lo percaya dia.”

“Iya, gue percaya Hugo.”

Lihat selengkapnya