Change Your Destiny

Mizan Publishing
Chapter #1

Bab I Takdir

Lahir, hidup, kemudian mati. Suatu rangkaian dalam hidup yang teratur, terencana, dan terukur. Urutannya tidak bisa diubah-ubah. Siapa pun kita, kaya ataupun miskin, berpangkat tinggi ataupun rakyat jelata, orang jahat ataupun baik, semuanya akan mengalami peristiwa ini, satu per satu, secara berurutan.

Apa yang terjadi pada saat kita lahir? Kita tidak tahu. Kita tidak ingat. Apakah kita bisa memilih pada saat lahir? Memilih tem-pat kita lahir? Memilih siapa orangtua kita? Memilih menjadi pria atau wanita. Memilih lahir dari ibu yang kaya atau yang miskin. TIDAK! Pada saat lahir semua bayi adalah sama. Di seluruh dunia. Baik bayi orang Indonesia yang berkulit cokelat, maupun bayi berkulit kuning, hitam bahkan putih. Sama berada di dalam kandungan ibu sekitar sembilan bulan. Sama dilahirkan melalui rahim seorang ibu. Bukan bapak. Siapa yang menentukan kita akan terlahir sebagai bayi wanita atau bayi laki-laki? Apakah kita diberi pilihan? Jangankan menentukan, ingat pun tidak.

Siapa yang menentukan semua ini? Orang kebanyakan mengatakan alam! NATURE!

Kita mengatakan ini semua sudah diatur oleh takdir Allah Swt. dalam bentuk keseimbangan.

Bukankah Allah Swt. telah berfirman dalam Surah Al-Mulk (67): 3, yang artinya: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka, lihatlah berulangulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

Sebagai contoh, adalah keseimbangan yang mengatur kehidupan umat manusia, tetapi sering tidak kita sadari. Atau kita tidak peduli!

Apakah Anda tahu bahwa bayi laki-laki dan bayi wanita di Indonesia lahir dalam jumlah yang seimbang? Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) pada 2010, melaporkan bahwa perbandingan kelahiran bayi laki-laki dan bayi wanita adalah 105 : 100. Ini sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun yang sama. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama adalah 237,56 juta jiwa, tercatat di antaranya 119,51 juta adalah wanita dan 118,05 juta adalah laki-laki. Bukankah ini suatu keseimbangan yang nyaris sama?

Mengapa jumlah wanita di Indonesia sedikit lebih banyak dari laki-laki? Mungkin karena angka kematian ibu dan anak di Indonesia masih tinggi. Survei Demografi Kesehatan Ibu Indonesia pada 2012 menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi. AKI mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.

Berbeda dengan negara Norwegia, misalnya, yang memiliki Angka Kematian Ibu-anak terendah di dunia. Kematian bayi hanya 2,8 per 1.000 bayi yang dilahirkan, maka jumlah penduduk wanita dan laki-lakinya lebih seimbang.

Bagaimana keadaan di seluruh dunia? Juga nyaris seimbang! Data dari UNICEF pada 2014, ternyata jumlah laki-laki dan wanita pada 2014 adalah 1.014 : 1.000.

Siapa yang mengatur keseimbangan ini? Sering kali kita me- nyebut ini sebagai TAKDIR! Sudah ditakdirkan tempat kita lahir, menjadi bayi lelaki atau perempuan, sebagai bayi orang Indonesia atau bangsa lain, lahir sebagai anak orang berada atau miskin. Siapa ibu kita? Apakah Anda bisa memilih? Anda tidak bisa menyalahkan orangtua, kenapa mereka memilih melahirkan Anda. Tidak bisa! Mereka juga tidak berwenang. Mereka tidak kuasa!

Sebagai contoh, ahli fisioterapiku, Taufan. Dia sudah memiliki seorang anak perempuan. Saat istrinya mengandung anak kedua, dia sangat berharap anaknya adalah laki-laki. Ternyata istrinya lagi-lagi melahirkan bayi perempuan. Taufan tentunya agak kecewa, walaupun dia sangat sayang pada bayi perempuan kedua yang lucu dan cantik itu. Diberinya nama Koni. Tapi, tak lupa dia bertanya kepadaku, “Bagaimana caranya supaya kami mendapatkan bayi laki-laki?“ Wah, aku juga tidak tahu. Semua anakku memang laki-laki. Tanpa metode apa pun untuk menentukan jenis kelamin janin. Setahuku sampai saat ini, walaupun ada berbagai teori, tidak ada metode yang pasti, untuk membuat jenis kelamin janin. Itu sudah ditakdirkan!

Bayangkan kalau kita dapat menentukan jenis kelamin anak kita, lalu semua pasangan menginginkan anak lelaki, maka jumlah penduduk laki-laki akan bertambah, misal dua kali lipat lebih banyak. Tidak seimbang. Pasti akan terjadi kerusuhan. Mungkin malahan perang dunia. Perang memperebutkan wanita untuk diperistri. Demikian juga sebaliknya, bila wanita jauh lebih banyak. Jadi, jumlah wanita dan pria di dunia sudah diatur seimbang. Anda tidak dapat memilih ingin punya anak laki-laki atau perempuan.

Sebagai Muslim kita harus percaya kepada takdir. Seperti diketahui percaya pada takdir adalah rukun iman yang keenam. Keimanan terhadap takdir harus mencakup empat prinsip yang terangkum di dalam bagan pada halaman berikutnya.

******

Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan takdir? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takdir bermakna ketetapan atau kemauan Tuhan. Dalam bahasa Indonesia, takdir mempunyai makna yang sama dengan nasib. Pengertian kedua kata ini masih rancu. Banyak orang yang beranggapan bahwa bila sesuatu berkonotasi baik, digunakan kata nasib: "Dia bernasib baik, usahanya mendapat untung yang besar." Adapun kata takdir digunakan dengan konotasi negatif: "Sudah takdirku tidak diterima di universitas ini." Pengertian nasib- takdir dalam konteks ini, tentunya bisa saja dibalik.

Menurut Wikipedia, ensiklopedia bebas, Qada (Bahasa Arab: qaḍâ', kehendak Allah) dan Qadar (Bahasa Arab: qadr, keputusan) ialah takdir ketuhanan dalam Islam. Ibnu Hajar Al- Asqalani berkata, "Mereka (para ulama) mengatakan, Qada adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan Qadar adalah bagian-bagian dan perincianperincian dari ketentuan tersebut. Ada takdir yang tidak bergantung kehendak atau pilihan kita. Lahir di perut siapa, keturunan apa, dan sebagainya bukanlah sesuatu yang dapat menjadi pilihan kita. Ada takdir yang sesuai dengan kehendak kita, seperti pilihan berbuat baik atau jahat. Kita kelak akan dimintai pertanggungjawaban akan pilihan tersebut. Bila kita berbuat baik, akan mendapat pahala; dan bila berbuat jahat, akan mendapat dosa. Mungkin dengan perumpamaan lebih mudah, Qada adalah sesuatu yang sejak azali merupakan keputusan Allah tapi di luar pilihan manusia. Sedangkan Qadar adalah keputusan yang Allah benarkan untuk menjadi pilihan manusia. Misalnya, seseorang diberi kebebasan untuk memilih baju, makanan, pekerjaan, dan berbagai pilihan lainnya.

Jadi, apakah benar bila seseorang kemudian berkata, “Itu sudah takdirnya tidak bisa diubah lagi”, berarti seluruh hidup kita sudah ditakdirkan dan tidak bisa berubah lagi?

Menurut para ulama, ada beberapa macam takdir yang terbagi ke dalam berbagai dasar atau filosofi. Aku tidak akan membahas dasar-dasar agama tersebut lebih dalam. Aku mempermudahnya! Ada dua macam takdir yang mendasar. Yang pertama disebut takdir mubram (Qada), sedangkan yang kedua disebut takdir muallaq (Qadar). Perbedaan antara takdir mubram dan muallaq terletak pada kemampuan untuk dapat atau tidaknya sesuatu itu diubah.

Yang disebut sebagai takdir mubram adalah takdir azali, yang tidak bisa diubah. Takdir ini sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Misalnya, ketentuan tentang kapan kita dilahirkan, tempat kita akan dilahirkan, siapa orangtua kita, terjadinya Hari Kiamat, dan sebagainya. Seandainya anak Anda dilahirkan normal atau ada kecacatan dalam tubuhnya, itu termasuk takdir mubram.

Menurut pengertian ini, takdir muallaq adalah takdir yang bisa berubah, bergantung pada usaha (ikhtiar) dan doa manusia. Misalnya, jika seseorang mau bekerja keras, dia dapat mengubah keadaan hidupnya menjadi lebih layak. Atau jika seseorang sakit, kemudian berobat ke dokter, pada akhirnya dia akan sembuh.

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauhul Mahfudz).

(QS Al-Ra'd [13]: 39)

Dalam menjalani fase dari hidup atau kehidupan, kita akan berproses. Tetapi, proses ini tidak selalu seragam seperti saat kita pertama lahir. Tidak selamanya orang meninggal pada saat sudah tua. Bisa juga pada saat dewasa, bahkan anak-anak ataupun bayi sekalipun.

Walaupun dilahirkan dari keluarga yang kurang berada, belum tentu pada kemudian hari Anda akan tetap miskin. Demikian pula sebaliknya. Walau dilahirkan dari keluarga kaya, belum pasti Anda kelak akan tetap berkecukupan. Semua tentunya bergantung pada usaha, ikhtiar, dan doa Anda. Orangtua Anda adalah petani, insinyur, atau dokter. Apakah Anda nanti juga akan berprofesi sama? Mungkin juga tidak. Seandainya seprofesi, apakah nanti Anda sama sukses, lebih sukses atau malah kurang sukses dibandingkan dengan orangtua atau orang lain yang Anda kagumi?

Lihat selengkapnya