CHANTS BENEATH THE CRIMSON SKY

mahes.varaa
Chapter #3

TAK CUKUP

Eva benar-benar mendapatkan berita besar. Video liputannya menyebar seperti api di musim kemarau—viral di berbagai media sosial, dibagikan ribuan kali, disaksikan jutaan pasang mata hanya dalam hitungan jam setelah Nova Hotel runtuh. Di kolom komentar, orang-orang membicarakan keberaniannya, suaranya yang tenang di tengah kepanikan, juga sorot kameranya yang tajam. 

Priyoko—atasannya yang sempat ragu padanya—kini mengembalikan kepercayaan penuh. Ia memberi Eva akses istimewa ke lokasi kejadian, izin keluar-masuk area penyelamatan, serta dukungan teknis yang biasanya hanya diberikan untuk proyek berita besar nasional. 

“Ambil semua yang kamu butuhkan,” kata Priyoko tadi pagi, suaranya datar tapi matanya menyiratkan sesuatu—pengakuan. 

Koneksi Priyoko memang tidak bisa dianggap remeh. Di balik sikapnya yang tampak santai dan cenderung malas, pria itu menyimpan segudang rahasia besar dunia media. Ia tahu siapa yang bermain di balik layar, siapa yang membangun citra, siapa yang meruntuhkannya. Andai ia sedikit saja tamak, mungkin sudah banyak orang penting yang tumbang hanya dengan satu berita yang ia bocorkan. Tapi tidak. Priyoko bukan tipe yang bermain kotor. 

“Informasi itu seperti pedang bermata dua,” katanya suatu kali pada Eva. “Kalau salah ayun, bisa melukai diri sendiri lebih parah daripada sasarannya.” 

Namun, Eva punya pandangan berbeda. 

Baginya, informasi adalah kekuatan—dan kekuatan tidak seharusnya disembunyikan. Jika kebenaran bisa mengubah persepsi publik, maka biarlah terjadi. Ia tak percaya pada ‘menyelamatkan nama baik’ jika harus menutupi fakta. Menurutnya publik punya hak untuk menilai, apapun itu. 

*** 


Hari ini adalah hari kedua setelah runtuhnya Nova Hotel. Sudah sekitar lima puluh orang yang berhasil dikeluarkan dari reruntuhan. Lebih dari setengahnya mengalami luka berat. 

Suara statis terdengar dari HT milik ketua tim penyelamat. 

“Kami menemukan Senzo!” 

Kalimat itu membuat seluruh area seolah berhenti sesaat. Kepala-kepala menoleh, kamera-kamera yang tengah bersiap menyorot ke satu arah, dan para jurnalis serentak mengangkat alat rekamnya. 

Gedung lantai tujuh yang runtuh itu menelan lebih dari dua ratus korban. Banyak di antaranya adalah tamu penting yang menghadiri gala premiere film, termasuk kalangan jurnalis sendiri. Karena itu, penyelamatan kali ini menjadi sorotan nasional. Dan nama Senzo—aktor muda berdarah campuran Rusia, Jepang, dan Indonesia—menjadi pusat perhatian semua orang. 

Sejak liputan Eva pertama kali tayang, masyarakat mulai bertanya-tanya. Bagaimana bisa sebuah hotel bintang lima yang baru berdiri tiga tahun  lalu runtuh begitu cepat? 

Gempa hari itu memang kuat. Dengan kekuatan 8.2SR itu memang bisa membuat banyak gedung runtuh. Tapi pusat getaran itu berada jauh di laut, ratusan kilometer dari kota. Seharusnya, struktur bangunan seperti Nova Hotel masih mampu bertahan. Namun kenyataannya, gedung megah yang baru berdiri selama lima tahun  menjadi tempat bergengsi di Antarlina Pusat yang sering digunakan sebagai rumah acara-acara besar itu kini rata dengan tanah. 

Eva juga awalnya diliputi rasa penasaran yang sama. Ia mewawancarai beberapa pekerja hotel dan menemukan fakta mengejutkan: retakan di struktur bawah gedung sudah muncul sejak seminggu sebelumnya. Pihak hotel menambalnya, tapi tidak memperbaikinya secara menyeluruh karena ruang convention hall sedang disewa banyak acara terutama gala premiere. Perbaikan itu baru dijadwalkan setelah selesai acara. 

Pagi sebelum bencana, retakan itu melebar. Beberapa staf sudah melapor, tapi dianggap terlalu panik. Hingga akhirnya, seorang staf maintenance yang kesal memutuskan untuk memanggil damkar tanpa ijin atasan—sekadar agar seseorang datang  dan melihat langsung betapa berbahanya situasi itu. Jika bisa, staf itu ingin atasannya segera melakukan perbaikan. Yang ia tak tahu, sepuluh menit kemudian, gempa datang tak terduga. Dan ketakutannya  menjadi nyata. 

Eva sendiri berhasil mewawancarai staf tersebut. Wajahnya pucat, suaranya bergetar saat berbicara. Tapi Priyoko memintanya untuk menahan berita itu dan identitas pria itu. “Jangan sebut berita dan nama itu,” ucap Priyoko tegas. “Kalau berita itu keluar sebelum penyelidikan resmi dilakukan, pria itu bisa kehilangan pekerjaan—atau lebih buruk.” 

Lihat selengkapnya