CHANTS BENEATH THE CRIMSON SKY

mahes.varaa
Chapter #10

PENYELIDIKAN PART 4

Pagi itu, udara Velantara masih diselimuti kabut tipis saat Eva melangkah masuk ke kantor kepolisian. Aroma kertas tua dan debu arsip menyambutnya begitu ia tiba di ruang pencatatan kasus. Semalam, Dimas baru saja mengirimkan hasil penelusurannya mengenai latar belakang Kalista Devi. Hasilnya tidak menggembirakan. Mencari jejak masa lalu gadis itu ternyata jauh lebih sulit dari yang mereka pikirkan—entah karena sudah cukup lama, atau karena memang ada pihak yang sengaja menutupinya. Yang berhasil ditemukan Dimas hanyalah berita lama tentang kematian kedua orang tua Kalista Devi.

“Kembali lagi, Bu?” Sapa petugas arsip yang mengenali wajahnya.

Eva tersenyum kecil. “Iya, Pak. Kali ini saya mau cari berkas kasus yang berbeda. Tolong bantu carikan dua berkas ini.” 

Petugas itu mengangguk, lalu menghilang di antara deretan lemari arsip yang tinggi dan kusam. Eva menunggu hampir dua puluh menit, hanya ditemani suara kipas angin yang berdengung dan aroma map kertas yang lembab. Akhirnya, pria itu kembali dengan dua map coklat di tangannya. 

Berkas pertama: Kematian Ayah Kalista Devi, 7 November 2016. 

Korban, pria berusia 42 tahun, tewas dalam kecelakaan di perlintasan kereta api. Malam itu jalanan sepi dan berkabut setelah hujan seharian penuh. Truk dari arah belakang meluncur di jalan menurun tanpa melihat mobil yang berhenti di depan portal perlintasan kereta api. Benturan keras terjadi tepat saat kereta melintas. Mobil remuk seketika, dan Ayah Kalista Devi tewas di tempat. Sopir truk sempat diamankan, tapi kemudian meninggal karena serangan jantung ketika proses interogasi berlangsung. 

Eva terdiam. Ada sesuatu yang terasa familiar dari kasus itu. Ia pernah mendengarnya—atau mungkin membacanya—tapi dari mana, ingatannya kabur. 

Ia membuka berkas kedua: Kematian Ibu Kalista Devi, tiga bulan kemudian, 31 Januari 2017. 

Sang ibu ditemukan tewas di jurang jalan pegunungan menuju Velantara. Sebelum kecelakaan, ia diketahui baru pulang dari luar kota setelah menemui rekan kerja almarhum suaminya. Mobil yang dikendarainya kehilangan kendali di tikungan tajam, menabrak pembatas jalan, lalu jatuh ke jurang dan meledak. Dari hasil penyelidikan, kecelakaan dinyatakan akibat kelalaian pengemudi—kemungkinan besar karena kelelahan. Di antara puing mobil ditemukan sisa obat demam yang terbakar, dijadikan bukti pendukung. 

Eva mengetuk jarinya pelan ke meja—tuk, tuk, tuk. Tatapannya kosong menelusuri setiap baris laporan itu. Dua kecelakaan itu dalam waktu berdekatan, dua kematian dengan cara yang tragis … semuanya terlalu rapi, terlalu kebetulan. Insting jurnalistiknya menolak percaya bahwa dua kasus itu murni kecelakaan. Seolah ada tangan tak terlihat yang sengaja mengatur semuanya. 

Namun siapa? Dan untuk apa? 

Ia menutup map itu perlahan, merasakan hawa dingin merayap di tengkuknya. Ada sesuatu yang bersembunyi di balik kematian keluarga itu, sesuatu yang selama bertahun-tahun dikubur rapi di bawah tumpukan kertas hukum. 

Setelah memotret halaman penting dari dua berkas itu, Eva keluar dari ruang arsip. Di luar, udara siang terasa lebih panas, dan pikirannya terus berputar. Ia mencari tempat sepi di dekat taman kecil depan kantor, lalu segera menghubungi Dimas. 

“Ada apa, Mbak?” suara Dimas terdengar dari seberang. 

“Ini mungkin kedengarannya aneh, tapi aku merasa kematian kedua orang tua Kalista Devi bukan kecelakaan semata,” ucap Eva dengan nada menahan napas. “Coba periksa latar belakang mereka, terutama pekerjaan sang ayah. Aku butuh tahu siapa orang-orang di sekelilingnya.” 

“Akan kucari, Mbak. Tapi butuh waktu. Seperti yang Mbak tahu, data mereka sulit sekali digali.” 

Lihat selengkapnya