CHANTS BENEATH THE CRIMSON SKY

mahes.varaa
Chapter #12

MASA LALU SENZO PART 2

“Bagaimana mereka bisa dekat satu sama lain?” tanya Eva pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh suara debur ombak di kejauhan. 

Agra menatap kosong ke arah laut, seolah gelombang di hadapannya membawa kembali potongan-potongan kenangan lama. Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskan asap rokok perlahan—asap itu terbawa angin laut, lenyap seperti ingatan yang berusaha ia rangkai kembali. 

“Mungkin …” ujarnya ragu, membiarkan jeda panjang sebelum melanjutkan, “mungkin Sena menemukan sesuatu yang enggak pernah bisa ia temukan saat bersama Lili.” 

Eva menatapnya penasaran. “Maksudnya?” 

Agra mengangkat bahu pelan. “Begini … dulu, di pantai, anak-anak laki-laki sering bermain voli sampai matahari tenggelam. Di sekolah, mereka main sepak bola di lapangan sampai baju basah oleh keringat. Hal-hal kayak gitu biasa dilakukan sama anak laki-laki. Tapi saat sama Lili, Sena enggak bisa sebebas itu, enggak bisa bermain seperti itu.” 

Eva mengangguk pelan, memahami maksudnya. Persahabatan antara laki-laki dan perempuan, sedekat apapun, selalu punya batas-batas yang tak terlihat. 

“Aku sekesal sama Sena waktu kelas dua dan tiga SMP,” lanjut Agra, kali ini dengan nada yang lebih lembut. “Lalu waktu SMA, aku sekelas sama Lili di tahun pertama. Jadi, aku cukup tahu masa lalu mereka berdua.” 

Ia berhenti sejenak, menatap laut yang diterangi sinar rembulan. Pantulannya membuat bulan seakan ada di laut, mudah digapai. Kilauan perak dari sinar rembulan itu membuat pemandangan malam yang sepi sedikit terasa lebih hangat. “Waktu kelas dua SMP, Sena ketemu sama tiga anak laki-laki: Arka Gading, Bayu Rendra, dan Baskara Yudha. Mereka dengan cepat dekat satu sama lain. Dan dari situlah semuanya mulai berubah.” 

Bersama ketiga anak itu, dunia Sena semakin luas. Kebiasaannya mulai berubah. Ia mulai melaut bersama nelayan, bermain voli di pasir basah saat senja, dan kalau air laut surut, mereka berlarian di tepi pantai menangkap kepiting, kerang, atau lobster kecil yang terperangkap di karang. Sena yang dulu selalu ditemani Lili kini punya dunia lain—dunia yang penuh lumpur, tawa, dan bau asin laut. 

Lili, sebaliknya, tak begitu menyukai laut. 

Ia menyukai birunya dari jauh, tapi tidak keberadaannya yang menelan. Di masa kecil, ia pernah tenggelam nyaris tak terselamatkan, dan sejak itu laut menjadi sesuatu yang indah sekaligus menakutkan. 

Suatu hari, saat libur sekolah, Sena menatapnya dengan wajah memohon. “Kamu enggak akan tenggelam, Lili,” katanya penuh semangat. 

Seperti biasa, liburan berarti hari bermain panjang dengan Arka Gading, yang akrab dipanggil Gading; Bayu Rendra, atau Rendra; dan Baskara Yudha, yang biasa mereka sebut Yudha. Mereka berempat sudah akrab, bergantian bermain di rumah masing-masing, dan bagi Sena, rasanya aneh kalau tak mengajak Lili yang selalu bersamanya. Sejak kecil, gadis itu selalu menjadi bagian dari setiap langkahnya—dan meninggalkannya di rumah hanya untuk bermain terasa seperti melupakan sesuatu yang penting, seperti lupa membawa separuh dirinya sendiri. 

“Percaya sama aku,” bujuknya lagi, sambil mengangkat pelampung oranye di tangannya. “Kalau ada apa-apa, aku yang jaga kamu. Aku ini jago berenang, ingat?” 

Lili sempat menolak, tapi ajakan yang diulang-ulang itu, ditambah tatapan memohon sekaligus penuh keyakinan Sena, perlahan meluluhkan hatinya. Akhirnya, ia mencoba naik ke perahu nelayan kecil itu—ikut merasakan bagaimana nelayan melakukan pekerjaannya. 

Lihat selengkapnya