CHANTS BENEATH THE CRIMSON SKY

mahes.varaa
Chapter #15

CRIMSON SKY PART 2

Butuh waktu lama bagi Agra untuk mengingat dan menyelesaikan senandung itu. Ia mengerutkan kening, seolah mengais-ngais potongan melodi dari tumpukan kenangan yang sudah bertahun-tahun tertimbun. Wajar saja—lagu itu pernah ia dengar beberapa kali, dan terakhir kali mendengarnya pun sudah sangat lama. 

Lagu itu berjudul “Senja Kala Itu”, lagu pertama Crimson Sky yang ditulis sendiri oleh Kalista Devi—Lili. Lagu itu diperkenalkan di akhir semester pertama, tahun kedua SMA mereka. Namun sayangnya, lagu tersebut tidak pernah benar-benar mendapat tempat di hati para siswa. Banyak yang menganggapnya sebagai produk gagal. 

“Sejujurnya … aku selalu suka lagu itu,” ucap Agra akhirnya. Ada senyum kecil yang naik di sudut bibirnya, semacam kebanggaan kecil karena otaknya ternyata masih mampu mengingat melodi lama itu dengan cukup baik. “Liriknya bagus. Dalam, malah. Tapi musiknya … kurang cocok untuk anak-anak di tahun itu. Terlalu melow. Makanya banyak yang bilang lagu itu kurang berhasil.” 

Eva mengangguk. Bahkan dari senandung lirih Agra tadi, ia tahu lagu itu memang cocok untuk pendengar dewasa. Anak-anak SMA biasanya terpikat pada lagu yang ceria, penuh energi. Sementara “Senja Kala Itu” justru bernuansa lembut dan sendu. 

Ia meletakkan ponselnya kembali ke meja. Rasa penasaran yang sejak tadi ia tahan muncul kembali—tentang anggota keenam Crimson Sky

“Terus … gimana dengan anggota keenam itu?” tanyanya tanpa ragu. “Bukannya kamu bilang tadi dia adalah pencipta lagu di Crimson Sky?” 

Agra menghela napas tipis, mengangguk pelan. Ia menghisap rokoknya untuk terakhir kali sebelum mematikannya dan menyulut yang baru. “Setelah lagu pertama itu gagal, Lili membuat keributan. Dia mulai mencari penulis lagu yang baru. Setiap hari, setiap jam istirahat, ada jam kosong, dia akan berkeliling mengunjungi tiap kelas, bukan cuma cari anak yang bisa menulis lagu, tapi yang benar-benar berbakat. Bahkan guru-guru musik pun tak terlewat olehnya. Aku ingat, satu sekolah dibuat heboh gara-gara pencariannya.” 

Setiap kali nama Lili disebut, bibir Agra secara refleks membentuk senyum kecil–senyum yang menyimpan kekaguman lama yang tidak pernah benar-benar padam. 

“Lili itu … kalau sudah punya tujuan, dia udah kayak badai,” lanjutnya. “Setiap jam istirahat, dia akan keliling sekolah. Siapapun yang terlihat berbakat, dia akan memaksanya untuk menulis lagu. Enggak peduli anak itu mau atau enggak.” 

Eva memiringkan kepala, membayangkan Kalista Devi muda dari cerita itu—penuh energi, ceria, penuh tekad. Seakan-akan gadis itu adalah matahari kecil yang menghidupkan Crimson Sky. Rasanya wajah jika semua pusat nyawa dari band itu seperti berputar di sekitar dirinya. 

“Apa akhirnya Lili menemukan penulis itu?” tanya Eva.

Agra menggeleng pelan. Ia kembali menyalakan rokok baru sebelum berbicara lagi. “Enggak. Setidaknya … bukan lewat pencariannya itu. Sebulan ia berkeliling, dan hasilnya nihil. Dari gosip-gosip yang kudengar, Lili bahkan sampai mendatangi sekolah lain buat cari penulis lagu yang sesuai keinginannya. Tapi tetap enggak ketemu.” 

Eva mengernyit, jarinya mengetuk-ngetuk gagang kursi. “Lalu?” 

“Nah … bagian inilah yang aku enggak tahu,” jawab Agra sambil mengembuskan asap rokoknya. “Tiga bulan setelah semua kehebohan usaha Lili itu, tiba-tiba Crimson Sky muncul dengan lagu baru. Enggak ada yang tahu siapa penulis di balik lagu baru itu. Tiba-tiba saja lagu itu sudah ada.” 

Wajah Agra memancarkan kejujuran—ia sungguh tidak tahu lebih dari itu. 

“Masih ingat lagunya?” Eva bertanya cepat sambil meraih ponselnya, bersiap mencatat lirik seperti sebelumnya. 

“Tentu ingat. Lagu-lagu itu … paling disukai anak-anak sekolah waktu itu,” jawab Agra tanpa ragu. Ia menarik napas, lalu mulai bersenandung. 

Nada pertama yang keluar adalah milik sebuah lagu yang pernah menggema di seluruh sekolah. Lagu yang berjudul “Kamu yang Pertama.” 


Di bawah birunya langit, 

Di bawah lembutnya sinar matahari, 

Aku pertama kali bertemu tatap denganmu. 


Embusan angin lembut 

Dedaunan yang beterbangan, menerpa lembut wajahmu

Membuatku tersipu melihatnya 


Lihat selengkapnya