“Seharusnya kalian mendengarkan gue...seharusnya kalian mendengarkan gue...”
Rintihan dalam ruangan tersebut berasal dari remaja laki-laki yang duduk meringkuk di atas kursi. Sepasang lututnya yang menekuk di dudukan bangku terkunci oleh kedua lengan yang memeluknya, dia membenamkan kepala di antara lutut hingga hanya nampak rambut kusutnya. Keremangan ruangan terusik oleh sinar yang menyeruak dari pintu saat dua pria tegap yang mengenakan jaket kulit masuk. Pria yang bertubuh tinggi kurus menaruh sebuah kamera di meja di depan sang remaja.
“Kamu tidak mau mengaku juga kalau kami katakan kami menemukan ini?”
Remaja itu mendongak untuk melihat apa yang dimaksud pria yang barusan berbicara. Terdapat goresan di samping kanan kamera, lensanya juga nyaris retak, tapi dia mengenali benda itu...itu memang kameranya...dia tak mengerti bagaimana kedua petugas itu bisa menemukannya padahal dia menyangka benda itu sudah hilang ketika jatuh bersama Riko.
“Dari mana kalian mendapatkannya?” tanya remaja itu.
“Tidak penting dari mana. Saat ini yang penting buat kami adalah penjelasanmu. Karena apa yang terekam dalam benda itu tidak sesuai dengan apa yang kamu ceritakan ke kami,” kata pria yang satu lagi.
Pria berkumis tebal yang barusan bicara itu menyeret kursi untuk duduk di sebelah sang remaja. Jaraknya begitu dekat hingga bau tembakau yang menguar membuat remaja itu merasa mual. Mata remaja itu berputar kesana kemari bagai binatang liar dan sesekali melirik dari sudut matanya melihat rekan si kumis sedang berusaha menyalakan kamera. Namun tidak sampai satu menit pria itu bergumam puas lalu menunjukkan apa yang mereka maksud.
Di layar flip terlihat pemandangan seorang gadis yang bersimbah darah di lehernya, menatap layar kamera di tengah sakratuol maut, lalu berkata lirih sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, “Kenapa...kenapa elu tega?”
Terdengar hiruk-pikuk sementara gambar di kamera bergoyang kacau. Dalam tayangan sepintas, layar menampilkan seorang remaja pria lain datang dari samping dan menubruk si pembawa kamera...gambar sekali lagi terguncang tak karuan karena kamera sepertinya terguling yang diikuti seruan, “Elu membunuhnya...dia mati...dia mati...”
Pria itu menghentikan adegan dan meneruskannya ke adegan lain, kali ini nampak kepala remaja laki-laki yang menubruk sang kameramen berada dalam air bath-tub sementara mulutnya megap-megap berusaha menghirup udara tapi belum sempat melakukannya nyawanya sudah meninggalkan raga. Pria berkumis tebal itu mengkonfirmasi apa yang ada dalam tayangan tadi setelah temannya mematikan kamera, “Kamu membunuh Riko setelah membunuh Vita. Gambar ini menjelaskan semuanya.”
“Saya tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi....”
“Kamu tidak mengaku juga kalau yang ada di tayangan tadi wajahmu muncul di sana?”
“Itu memang saya...saya tidak tahu bagaimana...tapi bukan berarti saya pembunuhnya.”
“Ini kamera kamu, bukan?”
“Sudah saya bilang berulang kali saya nggak melakukannya. Gambar itu tidak seperti kelihatannya...”