Dia adalah Charu, gadis kecil delapan tahun yang hidup di panti asuhan. Charu dilahirkan sesaat setelah gerhana bulan total. Menurut mitologi warga setempat, semua bayi yang baru saja terlahir dalam peristiwa tersebut akan memberi pengaruh besar terhadap lingkungan dan generasi mendatang.
Charu, dia dianugerahi nama namun tak disebutkan siapa kedua orang tuanya. Nama Charu bahkan ditulis menggunakan tinta kayu bakar yang tergores pada sebongkah papan. Papan yang menjadi ranjang pertama gadis itu ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Charu bayi, seorang diri menjerit keras ditengah gelapnya hutan belantara kemudian ditemukan oleh seorang perawan tua.
***
Sebuah bangunan bertembok batu ditengah kota, terdapat sepuluh anak kecil dan dua penghuni dewasa. Sepuluh anak tersebut adalah anak panti dan dua lainnya yakni ibu Sohi-pemilik panti dan asistennya.
Sohi mendirikan panti asuhan tersebut karena penduduk setempat kerap mendesaknya di masalalu. Dimana Sohi secara terang-terangan merawat Charu yang ia temukan. Sohi yang masih lajang saat itu tak memiliki alasan lain selain berpura-pura akan mendirikan sebuah panti demi menghindari fitnah.
Keputusan nyeleneh Sohi yang merupakan anak tunggal bangsawan, menjadikannya terusir dari keluarga. Sohi lantas memutuskan untuk pindah ke sebuah kota dan mengambil sebagian harta orang tuanya untuk membangun rumah bagi dirinya dan bayi angkatnya. Seiring berjalannya waktu, Sohi yang menjelma menjadi pendiri panti asuhan kini menjadi satu-satunya orang yang paling dipercaya warga kota dalam hal pengasuhan bayi terlantar.
Pagi itu, setelah menerima sebuah pesan dari keluarga kerajaan, Sohi lantas menuju sebuah kamar. Kamar yang berisikan tiga bocah perempuan dimana Charu adalah salah satu penghuni tertuanya.
Dengan berdehem, Sohi mengejutkan anak-anak yang sibuk merapikan tempat tidur mereka. Melihat kedatangan ibu asuh dengan wajah serius, Charu lantas menghadap tanpa diminta.
"Charu," menatap Charu dengan tatapan seorang ibu yang hendak ditinggalkan oleh anaknya. "Segera kemasi barangmu, dan temui ibu di ruangan ibu."
Charu menelan saliva, membaca setiap perkataan Sohi yang begitu berat terdengar di telinga. Apakah Charu melakukan kesalahan sehingga dirinya terusir dari panti?
"Charu, kau mendengarku?" ulang Sohi. Charu mengangguk. Lantas Sohi pergi menuju ruangannya untuk menunggu gadis itu menemuinya.
Kedua teman Charu saling bersahutan menanyakan mengapa dan ada apa. Namun Charu tak mampu menjelaskan, hanya mengemasi beberapa helai pakaiannya sambil terus menahan sesak akibat ulah Sohi barusan.
Setibanya di ruangan ibu Sohi, Charu diberitahukan jika ini adalah hari terakhirnya tinggal di panti, sekaligus hari pertama gadis itu menjadi seorang putri.
"Bukankah ibu berjanji akan menjadikan Charu sebagai seorang anak selamanya? Kenapa harus Charu yang pergi? Charu adalah alasan ibu Sohi mendirikan sebuah panti bukan?" Charu terus memohon pada Sohi. Namun Sohi seolah tuli dan memerintahkan asistennya untuk segera merias Charu secantik mungkin sebelum keluarga baru menjemputnya.
Dalam keputus-asaan tersebut Charu bertanya pada asisten Sohi, "bibi ... apa ibu juga akan melakukan hal yang sama pada kesembilan adik Charu?"
"Ya, pada saatnya nanti semua anak panti akan memiliki orang tua dan tinggal di suatu rumah. Mereka akan memiliki marga dan juga statusnya akan berubah."
Charu tak mempercayai perkataan wanita itu, "bibi ... biarkan keluarga baru Charu mengetahui penampilan apa adanya Charu."
"Rambut kusut dan celana yang robek maksudmu?"
"Charu tak perlu terlihat cantik agar disukai. Charu berdo'a semoga keluarga angkat Charu akan mengembalikan pada ibu Sohi lagi."
"Charu ... mereka bukan kalangan biasa seperti apa yang ada dipikiranmu. Mereka adalah keluarga kerajaan dan bukan keluarga angkat."