***
Ketika malam, Charu bermimpi melihat sebuah rawa hijau dengan air yang tenang. Bibir rawa tersebut menyerupai sebuah pantai dengan pasir kuning kecoklatan. Airnya sedikit surut, namun membiaskan warna terang seperti hijau berpadu dengan biru.
Charu yang berada dalam mimpi itu hanya berdiri menatap air yang jernih, kemudian mendongak menatap langit. Saat terbesit niat untuk masuk ke dalam air, tiba-tiba telinga Charu dibisiki suara yang begitu merdu-suara seorang wanita.
"Sebelum melangkah, kau harus menapakkan kakimu pada daun teratai dahulu ... lalu, seekor penyu akan menyambutmu."
Charu sedikit tergelitik.
Untuk apa seseorang memberinya perintah seperti itu? Dalam pandangan Charu, teratai dan Penyu tidak ada di tempat itu. Juga, ketika Charu berusaha menoleh kebelakang untuk melihat pemilik suara itu, mimpinya berakhir, Charu terbangun.
Ini bukanlah mimpi yang buruk, Charu tak perlu bangun dengan nafas terengah maupun keringat bercucuran yang membanjiri keningnya.
Saat kedua bola mata itu terbuka, hanya langit-langit kamar dan lampion temaram yang ia tatap.
"Siapa wanita itu?" pekiknya, seolah apa yang ia lihat dalam tidurnya adalah sesuatu yang nyata.
Suara halus nan merdu. Charu bahkan sedikit menirukan kalimat yang dilantunkan si wanita dalam mimpinya.
"Suara itu bukanlah suara yang ada ketika di dalam gua." gumamnya, "suara yang terakhir kali kudengar, sangat khas suara seorang wanita bangsawan yang anggun, suara seorang wanita yang masih muda."
Bulu kuduk Charu tiba-tiba meremang. Ia segera menyalakan penerangan, membaca mantra yang ibu Sohi ajarkan sewaktu di panti agar kembali terlelap.
****
"Aku ingin kau pertimbangkan kembali, bagaimana reputasi kerajaan ini di depan Raja Chang, jika anak itu turut dalam pertemuan yang sangat penting." Perkataan Permaisuri Wein membuat Haru lumayan bimbang. Ia menambahkan, "kita bisa memperkenalkan tentang anak panti itu dengan baik-baik setelah melakukan kerja sama. Aku takut, Raja Chang menjauh lagi setelah mengetahui siapa Charu."
"Kau tak perlu khawatir seperti itu, ibu Wein ... dia tak akan ikut dalam rombongan ke Waji. Ada atau tidak, keberadaannyapun tak akan membuat Raja Chang terusik." Haru tersenyum mengejek, "ayah dan Raja Chang adalah teman ... tentu saja semua yang menyangkut tentang ayah telah diketahui oleh Raja Chang."
"Kau benar ... tetapi, bagaimana membujuk ibu Suri?" tatap Wein dengan cemas. Sorot matanya seolah meminta pertolongan agar Haru melakukan sesuatu untuknya.
"Kau membicarakanku!?" Suara ibu Suri membuat Haru dan Permaisuri Wein segera berdiri.
"Ibu?"
"Nenek, aku ingin menyampaikan sesuatu." Haru mengambil alih. Sang nenek duduk di tempat yang semula ia duduki, membuat pangeran Haru berpindah tempat.
"Apa, apa yang ingin kau katakan? Setelah sekian lama ... akhirnya kau berbicara dengan nenekmu ini."
"Aku ingin kau melarang Charu ikut serta ke Waji."
Ibu Suri mengerling pada menantunya. Wein segera membereskan raut wajahnya yang sedikit panik.