Charu

sk_26
Chapter #8

Calon penerus

"Aku tidak bersungguh-sungguh, maafkan aku." ucap Natsu pada akhirnya. Ia mengacak rambut di puncak kepala Charu. "Jika kau marah, maka ... siapa yang akan memberiku ramuan saat sakit."

"Bibi Darlie bisa melakukan," jawab Charu dengan nada ketus yang dibuat-buat. "Lagipula, kau belum pernah menjadi pasienku sejauh ini."

"Apa kau ingin aku sakit?"

"Tidak ... maksudku, saat kau sakit sebetulnya tidak memerlukan bantuanku, bukan?"

"Aku tak ingin membuatmu terbebani. Adik Haru sudah cukup menjadi alasan kau mempelajari ilmu kesehatan dan semacamnya ... karena sejujurnya kau adalah seorang putri di istana ini. Tugasmu sangat bertolak belakang dengan apa yang sedang kau tekuni."

"Aku tidak ingin menjadi seorang putri. Aku hanya ingin menjadi adikmu, sudah cukup. Itu adalah sesuatu yang berharga bagiku." Charu menatap Natsu.

Natsu memeluk Charu dengan kasih sayang. Merasakan setiap kepedihan yang tersirat melalui kata dari seorang gadis yang selalu diabaikan. Natsu akan selalu menjadi sandaran bagi Charu. Menggantikan peran Pangeran Haru yang semestinya harus dilakukan untuk adik perempuannya. Begitupun dengan Charu, ia akan menyayangi kakak Natsu melebihi dirinya sendiri. Karena bagi Charu, Natsu adalah orang pertama yang menghapus air matanya di tempat ini. Tempat yang tidak pernah menganggap Charu berharga.


___


Hari lusa itu tiba. Rombongan ibu Suri menuju Waji sudah mendekati wilayah perbatasan. Berkali-kali Permaisuri Wein menoleh ke arah kereta putri Ishi yang semestinya dihuni oleh para menteri, guna memastikan bahwa anak semata wayangnya itu dalam keadaan yang nyaman.

"Berhenti menampakkan wajah seperti itu ... dan jangan lagi membuka tirai jendela kereta. Aku sudah bilang berapa kali untuk mencegah putrimu ikut serta. Kau ini memang keterlaluan!" Gerutu ibu Suri pada Wein. Wein tak membalas hanya menunduk.

Ibu Suri, permaisuri Wein dan selir Daini berada dalam satu kereta. Dua orang yang sama-sama tidak menyukai Wein harus menjadi teman seperjalanan yang cukup lama. Tak apa, Permaisuri Wein rela harus dimaki ibu mertuanya maupun disindir habis-habisan oleh ibu Natsu, yang terpenting baginya segala yang menjadi cita-cita haruslah terwujud. Apapun konsekuensi itu.

Sesaat kemudian, rombongan mereka tiba saat waktu menunjukkan pukul dua sore. Pangeran Haru bersama para menterinya memimpin masuk ke dalam istana setelah pengawal mempersilahkan. Ibu Suri dan kedua menantunya baru mengekor dibelakang. Berjalan dengan tenang serta anggun. Tak ketinggalan Ishi yang sengaja memberi jarak supaya tidak mendapat kecaman dari neneknya, turut melangkah anggun dengan segala tujuan di kepala.

"Aura seorang Raja melekat kuat dalam dirimu, Nak!" sambut raja Chang seraya memeluk hangat pangeran Haru. "Kau sudah sebesar ini rupanya ... kau juga sangat mirip dengan ayahmu." Semua orang tersenyum hangat menyambut perkataan raja Chang pada Haru.

Namun ada pengecualian disana. Pangeran Natsu yang telah lama memikul beban atas statusnya sedikit terusik akan sanjungan raja Chang pada sepupunya itu. Ia menampakkan senyum palsunya demi formalitas, lalu turut bergabung pada jamuan khusus yang hanya dihadiri oleh para tamu laki-laki.

"Dimana Phau?" raja Chang mengedar pandang ke para deretan kursi yang telah dihuni rombongan Haru.

"Paman Phau tidak ikut Yang Mulia ... dia berada di istana." tutur Haru.

"Aku sangat ingin bertemu dengan Phau, sahabatku." raja Chang membatin setelah mengangguk atas jawaban Haru.

Sementara di istana Ratu, istri raja Chang yang bernama Ratu Momo sedang menjamu tamu penting suaminya dengan istimewa. Permaisuri Wein yang sejak awal ingin menjodohkan putri Ishi dengan pangeran Ren, begitu antusias menyambut perlakuan baik sang Ratu Waji.

Lihat selengkapnya