___
Ratu Momo begitu terkejut tatakala Reina menghadang di depan pintu kamarnya. Snag Ratu berencana memeriksa keadaan putri semata wayangnya itu karena belum keluar sangkar sejak istana menerima tamu.
"Laki-laki yang berjalan bersama ayah kemarin, siapa dia?" Sedikit malu-malu putri Reina bertanya pada ibunya.
Ratu Momo menyipitkan kelopak, "siapa? Kau melihat tamu ayahmu?" Ratu Momo bertanya balik sambil keheranan. Tumben sekali Reina menanyakan tentang siapa tamu ayahnya.
"Iya, yang berjalan saat senja kemarin."
"Ibu tidak tahu ... akan ibu tanyakan pada ayahmu. Kemarin kami sibuk menjamu para tamu perempuan dari Kerajaan Sora."
"Darimana?"
"Sora. Apa kau mengenal mereka?" Sorot mata ibu Momo menyiratkan jika sang putri tengah tertarik terhadap sesuatu. Dan ini sangat menarik melihat putri sulung mereka antusias terhadap sesuatu selain buku dan ilmu pengetahuan.
"Ow," Reina menampilkan raut kelegaan. "Aku belum mendengar nama itu dan tidak mengenal siapapun dari mereka." ungkapnya.
"Ibu mengerti ... Reina, jika kau selesai membaca buku-buku itu, temui ibu dan ayahmu di meja makan."
"Baik ibu." Putri Reina kembali masuk.
Setelah menutup pintu kamarnya, Reina kembali menjatuhkan tubuh diatas ranjang. Sora? Di manakah itu? Selama tujuh belas tahun, dia belum pernah mendengar nama kerajaan Sora. Reina menjadi penasaran.
Sebetulnya ia juga sedang tidak membaca buku apapun sejak pagi. Reina hanya sedang sibuk menggambar wajah. Wajah seorang laki-laki yang ia lukis samar pada permukaan kertas putih dengan perasaan aneh. Perasaan yang berbeda, yang belum pernah ia rasakan saat bertemu dengan siapapun dalam hidupnya. Reina memang belum bertemu, namun wajah yang tak sengaja ia lihat sepintas kemarin membuatnya hampir terjaga semalaman. Bertanya-tanya tanpa mengerti perasaan apa yang sedang melandanya.
***
Bibi Darlie mengabarkan pada putri Charu jika rombongan telah kembali hari ini. Itulah sebabnya gadis berwajah oriental itu duduk di bawah pohon sakura yang terletak di samping kamar Pangeran, sembari mencari-cari wajah Natsu dengan sabar. Charu ingin memberi kejutan pada kakak terbaiknya itu.
"Itu kak Natsu ... aku akan melakukan hal yang sama dengan kak Natsu lakukan padaku." ucapnya gembira begitu mendapati seseorang yang ia yakini adalah Natsu. Charu berjalan menuju koridor kamar Natsu, bersembunyi dari balik tiang kayu, lalu membuat suara mengejutkan begitu tubuh tinggi itu perlahan mendekat menuju pintu kamar.
"Kakak!!"
"Pyaarr"
Sebuah guci berbentuk hewan kaki empat miliknya terjatuh, lalu pecah menghasilkan kepingan-kepingan berserakan di lantai. Bersamaan dengan itu, Charu menyadari jika sosok yang berada di hadapannya bukanlah kak Natsu-melainkan Haru.
"Jangan pernah menyebutku kakak ... apa kau masih tak mengerti!!" hardik Haru dengan tatapan menghujam. Telunjuknya mengarah tepat pada wajah gadis yang ada di hadapannya. Ia benar-benar menunjukkan sikap benci yang abadi pada Charu. Sementara Charu susah payah menelan saliva. Tangannya mulai gemetar, namun berusaha sekuat tenaga menahan kelopaknya supaya tidak basah.
Lalu Pangeran Haru berlalu menuju kediamannya, meninggalkan gadis malang itu tanpa rasa bersalah. Membiarkan Charu membersihkan kepingan guci miliknya dengan tekad agar tidak menjerit di tempat ini. Hatinya sangat terluka, bahkan telapak tangannya berdarah akibat menggenggam serpihan itu dengan tergesa. Namun Charu tak menghiraukan kondisinya. Yang ia mau hanya pergi dari istana Pangeran secepatnya.