___
Pagi yang dingin, udara musim gugur tertiup dari barat menuju timur. Daun daun berguguran memenuhi jalanan gersang sejak dua pekan lalu. Seorang pangeran muda dengan gagah memasuki istana Waji dengan kuda hitam legam.
Ren, sosok arogan dan pemberani itu telah kembali ke Hoseki. "Dimana perayaan itu!?" Turun dari punggung kuda, lalu mencium kaki Raja Chang dan Ratu Momo yang telah menyambutnya.
"Upacara peringatan sudah selesai, Ren." jawab Chang dengan tersenyum. Ratu Momo memeluk putranya dengan penuh kasih sayang kerinduan.
"Aku hampir tersesat saat menuju kemari." Ren terkekeh.
"Karena kau terlalu lama berada di barak." timpal Momo.
"Dimana putri malu, itu!?" Ren mengedar pandang, menyisir ke segala penjuru yang netranya bisa jangkau. "Sejak tadi aku belum melihat kak Reina."
"Dia sedang melukis bersama guru seninya!" jawab Chang.
Ren mengernyit. Melukis? Sejak kapan kakak perempuannya itu menyukai kanvas dan cat?
"Maksud kami, dia sedang menuangkan imajinasinya di atas porselen ... dia sedang menyiapkan sebuah hadiah-"
"Biarkan Ren beristirahat sejenak!" Chang segera memotong perkataan istrinya. Ratu Momo seketika diam dan tersenyum pada Ren. Tahu jika bukan saat yang tepat untuk menceritakan semua.
"Putra bungsu kami, dia tumbuh secepat itu." Ia menatap Ren yang berjalan menuju kamarnya. "Aku masih ingat bagaimana ia menangis dalam pangkuanku ketika masih sangat kecil. Waktu berlalu begitu cepat ... dia kini telah berusia tujuh belas tahun." Mata Ratu Momo berkaca-kaca membuat Raja memeluknya.
Langkah pangeran Ren membawanya sampai ke kediaman kakak perempuannya, mengira bahwa putri Reina melukis di kamar. "Putri Reina sedang berada di gazebo, tuan Ren." ucap salah seorang pelayan yang berjaga disana.
Ren mencebik. Dia juga mulai menyukai gazebo?
Lantas segera menuju kesana tanpa menghiraukan perintah ayahnya tadi agar beristirahat. Ren mendapati kakak perempuannya itu tengah memoles cat akrilik dengan tenang dan telaten. Suasana memang sangat hening, pantas putri berhati es ini betah. Disana hanya ada Reina dan dua cangkir porselen beserta piring kecil yang hendak ia lukis.
"Benar rupanya, kau ada disini!" Ren yang semula berdiri dibelakang Reina kini duduk di hadapannya.
"Kau sudah kembali?" Tanpa melihat wajah adiknya, Reina terus menyapu kuas kecil itu pada permukaan cangkir. Memoles warna kunyit pada sebuah titik.
"Sejak kapan kau menyukai cat dan tempat ini!?" sindir Ren yang sangat hafal karakter kakak sulungnya.
"Aku tidak menyukai, Ren. Hanya mencoba hal baru." Reina masih menatap gambar yang hampir selesai.