Seharusnya bahagia itu sederhana, bahagia itu bagaikan air yang mengalir menuju tanpa arah dan tujuan seseorang yang tak sama sekali ia sadari, ternyata itu bisa diraih dengan begitu mudah.
Tetapi, tidak segampang buah yang kita petik lalu dimakan begitu saja dengan nikmat. Tidak seperti itu! Hal itu bertentangan dengan seorang anak kecil yang mengalami kesedihan dan kekecewaan dalam kehidupannya.
Dan bagaimana jika bahagia itu bagaikan senyawa kimia dopamin yang kita ketahui agar bisa membuat seseorang merasakan kebahagiaannya dengan rasa senang? Jika ternyata itu benar, di manakah dia? Perlukah harus dicari bersamaan dengan banyaknya tantangan kehidupan yang begitu kejam dan menyedihkan ini? sangat ironis menurutnya.
Malam ini merupakan malam yang buruk, malam yang sepertinya akan terjadi hal yang tidak diinginkan dalam berumah tangga, seolah-olah tidak mengalami, apa daya sebagai orang tua harus melakukan hal itu dan berusaha agar anaknya tidak merasa trauma.
Apalagi jika anak itu masih kecil, tidak tahu apa-apa tentang persoalan orang tua, ia hanya tahu yang diajarkan oleh orang tuanya yaitu senyuman, dan senyuman itu pertanda bahwa orang itu sedang bahagia.
Tetapi, bagaimana jika senyuman itu adalah topeng yang sengaja dipakai, agar segala sesuatu itu sebenarnya hanya untuk menutupi masalah yang dihadapi, sungguh disayangkan anak itu, dan bagaimana jika ia menyadarinya? Apakah rasa yang akan dirasakan? Akankah ia akan menutupi kesedihan itu juga?
Sepertinya tidak, ia bukanlah anak yang biasa-biasa saja, ia sangat pintar untuk mengetahui sesuatu yang di tutup-tutupi, dan itu yang ia lihat dalam keluarganya yang hampir tiap hari mengalami keributan di balik topeng palsu yang selama ini ia amati.
20 Maret 2010, Pukul 19:13 Malam.
Akhir-akhir ini aku sangat cemas sama Mama dan Papa, aku tidak ingin mereka bertengkar, bisakah ini berhenti dan menjadi seperti dulu lagi? gumamnya dalam hati kecil seorang anak yang merasa telah dikecewakan.
"Angga?" panggil Mamanya yang duduk di sana, mengehela nafas, mengharapkan balasan dari Angga.
Nama anak itu adalah Rangga Sanjaya, kalian bisa memanggilnya Angga saja, memiliki wajah yang imut dan rambut lurus, mata berwarna coklat, membuat ia sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Sebagai anak kecil, mereka kira ia tidak tahu dengan kejadian selama ini terjadi, padahal sebenarnya ia tahu.
Dan karena hanya ia anak satu-satunya dalam keluarga itu, membuat kedua orang tuanya tidak ingin Angga merasa kecewa, tetapi semua itu akan berakhir sebentar lagi, karena kesalahan mereka sendiri yang menjadi penyebabnya.
"I-iya, Ma?" jawab Angga terkejut yang sedang melamun, badannya tersandar di kursi yang ia duduki, dan menoleh ke arah Mamanya.
"Udah, engga usah dipikirin, itu makan dulu makanannya." Suruh Mamanya agar tetap tenang setelah kejadian tadi.
"I-Iy-Iya, Ma …" Sambil memegang sendok makan yang diambilnya, tergeletak di atas piring berisikan makanan yang telah dingin setelah 15 menit yang lalu.
Bagaimana bisa, anak yang berumur 8 tahun bisa setenang itu, jika terjadi sesuatu yang membuatnya sedih dan hancur dikeluarganya, pasti ia akan sangat tertekan dan kecewa.
Beberapa lama kemudian, Papanya menuju ke meja makan di dapur bertepatan Angga dan Mamanya sedang duduk di sana, Papanya langsung mengambil salah satu kursi di sana, ia melemparnya dan membanting kursi tersebut sambil meluapkan emosinya yang terlihat marah dan mata yang berpecikan api yang menyala itu.