“Ctak! Ctak! Ctak!”
Tercatat...
Minggu, 20 Januari 2086.
“Ctak! Ctak! Ctak!”
Aku menyelinap ke sebuah kapal kargo keberangkatan pukul 00.00, situasi malam itu benar-benar mencekam, angin laut yang ribut, udara yang semakin dingin, ditambah ombak laut yang mulai mengganas menghempas udara kosong, sepertinya akan badai malam ini.
Dengan penuh rasa penat bercampur tegang, aku mengintip dari balik tumpukan kotak barang tepat ke pelabuhan kapal, mengamati seluruh tempat dengan cermat. Berharap tidak ada sesiapa pun yang melihatku di tempat ini.
Lima menit berlalu, aku menatap lenganku hati-hati. 23.45. Sebentar lagi. Beberapa menit lagi kapal akan meninggalkan pelabuhan ini. Aku berharap akan selamat sampai tujuan tanpa diketahui siapa pun, menghilang untuk sementara waktu sampai situasi kota benar-benar kembali normal. Awalnya kuharap begitu, tetapi semuanya jadi kacau balau malam ini. Aku keliru mengenai mereka, lupa akan segala hal, lupa bahwa mereka punya seseorang yang berada di stasiun pusat CCTV kota―salah satu dari ‘Anak Dunia’, pastilah mereka selalu mengawasi gerak-gerikku sejak tadi. Kemampuan menghindari titik kamera CCTV saja tidak cukup untuk membuat mereka beranggapan bahwa aku telah menghilang, kabur, dan sebagainya. Mereka pasti benar-benar mengawasiku dengan berbagai cara─cara yang membuatku terlalu percaya diri.
Ah, Anak Dunia. Bukan waktunya aku menceritakan hal itu pada kalian. Belum saatnya.
“Bip. Bip. Bip.” Jam 00.00.
“Drrrt...” Kapal yang kunaiki mulai meninggalkan pelabuhan.
Perlahan-lahan, aku mulai bisa bernapas lega, seperti telah selesai menaiki roller coaster di taman hiburan, kalian tahu bagaimana rasanya, kan. Lega setengah mati.
Aku tersenyum tipis sambil melirik pelabuhan kapal dari kejauhan. Sepertinya mereka benar-benar menyerah untuk mencari. Pelabuhan kapal itu tampak lengang dari kejauhan, tidak ada tanda-tanda pergerakan dari mereka, kapal ini juga terasa aman-aman saja. Mungkin.
Aku menikmati angin sepoi-sepoi dari lautan yang menerbangkan anak rambut. Itu malam terpanjang yang pernah kulewati. Semua perasaan berbaur di sana, ada ketakutan, ketegangan, kecemasan, kelegaan, dan sebagainya. Malam itu akan menjadi malam yang tak terlupakan sepanjang hidupku. Pertama kalinya kurasakan dalam hidupku perasaan takut akan mati.
“Ctak! Ctak! Ctak!”
Senin, 21 Januari 2086.
Pukul 01.30.
Aku tetap merasa waspada, walaupun telah jauh dari pelabuhan kapal. Entah sejak kapan, perasaanku bercampur aduk, antara lega dan cemas. Belum sempat kututup mata untuk beristirahat malam ini─tidak tenang, walau tubuhku sudah kecapaian sejak tadi. Firasatku mengatakan bahwa mereka masih mengawasiku sampai saat ini. Apa ada CCTV di kapal ini?
Semua terjawab lima belas menit kemudian.
Bip. Bip. Bip. Bip. Bip. Bip.
Suara itu terdengar jelas. Aku langsung loncat berdiri setelah mendengar bunyi bip ke-enam dan melongok kanan-kiri mencari sumber suara. Percuma. Tidak ada cahaya. Seluruh kapal dalam keadaan gelap, entah kenapa. Lagi-lagi perasaan itu muncul. Perasaan cemas dan takut. Seketika tubuhku menegang, keringat dingin menyucur deras dari dahi.