Sesampainya Gavin dan Davina di sana, Lovita sudah dikerumuni banyak murid yang sebagiannya hanya sekadar penasaran.
"Tolong minggir! Jangan dikerumuni," ucap Gavin pelan. Namun anehnya, semua orang di sana perlahan mundur. Menyisakan Gavin sendiri yang berada dekat Lovita.
"Gav, tolong kasih inhaler gue di tas," ucap Lovita susah payah.
Gavin segera mengacak-acak tas Lovita sembari mengomel pada beberapa sahabatnya yang masih ada agak jauh di antara mereka berdua. "Kalian juga daritadi cuma liatin Lovita begini? Apa bedanya kalian sama murid-murid yang tadi?"
"Lovita nggak bilang dia bawa inhaler," ucap Davina.
Gavin tidak merespon karena sudah mendapatkan apa yang dicarinya, kemudian memberikan pada Lovita. Lovita langsung saja mengisapnya kuat-kuat.
"Mendingan?" tanya Gavin. Lovita mengangguk.
"Lo mau gue anter ke rumah sakit?"
Lovita menggeleng. "Gue mau pulang aja."
Gavin mengangguk. "Gue anter," ucap Gavin.
"Ayo," lanjut Gavin sembari melangkah lebih dulu.
Sesampainya di depan mobilnya, Gavin melihat pemandangan yang sedikit tidak mengenakkan baginya.
Di sana, Ara tengah berbincang dengan seseorang.
"Ezra, nebengin gue dong!" seru gadis itu.
Ezra menyentil hidung Ara. "Ke mana?"
"Kafe Anomali. Ya ya ya?" mohon Ara sembari menyatukan kedua tangannya.
"Berani bayar berapa?" goda Ezra.
"EZRAAAA!"
Ezra terkekeh. "Bercanda. Tapi hari ini gue bawa motor. Gue nggak tahu lo mau nebeng soalnya."
"Oke. Mau lo bawa becak juga gue bakalan minta nebeng."
"Dasar perhitungan!" ucap Ezra sembari berjalan ke parkiran. Ara mengikuti di belakang.
Tiba-tiba, Ezra melemparkan jaketnya kepada Ara. "Pake tuh!"