"Dasar cewek kecentilan!" ucap seseorang yang berada tidak jauh dari mereka.
Orang tersebut kemudian melangkah lebar-lebar menuju tempat di mana Ara dan Tristan berpijak. "Araa!" teriaknya.
Ara dan Tristan berbalik. "Loh, Ghe? Kok bisa ada di sini?" tanya Ara.
"Gue mau jenguk mama lo. Sekalian mastiin keadaan lo. Ternyata lo kelihatan lebih baik dari biasanya, ya?"
Ara mengernyit tidak mengerti. Tristan berdehem. "Gue duluan kalau gitu. Ara maaf ya," ucap Tristan dan melenggang pergi.
Setelah Tristan pergi, Ghea tidak segan-segan memukul pelan bahu Ara. "Lo tuh ya! Ngapain diem aja digituin sama kak Tristan? Kalau kakak gue lihat gimana?" sambarnya.
"Apa hubungannya sama kakak lo?"
Ghea memutar bola matanya, malas. Sahabatnya ini memang tidak peka. "Lupain," ucapnya malas.
"Lo ke sini sama siapa?" tanya Ara.
"Sama Ezra. Tapi, Ezra lagi temenin mama gue beli makan malam buat kita-kita," jelas Ghea.
"Mama lo datang sama siapa? Wah tega bener lo sama orang tua sendiri kalau biarin mama lo datang sendiri," ucap Ara, bercanda.
"Mama sama kakak gue lah!"
Ara menghela napas. "Kenapa harus ada kakak lo lagi?"
Ghea tersenyum penuh makna. "Jangan terlalu benci, Ra. Gue takut nantinya lo berbalik terlalu cinta."
"Nggak bakalan!"
____
Sementara itu, di ruangan tempat Sinta dirawat, hanya Gavin yang menemani Sinta. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, walaupun sempat ragu, akhirnya lelaki itu menyuarakan sesuatu yang akhir-akhir ini mengganggunya.
"Tante, saya mau minta maaf karena peristiwa tempo hari," ucap Gavin pada Sinta.
"Yang mana?" Entah Sinta benar-benar tidak tahu atau mungkin hanya berlagak tidak tahu.
"Waktu keluarga saya ngundang tante sama Ara makan malam. Saya sudah kelewatan."