"Kak, lo tahu nggak kalau besok Ara ulang tahun?" tanya Ghea saat mereka tengah makan malam keluarga.
Gavin terlihat tidak peduli. "Oh," jawabnya.
Ghea menggeram kesal. Kakaknya memang manusia paling gengsi sedunia. Peduli, tapi berdalih seolah tidak peduli.
"Mau kasih surprise buat Ara nggak?" tanya Sandra sumringah.
"Boleh," jawab Pradipta. Sedangkan Ghea hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat.
"Gavin, ikut nggak? Atau masih benci sama Ara?" goda Sandra.
"Ikut," jawabnya tak acuh.
"Kita bikin surprisenya sama mamanya Ara aja. Besok pulang sekolah Ghea tahan Ara untuk pulang. Kita-kita siapin surprisenya di rumah Ara," jelas Sandra.
"Tuh anak memang nggak pernah pulang tepat waktu. Hobinya keluyuran. Sok sibuk," ungkap Gavin.
"Emang iya? Dia sibuk apa?" tanya Pradipta.
"Kak," ucap Ghea pelan sembari menginjak kaki kakaknya.
Gavin tidak peka. Namun, lelaki itu sedari awal memang tidak ingin membeberkan apapun. Karena baginya, rahasia yang sudah sampai di telinga ibu-ibu akan menyebar secepat virus.
"Mana Gavin tahu," jawabnya pada akhirnya.
____
Tepat jam 12 malam, ponsel gadis itu sudah mulai ramai karena notifikasi. Walaupun bukan termasuk jajaran murid populer, gadis itu masih memiliki teman baik mulai dari SD yang masih sering bertukar ucapan hingga SMA sekarang ini.
Hingga sebuah pesan membuatnya jingkrak-jingkrak sendiri.
Kak tristan: Ulang tahun ya, Dek?
Kak Tristan: Happy birthday! Semoga di umur lo yang ke 16 ini bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan terlalu sering nyalahin diri lo sendiri untuk sesuatu yang bukan bagian dari kendali lo.
Ara tersenyum-senyum sendiri.
Anda: Makasih, Kak. Hehe.
Saking bahagianya, gadis itu bahkan menceritakan ke Nara, sahabat baiknya. Tipikal cewek jika sedang bahagia.
Anda: Gue senang bangett!
Anda: Padahal kak Tristan cuma ngucapin happy birthday, Nar.
Anda: Gue kayaknya suka sama kak Tristan.
Naraku: Ihiy. Semoga si doi suka balik ya, Beb.
Namun, ada satu yang kurang. Berbeda dari 3 tahun sebelumnya, setiap jam 12 malam mama dan papanya sudah berada di depan kamarnya. Memberikannya hadiah sederhana yang tidak begitu mahal, namun semuanya terasa hangat kala itu.
"Papa, baik-baik di sana, ya? Maafin Ara bahkan di saat terakhir Papa hanya bisa membuat Papa marah," lirihnya sebelum masuk ke alam mimpi.