Dirachel Avenir, itulah namaku. Teman-teman biasa memanggilku Dee. Aku tinggal di Kota Fond du Lac, di Amerika Utara. Seperti gadis remaja biasa pada umumnya, aku bersekolah dengan penuh semangat. Kuhabiskan waktu di sekolah dengan belajar, bergaul dengan teman-teman, dan aktif berorganisasi.
Langit sore yang cerah di hari itu menemani perjalanan pulangku dari sekolah. Kukayuh sepeda kesayanganku dengan penuh semangat agar segera sampai di rumah. Dapat kurasakan angin membelai rambut coklat mudaku yang panjang. Letak rumahku tidak terlalu jauh dari sekolahku, hanya sekitar 15 menit bersepeda. Perjalanan singkat itu melewati pemandangan danau besar yang indah, Danau Winnebago.
Kota tempatku tinggal terletak di selatan Danau Winnebago, sekolahku dekat dengan danau itu. Begitupula rumahku, pekarangan belakang rumahku adalah tepian danau. Keluargaku mempunyai perahu kecil yang biasa kami pakai untuk memancing atau sekedar berekreasi.
Aku tinggal bersama kakek dan nenekku. Kedua orang tuaku sering berpergian ke luar negri sejak aku kecil karena tuntutan pekerjaan mereka. Sekarangpun mereka sedang bertugas di Amerika Selatan. Walaupun jarang bertemu langsung dengan mereka, kami tetap sering berkomunikasi melalui video call dan chatting. Sayang saat ini aku tidak diperbolehkan ikut berpergian dengan mereka, padahal aku penasaran seperti apa pekerjaan mereka di lapangan. Aku diminta untuk fokus dengan sekolahku. Mungkin setelah lulus nanti aku bisa ikut bergabung dengan mereka.
Tak terasa, aku sudah sampai di depan rumah. Kumasukkan sepeda putih kesayanganku ke garasi dan bergegas masuk ke rumah utama. Kakek dan nenekku tidak terlihat di ruang tengah tempat biasanya mereka berkumpul setiap sore. Secarik kertas menempel di lemari es, pesan dari kakek dan nenek. Rupanya mereka sedang menghadiri acara perkumpulan lansia bersama teman-teman mereka, beberapa blok dari sini. Mereka akan pulang sekitar jam 7-8 malam nanti.
Sendirian di rumah, bukanlah hal yang aneh bagiku. Walau sudah berumur, kakek dan nenekku aktif mengikuti berbagai macam kegiatan. Mereka sering datang ke perkumpulan dan menggelar acara amal bersama teman-temannya. Mereka masih bugar dan bersemangat. Keluargaku adalah orang-orang aktif yang tidak bisa diam saja di rumah. Begitu juga denganku.
Aku selalu pulang ke rumah lebih awal bukan untuk mengurung diri di kamar, atau berkutat terlalu lama dengan komputer dan gadget canggih. Aku selalu menyempatkan diriku untuk pergi ke danau di belakang rumah. Menikmati pemandangan, memberi makan ikan, atau untuk bertemu dengan temanku. Ya, 'teman'ku, dia tinggal di dasar danau ini.
Konon, terdapat legenda tentang monster penghuni danau ini. Ratusan tahun yang lalu, seekor ikan raksasa sebesar perahu nelayan terdampar di tepian danau. Beruntung makhuk itu dalam keadaan mati. Para penduduk yang penasaran berkumpul untuk melihatnya. Khawatir jika ada warga yang menjadi korban, mereka membelah perut ikan raksasa itu. Tubuh seekor rusa jantan besar ditemukan di dalamnya. Sejak saat itu danau ini terkenal dengan legenda ikan pemakan rusa. Penduduk setempat pun masih percaya kalau masih ada keturunan ikan raksasa legenda tersebut yang masih hidup sampai saat ini.
Apa yang mereka percayai itu tidak sepenuhnya salah. Monster ikan raksasa yang terdampar ratusan tahun yang lalu itu sebenarnya adalah seekor ikan istimewa. Tidak hanya keturunannya saja, para ikan istimewa itu sekarangpun masih tinggal di danau ini. Berenang dengan bebas dan bersembunyi dari manusia dalam goa bawah air. 'Teman'ku adalah salah satunya.
Kulihat ke arah danau di belakang rumahku, ada gelembung udara besar yang muncul. Aku berlari menuju limbung kapal, mendekati gelembung itu.
"Kimi!", kupanggil nama temanku. Dalam bahasa penduduk asli Amerika, Kimi berarti 'rahasia'.
Bayangan ikan besar berwarna putih samar-samar terlihat dari dalam air danau yang berwana hijau kebiruan itu. Gelembung udara bermunculan di atasnya. Aku melepas pakaian luarku dan menjatuhkan diri ke dalam air. Di bawah sana seekor ikan Sturgeon besar berenang mengitariku. Ukuran Kimi tidak cukup besar untuk menelan seekor rusa seperti pada cerita legenda, panjangnya hanya sekitar dua kali tinggiku saja. Tapi tenang saja, Kimi bukan hewan pemakan manusia atau rusa seperti pada legenda.
"Dee! Kemarin aku menemukan sesuatu yang mencurigakan di tengah sana. Ada yang melempar batu berwarna ungu ke dalam air. Batu itu terus menyala setiap malam dan mengeluarkan aura yang aneh. Mau memeriksanya?"
"Mengeluarkan aura yang aneh? Itu bukan alat elektronik manusia untuk penelitian seperti biasanya?"
"Bukan, bukan, ini berbeda. Tidak seperti alat buatan manusia. Batu itu hanya menyala kalau matahari sudah terbenam dan seperti memanggil kami untuk berkumpul di sekitarnya."
"Hmm... menarik, ayo kita lihat!"
Ini adalah salah satu dari kemampuanku yang kusembunyikan dari orang lain. Aku bisa berkomunikasi dengan hewan air, tetapi hanya pada hewan istimewa saja. Aku tidak bisa berbicara dengan ikan kecil peliharaan atau ikan yang biasa ditangkap untuk dimakan, hanya pada hewan air berumur ratusan tahun yang 'spesial' saja. Seperti temanku Kimi, umurnya sudah lebih dari 300 tahun, dan ia mendapat berkat dari Water Spirit.
Berenang dan menyelam ke dalam air tanpa alat bantu adalah hal biasa bagiku. Aku tidak takut tenggelam, tidak takut juga kehabisan nafas di dalam air. Bernafas dan bergerak bebas di dalam air adalah kemampuanku yang lain. Seperti putri duyung Ariel dalam cerita Putri-Putri Disney, hanya saja kedua kakiku tidak berubah menjadi sirip ikan. Mungkin aku juga mendapat berkat dari Water Spirit seperti Kimi.
"Rasanya di sekitar sini...", Kimi berhenti berenang dan mulai mengaduk lumpur di dasar danau dengan moncongnya. Dia mencari kristal yang dimaksud. Aku melihat sekitar. Tidak ada satupun benda yang terlihat seperti kristal berwarna ungu.
"Apa sudah terbawa arus ya... Kemarin masih ada di sini", ikan besar itu menyisir dasar danau. Dari kejauhan aku melihat ada benda yang berkilau diantara tanaman air. Apakah itu kristal yang dimaksud?
"Kimi, apa itu kristalnya?", aku menunjuk ke arah benda itu.