Cala takkan pernah mampu menolak hal yang berbaur dengan yang namanya cokelat. Bahkan untuk tantangan ini, Cala tidak bisa berpikir begitu panjang tentang sebuah isi tantangan yang di berikan Farrel padanya. Karena bagi Cala, selagi ada hal yang menggiurkan untuknya, kenapa di sia-siakan.
Namun Cala menyesal sebab menerima tantangan dari Farrel demi lima buah cokelat batangan yang di datangkan langsung dari Negera Belgia. Ntah apa tujuan dari cowok itu sampai mau memesankan cokelat sejauh itu hanya untuk memenuhi janjinya.
Jika mungkin saja dirinya menolak kemarin sore, pasti sekarang ini Cala tidak di dorong-dorong oleh Farrel untuk segera ke kelas cowok yang menjadi tantangan Farrel untuk Cala dekati. Demi rumah nanas sponsbob, Cala benar-benar menyesal menerima tantangan itu.
“Apaan sih, Rel? Nggak harus gini juga kali,” kata Cala menahan kesal luar biasa di hatinya. Sekarang ini jam istirahat, dan Farrel menyuruhnya untuk mendekati kakak kelas tersebut dengan secarik puisi agar cowok itu tersentuh.
“Ogah gue pake ini!” kesal Cala melempar kertas berisi puisi alay ke arah lantai. Matanya menatap Farrel juga Abella yang kini tengah menahan tawa. “Jahat banget lo pada,” cibirnya sebal.
“Ishh, Cala ... elo itu harus bisa buat dia jatuh cinta. Makanya harus pake cara beginian, biar berkesan gitu,” ucap Farrel sambil memungut kertas putih bertuliskan puisi buatan Farrel sendiri. “Buruan deh, Cal. Ntar keburu hilang tuh orang,” desak Farrel memaksa.
“Astaga Farrel ...” Cala menarik rambutnya frustrasi. “Gue bisa lakuin pake cara gue sendiri. Jadi lo tinggal duduk anteng di sini liatin perjuangan gue. Puas?” ucapnya tak kuat lagi menahan kesal.
“Hahaha ... oke-oke,” putus Farrel sambil membuang kertas tersebut ke tong sampah di dekatnya. “Buruan gih, gue kasih semangat nih,” ucap Farrel sambil mengepalkan tangannya di udara.
Cala mendengkus, segera ia berbalik dari pada emosinya tambah naik karena cowok itu. Farrel itu memang sangat menyebalkan, tapi untung saja ini adalah sebuah janji yang sudah di sepakati Cala kemarin. Dan Cala enggan di tagih janji oleh Farrel nantinya.
“Semangat, Cala!! Semoga lancar PDKT, nya!” teriak Abella di iringi dengan tawanya juga Farrel.
“Sialan jadi teman! Gue santet baru tau rasa,” sungut Cala tanpa menghentikan langkahnya. Kakinya membawanya menaiki anak tangga, melalui lorong kelas dua belas untuk sampai pada kelas cowok yang harus ia dekati.
Demi apapun, ini kali pertama Cala mencari cowok terlebih dahulu. Apa lagi saat ini, situasinya berbeda. Ck! Akan ia mengutuk kedua temannya jika sampai ia di buat malu oleh cowok dingin itu.
Langkah Cala terhenti tepat samping kelas XII IPS-1 di mana anak-anak sudah keluar. Cala mengintip di balik kaca jendela, tanpa sadar senyumnya mengembang. Ada cowok yang sedang ia cari di sana, sendirian.
Cala bersyukur karena lelaki itu hanya sendiri. Jadi Cala tak perlu di tatap oleh penghuni kelasnya saat ia berusaha mendekati si kakak kelas. Bisa di cap cewek gatel ia karena mendekati cowok duluan.
Menarik nafas, Cala celingak-celinguk menatap sekelilingnya memastikan semua orang sibuk pada urusan mereka. Setelah merasa waktunya pas, Cala berlari memasuki kelas tersebut dengan terburu-buru.
Bugh!
“Aduhh, hidung gue ...” ringis Cala sambil memegangi hidungnya yang bertabrakan dengan dada seseorang.
“Kalau mau keluar bilang-bilang dulu, dong,” omel Cala dengan wajah kesal. Kepalanya mendongak, lalu setelah itu matanya membuat salah melihat wajah datar nan pucat lelaki itu.
“SETAN!!” pekik Cala dengan wajah terkejut, langkahnya bahkan mundur dua langkah saking terkejutnya ia karena melihat wajah pucat sosok ini.
“AAAAA!!! SET—“ teriakan Cala terhenti saat cowok di depannya ini mendekap mulutnya sembari menariknya masuk.
“Berisik!” sentak cowok itu dengan wajah datar. Namun terlihat dari matanya ada sebuah rasa kesal.
Mengerjapkan mata beberapa kali, Cala menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Sorry,” ucap Cala kalem. Namun setelah itu, matanya menatap lelaki itu tajam. “Ehh, kok gue yang minta maaf? Elo dong seharusnya. Lo udah buat hidung mancung gue keseleo tau nggak? Untung aja nggak patah. Lagian ya, kalau mau keluar tuh bilang-bilang dong, jadi gue nggak perlu marah-marah,” omel Cala panjang.
Datar, itulah reaksi cowok itu.
Cala berdecak sebal. “Dan wajah lo itu, bikin gue kaget,” ucapnya sambil menunjuk wajah cowok itu.
Tanpa di duga oleh Cala, cowok itu pergi melangkah meninggalkannya. Mata Cala melotot, secepat kilat ia memenjara satu lengan cowok itu untuk ia tahan.
“Tunggu! Nama gue Cala, dan nama elo?” tanya Cala langsung. Seperti instruksi Farrel kemarin, ia harus berkenalan dulu dengan cowok di depannya ini.
Hanya di tanggapi dengan satu alis terangkat sedikit, lelaki itu pergi tanpa membalas ucapan dari gadis di depannya. Segera cowok itu melangkah lebar, menjauhi gadis gila bicara yang tiba-tiba marah-marah padanya lalu berkenalan.
Membuka mulut sebab terkejut, Cala memandang kesal ke arah cowok yang bahkan tidak Cala ketahui namanya itu. “Sialan banget jadi cowok! Sok jual mahal banget!!” teriak Cala sengaja agar lelaki itu bisa mendengar suaranya.
“Gegara Farrel, nih! Asu banget anak itu, emang!” sungut Cala sembari melangkah meninggalkan kelas tersebut. Sepanjang jalan yang keluar dari mulutnya hanyalah sumpah serapah untuk Farrel dan cowok bermuka datar.
“Gimana-gimana? Udah dapet namanya?” tanya Farrel dan Abella heboh. Kedua orang itu mendekati Cala yang baru saja masuk ke dalam kelas dengan wajah sebal.
“APAAN SIH?!!!” teriak Cala terlampau nyaring. Seisi kelas menatapnya heran sembari menggelengkan kepala.
“Nggak usah ganggu, gue!” ucap Cala membentak membuat kedua temannya semakin terdiam.
“Apaan dah marah-marah,” celetuk Farrel segera. Cala benar-benar membuat Farrel juga Abella merasa bersalah. Tapi Farrel tidak ingin membuat Cala berhenti sebelum berjuang. Farrel hanya ingin membuat sahabatnya itu normal, seperti gadis lain yang punya doi.
Cala menghela nafas, membuat kedua temannya mendekat dengan wajah murung. “Dia dingin banget. Mukanya juga kek mumi tau nggak! Gue nggak mau lagi ngikutin tantangan ini!” gerutu Cala sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
“Tapi, Cal, in—“
“Ya gue tau,” sahut Cala sambil menatap dua sahabatnya dengan lelah, “gue tau ini cuman tantangan, gue tauu kok, tauuuu.” Saking sebalnya, Cala hendak menyumpal kedua mulut temannya agar diam.