Sudah satu minggu lebih Sejak tiba di kota tercinta Sidoarjo Riya tinggal di rumah orang tua Dayat, rumah sederhana berlantai Satu dengan pekarangan luas.
Tidak seperti yang dihawatirkannya kedua orang tua Dayat menerima mereka dengan senang hati meski ada beberapa saudara yang diam– diam membicarakannya dibelakang.
Riya tak ambil pusing dengan itu telinganya sudah terlalu kebal untuk mendengar sindiran seperti Itu satu hal yang patut dia syukuri yang patut dia syukuri ada si kecil Maira anak perempuan Dayat, yang menemaninya dengan tingkah polahnya yang lucu sedikit banyak bisa mengurangi rasa tertekan dan kesepian yang melanda hatinya sejak tiba di Sidoarjo.
Keesokkan harinya Dayat bergegas mencari pekerjaan syukurlah tak perlu waktu lama Dayat mendapatkan pekerjaan di salah satu pabrik sepatu. Dekat tempat tinggal mereka, hari ini mereka berencana untuk mengajak Maira yang dari kemarin merengek ingin berenang di waterpark 'SUNCITY Mall'
Kebetulan hari ini bertepatan dengan weekend, Dayat juga baru mulai bekerja esok hari nggak ada salahnya menyenangkan Maira yang telah lama terpisah dari sang Ayah selama ini.
“Syukurlah, Maira senang," ujar Riya merasa lega selama ini dia merasa sangat bersalah pada Maira karena membawa ayahnya pergi jauh darinya. Setidaknya dengan melihat tawa bahagia Maira saat ini rasa bersalahnya akan sedikit berkurang.
“Maira paling suka main air sayang, jadi wajar kalau dia sangat senang.”
Dayat merangkul bahu Riya menatap sang putri dari tepi kolam yang terlihat sangat bahagia berlarian bermain air dengan anak –anak lain.
“Aku tahu Day, tapi aku merasa bersalah sama Maira saat dia membutuhkan Ayahnya aku malah membawa kamu kabur meninggalkan dia di sini.”
“Maira itu pintar, lebih berpikiran dewasa dibanding anak – anak lain yang seusia dengannya, dia tahu apa yang terjadi dengan orang tuanya dan bisa memahami itu sejak bercerai dengan mantan istri aku dan Maira ikut dengan aku. Maira sangat penurut dan tidak banyak menuntut terlihat tak terpengaruh dengan perceraian kami. Awalnya aku sangat khawatir kalau Maira senggaja menyembunyikan keresahan hatinya atas perceraian kami, tapi setelah sekian lama mengasuh Maira sendiri. Aku akhirnya paham Maira adalah anak yang pintar dan berpikiran dewasa bisa memahami semuanya tidak bertanya atau pun menyalahkan kami orang tuanya."
“Yah, Maira lapar, “ ucap Maira dengan logat anak –anaknya yang mengemaskan.
“Ganti baju dulu , sama Mama Riya baru kita makan.”
Dayat mengangkat tubuh Maira dari dalam kolam membawanya menuju ruang ganti diikuti oleh Riya.
“Ayah tunggu di sini, cuma Mama Riya yang boleh ikut masuk.”
Maira menghadang Dayat di depan pintu melarangnya ikut masuk dengan wajah cemberut lucu, membuat orang gemas saat melihatnya.
“Kenapa? biasanya juga Ayah yang bantuin Maira ganti baju?”
Dayat merasa heran dengan tingkah laku putrinya beberapa bulan tak bertemu putrinya ini, menjadi semakin lucu dan Mengemaskan.
“Sudahlah Day, mungkin Maira malu di kalau kamu yang bantuin. Biar aku saja kamu tunggu di sini turuti saja apa permintaan Maira.”