------
Abel dengan ragu membuka pintu dan melihat ayahnya sedang bercanda dengan Tante Rani dan Gita.
"Assalamualaikum, Abel pulang."
Tawa mereka langsung berhenti.
"Darimana saja kamu!" tanya Zaki menatap Abel sinis.
"Dari rumah temen, Yah."
"Nggak jelas itu pa, tadi aja nggak masuk sekolah, padahal berangkat lebih awal tadi pagi," adu Gita.
"Benar itu, Abel?"
"I-iya, Yah."
"Ohhhh, udah berani bolos sekarang." Zaki menghampiri Abel.
"Abel habis mengantar den Aidel, Tuan," sahut bi Hana dan merangkul Abel yang kini sudah gemetar ketakutan.
"Aidel sudah pulang?" tanya Zaki heran. Biasanya setiap akan kembali ke Bali, Aidel pamit padanya. Kenapa sekarang Aidel tidak pamit? Apakah Zaki telah membuat kesalahan? Zaki terdiam memikirkan banyak hal.
"Abel ke kamar, Yah." Abel berlalu begitu saja dari hadapan ayahnya.
"Makan dulu, Nak." Bi Hana masih menuntun Abel.
Menurut, Abel langsung bergegas ke meja makan.
"Mereka udah makan, Bi?" tanya Abel sambil menikmati makan malam yang di siapkan bi Hana.
"Den Ilham juga belum, Nak," sahut bi Hana.
"Hei malam, Dek," Sapa Ilham menghampiri meja makan.
"Malam, Kak. Baru pulang juga, Kak?" tanya Abel.
"Iya, Dek. Kakak boleh gabung nggak nih?"
"Astaga kak Ilham, pake pamit segala. Ini itu rumah kita kak, bukan rumah Abel doang."
"Ini nak, makanannya." Bi Hana menyiapkan semuanya di atas meja.
"Bibi juga makan," ucap Abel.
"Bibi nanti aja, Nak."
"Nggak, kita makan sama-sama, Bi. Gapapa kan, Kak?" Tanya Abel.
"Kok kamu jadi pamit ke kakak? Tentu saja boleh, ayo, Bi." ajak Ilham.
Merekapun makan malam bersama asisten yang lainnya.
------
Pagi ini, Abel berangkat dengan Ilham. Meninggalkan Gita yang berangkat bawa mobil sendiri. Iya, Gita di belikan mobil baru oleh Zaki.
"Kakak nggak kecepatan nyampe kantor?" tanya Abel yang kebetulan arah sekolah dan kantor kakaknya searah.
"Nggak kok, Dek."
"Kalau Gita marah, gimana kak?" tanya Abel lagi.
"Nggak marah kok, Dek. Kamu tenang aja," sahut Ilham.
Sampai di gerbang, Abel berpamitan dan langsung bergegas ke kelasnya.
"WOI, MASI INGAT MASUK LO!!" teriak Charen membuat semua orang yang ada di sekelilingnya menatap kearahnya.
"Itu mulut gausah teriak-teriak, gue belum tuli nyong," cetus Abel dengan kesal.
"Hehe, gua kira mendadak budeg, Lo."
"Sembarangan." Abel menoyor kepala Charen.
Sampai di kelas, Abel langsung ke meja Hendra.
"Tumben dateng cepat tapi nggak tidur, kenapa?"
"Semalam kemana?" Alih-alih menjawab pertanyaan Abel Hendra justru kembali bertanya dengan dingin.
"Ohh itu, semalam gue ngantar kak Aidel ke bandara." Abel duduk di samping Hendra.
"Kangen," cicitnya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Hendra.
"ASTAGHFIRULLAH, JIWA JOMBLO GUE MERONTA-RONTA ." Charen melemparkan tasnya ke atas meja.
Brakkk
Semua siswa yang berada di kelas terperanjat.
"CHAREN!!" Beberapa siswa berteriak kesal kepada Charen yang tengah cekikikan tanpa merasa bersalah.
"Kebiasaan, Lo," cetus Abel menatap Charen kesal.
"Alasan aja ngantar kakaknya, jual diri, kali." Gita melewati meja Hendra, melirik Abel tidak suka.
"Jaga mulut, Lo," sahut Abel.
"Eh, sorry. Kebablasan," ucap Gita.
"Sampe kapan sih lo mengusik hidup gue terus, kurang puas lo sama hidup lo sendiri?"
"Sampe lo mati dan gue akan mendapatkan semuanya. Karna seharusnya di posisi lo sekarang itu, Gue."
Hendra berdiri dan mencengkram kuat tangan Gita sampai si empunya meringis.
"Jaga mulut lo, sialan!"
"Awh ... sakit, Ndra. Lepasin."