Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Abel. Semenjak pulang dari rumah sakit, Abel berbaring sambil melamun menatap langit-langit kamarnya.
"Masuk aja, pintunya ga dikunci."
Mendengar instruksi dari dalam, engsel pintu berputar dan Hendra muncul membawa sebuah paper bag.
"Kok dahi kamu di perban?"
Abel mengubah posisinya menjadi bersandar di ujung ranjang. "Kepentok tadi di pintu. Oh iya, kita mau keluar, kan?"
Hendra meletakkan punggung tangannya di dahi Abel. "Ish, Abel gapapa Hendra. Abel mau siap-siap dulu biar kita bisa keluar." Abel bergegas menuju kamar mandi.
Drrt ... drrrt ...
Ponsel Abel bergetar menandakan sebuah panggilan masuk. Hendra melihat nama Charen tertera Disana. Tanpa berpikir panjang, Hendra mengangkat panggilan itu.
"Kenapa?"
"Kok malah lo yang jawab?"
"Ck, Abel lagi mandi."
"Jadi ga nih, gue udah siap-siap."
"Jadi. gue lagi jemput Abel. Lo dateng sendiri kalau mau ikut. Kita tunggu disini."
"Laknat banget lo jadi teman. huuuh ... untung temen, kalau nggak udah gue tendang lo sejauh mungkin."
Tut
Hendra memutuskan panggilan sepihak. Nggak peduli bagaimana Charen menggerutu dari seberang sana.
Beberapa menit kemudian Abel keluar dari kamar mandi, sudah rapi. Abel beranjak menuju meja riasnya yang serba pink.
Abel mencoba melepaskan perban di dahinya sambil sesekali meringis menahan perih. Setelah perbannya terlepas dengan sempurna, ia melihat lukanya yang lumayan lebar.
"Ini bukan kepentok, lukanya lumayan lebar." Hendra meraba dahi Abel yang masih mengeluarkan darah membuat si empunya kembali meringis.
"Tutup lagi aja, nanti darahnya ga berhenti keluar," ujar Hendra dan mengambil kotak P3K dari laci Abel. Hendra membalut luka Abel dengan hati-hati.
"Kenapa di buka tadi, hm?"
"Kirain bisa di tutup pake make up. Abel malu keluar pake perban kaya gini," ujar Abel.
Hendra beranjak dari meja rias Abel kemudian membuka lemari. Kegiatan Hendra tak luput dari perhatian Abel. Hendra kembali dengan membawa sebuah topi di tangannya dan langsung memasangkan kepada Abel.
"Kalau udah gini, ga malu lagi, kan?"
Abel tersenyum lebar lalu mengangguk. kemudian Hendra mengambil masker dari laci meja rias Abel.
"Di tambah ini, biar lengkap," sambung Hendra memasang masker kepada Abel.
"Rambutnya di gerai aja," ujar Hendra merapikan rambut Abel ke arah belakang.
"Udah kayak kak Aidel aja," ujar Abel sambil terkekeh kecil.
"Nyaman kan, hm?"
"Nyaman banget, makasih sayang ...," ucap Abel berbalik dan memeluk pinggang Hendra yang berdiri di belakangnya.
"Astaga kenapa gue harus muncul di setiap momen kayak gini!" teriak Charen.
"Diem, lo," sahut Hendra dengan sinis.
Abel menoleh ke arah suara dan menatap Charen tajam,"Astaga Charen, ketuk dulu kenapa sih?"
"Rumah rumah gue, sewot lu pada," balas Charen.
Abel menghela nafasnya perlahan, "Semerdeka lo aja."
"Kok kita bisa samaan?" tanya Charen. Charen juga memakai topi dan rambutnya di kepang dua dengan atasan yang di crop.
Abel juga memakai topi tapi rambutnya di gerai. Dan atasan yang di crop juga. Abel memakai celana jeans panjang sedangkan Charen memakai mini skirt di padu dengan sepatu berwarna putih.
"Iya, padahal ga janjian," sahut Abel.
"Berangkat, yuk. Keburu sore," ajak Hendra.
Keduanya mengangguk setuju.
Mereka sepakat mencari tempat wahana permainan yang menarik.
Setelah sampai di taman, Charen menunjuk wahana bianglala.
"Pertama naik itu tapi setelah makan," ucap Charen yang di setujui oleh Hendra dan Abel.
Mereka memilih cafe yang berada di pinggir taman.