"Nggak peduli bagaimanapun kuatnya aku memaksa untuk pura-pura kuat, pada akhirnya akan tumbang juga."
-Christabel Queenza
Seperti biasa, Abel bangun pukul 06.00 untuk siap-siap dan berangkat ke sekolah.
Hal pertama yang selalu di lakukan adalah membuka setiap gorden dan jendela kemudian bersenandung kecil menuju kamar mandi. Sampai akhirnya rasa perih kembali menyerang dadanya. Abel keluar dari kamar mandi untuk mencari botol obat yang berada di tasnya.
Setelah menelan obatnya, Abel berniat ke dapur untuk mengambil air hangat. Abel beberapa kali memutar handle pintu tapi pintu kamarnya di kunci dari luar.
"Yah, di kunci," pintanya kepada diri sendiri.
Ia butuh minuman untuk menghilangkan rasa dahaganya. Ia mengambil sebotol pocary sweat dari minibar yang ada di ruang musik pribadinya. Ia langsung meneguk minuman tersebut hingga tandas lalu melempar asal botol minuman tersebut ke sembarang arah.
Keheningan mengisi ruangan tersebut. Abel terdiam lama. Dia duduk menekuk lututnya dan meletakkan kepalanya di antara lengannya. Matanya tertutup sayu, kejadian tadi malam membuatnya merasa pusing.
Beberapa menit setelahnya, Abel berdiri dan menutup pintu ruangan tersebut dengan kasar untuk melampiaskan rasa kesalnya.
Brak
"BUNUH AJA AKU BUNUH!!" jerit Abel frustasi sambil mencengkram kuat rambutnya.
"Salahku apa, kenapa ga ada yang percaya sama aku, bunda ... aku gamau benci sama ayah, aku gamau benci suasana rumah," lirih Abel di sela-sela tangisnya.
Lagu dari Feby putri berjudul runtuh yang sedang di putar memenuhi ruangan kedap suara tersebut. Beberapa menit setelahnya Abel tersenyum getir dan menghapus air matanya kasar.
"Lemah lo, Bel, baru diginiin dikit langsung down," gerutu Abel pada dirinya sendiri.
"Nggak, Bel. Lo nggak boleh lemah kayak gini. Lo harus yakin, lo bisa hadapin ini, sampai keadaan kembali seperti semula. Lo harus bisa dapatin kasih sayang ayah lagi, lo harus buat mereka percaya sama lo, lo nggak salah." Abel berdiri dari duduknya berniat melanjutkan ritual mandinya yang sempat tertunda tadi.
----
Charen menunggu Abel di depan gerbang sekolah dan sesekali melirik jam tangan branded miliknya, "Abel kok belum muncul, ya? Padahal bentar lagi udah masuk."
"Abel belum datang, Ren?" tanya Hendra yang datang menghampiri Charen ke gerbang sekolah.
"Belum nih, gue telpon juga ga di angkat. Jangan-jangan diapa-apain lagi sama keluarganya," sahut Charen dengan cemas.
"Gue juga udah hubungin berkali-kali, hasilnya nihil," sambung Hendra.
"Gue harus tanya si ketek." Charen melangkah menuju kelasnya diikuti Hendra dari belakang.
"Kalo ga ada kabar juga, kayaknya gue juga bolos," ucap Charen.
"Dia izin kali," kata Hendra sambil berjalan mengimbangi langkah kaki Charen menuju kelas.
Sampai di kelas Charen mendobrak pintu kencang membuat seisi kelas terkejut.
"Ini cewek ga ada lembut-lembutnya sama sekali," ketus putra menatap Charen tajam. Sementara Haikal yang tengah asik memainkan ponselnya hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan Charen.
"Biarin," sahut Charen tidak kalah ketus.
"Pantes aja ga ada yang mau sama lo," balas Vitally.
"Lo diem," tukas Charen sambil mengacungkan kepalan tangannya sebagai ancaman membuat vitally diam tak berkutik.
Charen menghampiri meja Gita yang tengah sok sibuk membolak-balik bukunya.