Abel membuka matanya perlahan, pemandangan pertama yang dia lihat adalah ruangan yang serba putih, iya tidak salah lagi. Ini rumah sakit. Tapi siapa yang membawanya kesini, bukankah terakhir dia tertidur di gudang? Tapi mengingatnya kembali membuat kepala Abel terasa pusing.
"Sshhh ...." Abel berusaha mengubah posisinya.
"Lo udah sadar. syukur deh. Jangan banyak gerak dulu." Charen yang duduk di samping brankar yang di tempati Abel langsung menghentikan pergerakan Abel yang hendak mendudukkan dirinya.
"Ren, siapa yang bawa gue Kesini?"
"Haikal."
"Apa? d-dimana dia sekarang?"
Charen menunjuk Haikal dengan dagunya sebagai isyarat.
Mata Abel membulat sempurna melihat Haikal yang tengah tertidur di sofa.
"Ko-kok bisa?" Abel memegang kepalanya yang semakin pusing.
"Ceritanya panjang, mendingan lo istirahat dulu, biar cepat pulih."
"Kita pulang aja yuk, Ren."
"WAH GILA LO YA, LIAT INI JAM BERAPA. BUKANNYA ISTIRAHAT." Charen mulai mengeluarkan mode toanya. Haikal yang tengah tertidur sampai terusik karena suara Charen yang menggelegar. Untung saja kamar yang di tempati Abel adalah kamar VIP, kalau tidak, bisa di usir Charen detik itu juga.
Haikal melangkahkan kakinya menuju brankar yang di tempati Abel. "Astaga Charen, suara lo nggak bisa di kondisikan apa? Lo nggak tau apa, ini itu rumah sakit," kesal Haikal dan beralih menatap Abel "Lo udah sadar, masih sakit ya?" sambung Haikal.
"Gue gapapa kok Haikal. Makasih banyak ya, kalian udah bawa gue kesini."
"Santai aja, Bel. Lo istirahat lagi, ya. Biar cepat pulih."
"Kita pulang aja, ya. Gue udah nggak papa kok," bujuk Abel.
"Ish, gimana gue nggak kesal sama lo yang keras kepala gini, sih," sungut Charen menatap Abel dengan kesal.
"Abel ... kita pulangnya besok aja, ya. Kalau keadaan lo udah baikan. Sekarang nggak mungkin. Nih liat udah jam 2 lewat. Pokoknya lo istirahat aja. Besok kita pulang," ucap Haikal menimpali.
Abel menatap Charen yang juga menatapnya dengan tatapan sinis. Melihat itu Abel terkekeh kecil, "Iya deh iya. Kita pulang besok. Sinis banget sama gue." Abel akhirnya mengalah melihat Charen yang mulai Kesal.
"Ceritanya gimana, Bel. Kok lo bisa sampai kekgini?" tanya Haikal dan mulai mendudukkan dirinya di samping Charen tepatnya di samping brankar tempat Abel di rawat.
"Gapapa kok Haikal. Tadi itu yang salah emang Abel-"
"Nggak usah bohong," potong Charen.
"Iya, Bel. Lo nggak perlu nutupin apapun dari kita. Apapun yang terjadi kita ada buat lo," timpal Haikal menatap Abel dalam.
Mendengar itu air mata yang di tahan Abel dari tadi luruh begitu saja.
Detik berikutnya Abel kembali merasakan sesak di dadanya. Abel mencengkram kuat dadanya untuk mengurangi rasa nyeri disana. Abel tertunduk merasakan sesuatu yang berdesakan ingin keluar dari lehernya. Abel mendongak danĀ menghirup udara dengan rakus.
Uhuk ... uhuk ...
Abel terbatuk dan memuntahkan darah yang begitu banyak dari mulutnya. Baju, celana, selimut bahkan bantal yang di pakai Abel semuanya berlumuran darah. Abel menatap darahnya nanar kemudian beralih menatap Charen yang membekap mulutnya sendiri.
"Panggilin dokter." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Charen melihat banyaknya darah yang Abel muntahkan. Sementara Haikal langsung menekan tombol nurse call yang terletak di atas brankar Abel.
Abel menyandarkan tubuhnya yang sangat lemas di ujung ranjang. Dengan tangan bergetar Abel mengusap darah dari wajahnya. Charen menyambar tisu dari atas nakas dan mulai membersihkan wajah Abel.
Sementara Haikal mengganti selimut yang sudah terkena darah Abel.
Detik berikutnya pintu ruangan terbuka dan dokter Fahri muncul dengan tergesa-gesa.
"Apa yang sudah terjadi?" Dokter Fahri panik melihat keadaan Abel yang telah berlumuran darah.