Hari berlalu dan waktu terus berjalan. Kini kesehatan Abel sudah jauh lebih baik. Tetapi tidak dengan perasaannya, akhir-akhir ini ia menjadi lebih banyak diam apalagi setelah Aidel kembali ke Bali karena ada pekerjaan mendadak yang harus di selesaikan.
Abel selalu ditemani oleh Haikal, karena sebelum kembali ke Bali, Aidel berpesan kepada Haikal untuk mengawasi adiknya.
Begitu juga dengan pesan Charen sebelum dia pergi untuk selamanya. Dia berpesan kepada Haikal untuk menjaga Abel. Haikal sama sekali tidak merasa keberatan. Dia selalu menemani Abel, setiap pulang sekolah, hingga berangkat ke sekolah dari rumah sakit.
Abel juga telah menyelesaikan ujian susulan dari rumah sakit. Hari ini dokter mengatakan Abel sudah bisa pulang. Haikal tentu saja menemani Abel dan mengantarkannya pulang.
Sampai di gerbang rumahnya, Abel langsung di sambut oleh bi Hana. Rumah tentu masih sepi karena ayahnya dan Ilham sedang bekerja.
Sedangkan Rani, dia akan pergi dari rumah setiap ayahnya sedang berada di kantor. Entah untuk belanja atau apapun itu alasannya, Abel sama sekali tidak ingin mengurus hal tersebut.
"Lo nggak langsung pulang, kan?" tanya Abel kepada Haikal yang akan berjalan keluar.
Abel bisa melihat raut wajah Haikal yang terlihat canggung, "Nggak usah segan gitu, dulu Charen dan Hendra juga bisa tinggal berhari-hari disini. Anggap aja rumah sendiri," ujar Abel membuat Haikal sedikit terkejut.
"Oh iya?"
"Iya," jawab Abel kemudian beranjak menaiki anak tangga yang diikuti oleh Haikal.
Abel memasuki kamarnya yang sudah dia tinggal selama beberapa hari. Haikal mendongak melihat sebuah foto yang berukuran besar di pajang di atas meja belajar Abel.
Foto Abel, Charen, dan Hendra yang tengah berpose dengan gaya melipat kedua tangan di dada yang tengah berdiri di tengah lapangan basket dengan seragam putih abu-abunya.
Abel yang menyadari itu juga ikut menatap foto tersebut. Tiba-tiba air matanya mengalir begitu saja melihat Charen dengan senyuman manisnya. Senyuman yang tidak akan pernah bisa Abel lihat lagi secara langsung.
Haikal menoleh ke arah Abel yang sudah terisak, "Maaf ya, Bel. Gue nggak bermaksud buat lo nangis, di" kata Haikal merasa bersalah.
Abel menghapus airmata nya kemudian beranjak membuka pintu menuju ruang musiknya. Haikal tampak bingung melihat ruangan gelap di depannya sebelum akhirnya Abel menyalakan lampu ruangan tersebut.
"Ini ruangan favorit Charen tiap kali dia main kesini." Abel menjelaskan sambil berjalan masuk kedalam di susul Haikal dari belakang.
"Selama ini temen-temen gue punya akses yang bebas untuk masuk ke rumah gue. Jadi lo nggak perlu segan gitu," ujar Abel yang mendapat anggukan dari Haikal.
Abel berjalan menuju kulkas mini transparan yang ada di sudut ruangan. Setelah mengecek ternyata masih banyak cemilan dan minuman disana.
"Kalau perlu cemilan ambil aja. Gue mau mandi dulu," ujar Abel.
"Thanks, ya," sahut Haikal tulus. Abel hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan Haikal.
------
Sementara di sekolah, berita tentang meninggalnya Charen dan menghilangnya Abel membuat heboh satu sekolah.
Seperti saat ini, seluruh siswa sedang berdesak-desakan di depan mading. Mata mereka melebar melihat foto Abel dengan kata-kata,
⚠️Pembunuh!!!
Pembunuh sahabat sendiri!!
Devil!!
Semua siswa siswi yang melihat foto tersebut berbisik-bisik.
"Kok bisa ya Abel ngelakuin itu."
"Jahat banget sih, si Abel."
"Ngga nyangka gue."
"Kayaknya bener deh, soalnya si Abel mendadak ngilang gitu semenjak Charen meninggal."
"Abel nggak mungkin ngelakuin itu."
"Gue denger-denger, si Abel lagi sakit dan ujian dari rumah sakit. Dia sempat koma. Karena dia mengalami kecelakaan bersama dengan Charen. Sayangnya nyawa Charen nggak bisa di selamatkan."
Bisikan-bisikan dari siswa siswi tersebut membuat Hendra yang tengah menatap foto tersebut mengepalkan tangannya.
Pikirannya melayang entah kemana. Dia berjalan menjauhi kerumunan tersebut. Hal tersebut tidak luput dari perhatian Gita, dia menatap Hendra dengan senyuman liciknya.