Abel bergegas menuju toilet untuk mengeringkan seragamnya yang basah. Ia menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di toilet.
Ada beberapa luka memar di sekitar wajahnya. Ia kemudian menghela nafasnya berat.
Setelah keluar dari toilet, Abel memilih untuk istirahat di UKS. Kepalanya rasanya sangat pusing. Dia juga ingin menghindar dari semua orang sekarang.
Sampai di ruangan UKS, Abel langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur yang ada di ruangan UKS.
Kegiatan belajar mengajar memang sudah selesai karena sekolah telah menyelesaikan ujian semester. Sekarang tinggal menyelesaikan ujian praktek dan beberapa kegiatan OSIS yang memang diadakan setiap tahunnya.
Decitan pintu ruangan tersebut membuyarkan lamunan Abel. Gita muncul dari balik pintu membuat Abel memutar bola matanya malas.
"Ohh, sembunyi disini ternyata," ujar Gita sambil tersenyum sinis.
"Mau ngapain, Lo?"
"Hapus foto itu sekarang, Abel!"
"Lo perintah gue? Setelah semua yang udah lo lakuin ke gue?"
Perkataan AbelĀ membuat Gita berdecak sebal, "Belum jera juga ya lo. Mau yang lebih parah dari ini?"
"Lo pikir gue takut? Sebelum lo ngelakuin hal yang lebih parah dari ini, gue juga bakal ngirim foto itu ke mama dan papa termasuk kak Ilham. Kan nggak adil kalau gue hancur sendiri. Jadi penasaran reaksi mereka kayak gimana."
Gita menatap Abel tajam dengan tangan yang terkepal kuat, "Jangan macam-macam sama gue, sialan."
Abel tersenyum puas melihat Gita sudah terpancing emosi, "Atau gue kasih tau satu sekolah juga, jadi pengen tau reaksi mereka." Abel mulai mengotak-atik ponselnya membuat Gita semakin marah.
"Hentikan sialan!" Gita mendorong tubuh Abel hingga terjatuh dari atas kasur.
"Awhhh ...," rintih Abel melihat lutut san sikunya berdarah.
"Sini handphone lo." Gita berhasil merebut ponsel Abel saat Abel tengah lengah.
Gita mengotak-atik ponsel Abel dengan cepat dan kembali tersenyum sinis, "Lihat? Sekarang apalagi yang bisa lo jadiin ancaman?" Charen melemparkan kembali ponsel Abel.
Abel berdiri dan memungut kembali ponselnya, "Hah, gue nggak sebodoh itu, nyonya Gita," cibir Abel tak mau kalah.
"Maksud lo?"
"Sebanyak apapun yang lo hapus, gue masih punya salinannya." Abel tersenyum remeh kepada Gita.
"Termasuk ini." Abel kembali mengotak-atik ponselnya dan mengirim sesuatu kepada Gita.
Ting
Ponsel Gita berdenting menandakan sebuah pesan masuk. Gita segera melihat notifikasi tersebut. Pesan yang di kirimkan Abel berhasil membuat bola mata Gita membulat sempurna.
"Lo-"
"Kenapa? Kaget? Lo pikir cuman lo yang bisa main-main?"
"Kurang ajar banget lo." Gita mulai mendekati Abel.
Plakk
Bugh
Abel langsung membalas apa yang di lakukan Gita kepadanya di kelas tadi.
Tubuh Gita mundur beberapa langkah ke belakang karena tendangan dari kaki jenjang Abel.
Abel beralih mencengkeram kuat rahang Gita, membuat Gita meringis kesakitan, "Seperti yang lo bilang, ini belum seberapa. Dan inget, gue nggak sebodoh yang lo kira." Abel menghempaskan rahang Gita ke samping. Dan kembali menjambak rambut Gita, seperti yang Gita lakukan kepadanya.
"Lepas Abel, sakit, kepala" rintih Gita berusaha melepaskan cengkeraman Abel pada rambutnya yang membuat kulit kepalanya ingin terkelupas saat itu juga.
Gita ketakutan melihat tatapan mata Abel yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Tatapan mata yang biasanya teduh kini berubah menjadi sangat tajam dan menyeramkan.
"Sakit, ya?"
Mata Gita mulai memerah tapi dia tidak berani melawan melihat Abel saat ini. Gita seolah melihat sisi lain dari Abel saat ini. Ia hanya bisa memejamkan matanya menahan perih yang sangat.
"Kalau sakit kenapa lo nggak memikirkan hal yang sama ketika lo ngelakuin ini sama gue?" tanya Abel.
"Bilang sama gue, sebenarnya apa yang lo inginkan dari gue, sampai lo ngelakuin semua ini sama gue?"
"JAWAB!" teriak Abel dan menghempaskan tubuh Gita ke sudut lemari yang ada di ruangan.
Lagi-lagi Gita hanya bisa meringis sambil memejamkan matanya.
"Sakit? Sekali lagi gue ingatkan, mama lo ngelakuin hal yang sama sampe gue muntah darah kalau lo lupa."